Mohon tunggu...
Arbi Sabi Syah
Arbi Sabi Syah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jurnalis Komparatif.id

Jurnalis Komparatif.id dan Kreator Konten Media Sosial Blockchain.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penyakit Negeriku

22 Juli 2010   07:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:41 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_218623" align="alignright" width="275" caption="Ilustrasi Dari Om Google Nih"][/caption] Negeriku begitu pora-poranda. Ia sakit parah. Negeriku terluka, tercabik-cabik oleh bencana alam dan politik yang tak bisa dicegah kehadirannya. Perawatan yang belum maksimal dengan terapi ringan seadanya telah memperparah riwayat penyakitnya. Apa yang bisa kulakukan untuk menyembuhkan sakitmu, negeriku? Katakanlah! Miris! Satu kata yang bisa menggambarkan keadaan negeri ini sekarang. Betapa tidak, berbagai kejadian yang memilukan datang silih berganti. Bencana alam dan politik seakan telah menjadi pesona. Pada hal semua bentuk bencana itu efeknya sungguh memilukan hati. Aku malu negeriku! Aku Malu! Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan gempa bumi telah membuat banyak manusia di  negeriku menangis, meringis, dan secara psikologis sulit dibayangkan sakitnya. Kita semua ikut menangis melihat semua kesedihan para korban. Namun aku hanya bisa memohon maaf karena aku masih belum bisa berbuat apa-apa. Tak ada yang bisa kukorbankan untuk meringankan derita saudara-saudaraku di negeri ini. Andai aku bisa tentu akan kudatangi setiap tempat bencana di Negeri tercinta ini untuk membantu mereka. Aku ingin membuat semua saudara-saudaraku itu tersenyum bahagia karena telah kubebaskan dari rasa sakit yang mereka rasakan. Aku selalu membaca, mendengar, dan bahkan melihat pernyataan sang pengambil kebijakan negeri ini dengan bangga mengabarkan berbagai tindakan yang dibuat untuk membantu meringankan luka para korban bencana itu.  Tapi, mengapa kepahitan dan kegetiran masih saja ada? Apakah pemerintah hanya membantu secara teoritis proses-proses itu tanpa memahami isu-isu yang substantif dalam mengurangi penderitaan demi penderitaan akibat bencana-bencana itu? Bencana politik pun demikian. Hanya sering kurasakan begitu banyak kebijakan hasil dari negosiasi politik para pelakunya yang sangat terhormat. Lembaga-Lembaga politik tempat orang-orang terhormat dan disayangi penguasa itu hanya mampu melahirkan kebijakan yang menguntungkan dirinya sendiri tanpa melihat sedikitpun kebutuhanku dan saudara-saudaraku yang ada di di Negeri ini. Aku heran pada pekerja politik negeri ini, apakah mereka tak pernah memikirkan nasib kita sedikit pun? Atau jangan-jangan mereka sengaja menyetujui langkah-langkah konyol kalangan eksekutif untuk memuluskan perilaku politik mereka yang busuk, berbau tengik, dan kurapan? Aku tak suka dengan dua bencana yang membuat kita semua sakit saudaraku! Kalian tahu bahwa aku juga ingin muntah setiap saja kubaca, kutonton, dan kudengar keputusan tolol mereka? Setiap Kebijakan yang dibuat sering tak punya pengaruh kepada rakyat yang dipimpin. Mereka, para eksekutif dan legislatif menghabiskan banyak uang kita hanya untuk bernegosiasi atas beberapa hal yang bisa menyempurnakan kelicikan mereka. Mana letak komitmen mereka saat berkampanye dulu? Aku belum temukan itu, dan aku yakin kalian berpikir sama. Para anggota Legislatif yang rakus itu hanya memproduksi pansus, angket, yang keduanya tak punya pengaruh bagi kehidupan kita. Dan pihak eksekutif bisanya hanya memperkuat wibawa di depan rakyatnya saja. Aku muak. Muak dan sangat muak dengan dua lembaga pemerintahan itu. Mereka tak punya tanggung jawab sama sekali atas pemenuhan hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak sipil, politik, kita semua. Ketika sebuah Bangsa yang katanya besar ini para pemimpinnya tak lagi pernah punya rasa iba pada rakyatnya, maka kehancuran akan menimpanya. Sudah seharusnya mereka sadar sepenuhnya bahwa kontrak sosial yang kita berikan dihargai, dijaga, dipenuhi hak-hak kita, dan tak hanya mementingkan diri sendiri, kelompok, dan semua kolega yang mengeluarkan banyak Rupiah pada saat mereka masuk ke dalam ranah pemerintahan. Akhirnya, aku dan kalian semua akan mengerti bahwa seorang pemimpin tak hanya dibutuhkan kewibawaannya saja. Kita butuh lebih dari cara bicaranya untuk menggagalkan ancaman musnahnya generasi muda kita. Ujung-ujungnya akan berakibat bagi kelangsungan tata pemerintahan yang baik, jujur, dan ramah pada rakyat melalui program-programnya. Semoga Bangsa ini, Negeri yang kubanggakan seksinya ini tidak mati karena kronisnya penyakit yang telah menggerogotinya sehingga raganya lemah dan jiwanya hancur. Semoga! ***Kutuliskan ini bukan karena aku tak dapat apa-apa dari Negeri ini. Malah, Aku tak pernah punya cita-cita menjadi pekerja pemerintahan sejak kecil. Aku coba tuliskan semua ini karena aku sedih sekali dengan jiwaku menangis pilu melihat saudara-saudaraku di Negeri ini menderita dan aku belum bisa membantu mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun