Kejadian seperti tersebut di atas masih berlangsung hingga saat ini. Pemerintah Aceh harus membuka diri untuk memberi perhatian kepada para penyandang cacat ini. Aturan berupa Qanun untuk mengatur masalah kecacatan sepertinya sudah sangat mendesak dirancang oleh Pemerintah Aceh untuk dibahas oleh legislatif Aceh. Walau sebenarnya, dalam Qanun Kesehatan sendiri telah disebutkan beberapa pasal tentang penyandang cacat, namun butir-butirnya belum terakomodir masalah-masalah menyangkut hak-hak para penyandang cacat di Aceh.
Hanya sebatas proses rehabilitasi medik saja dimasukkan ke dalam Qanun Kesehatan tersebut. Itu pun masih jauh dari apa yang diharapkan karena pelayanan kesehatan untuk mereka terkesan pelengkap saja.
Sebenarnya, beberapa usaha telah dilakukan melalui diadopsinya dasawarsa penyandang disabilitas Asia pasifik kesatu dan kedua melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Cacats yang disusun dengan partisipasi penuh lintas sektoral dan organisasi kecacatan dalam rangka menajamkan strategi implementasi, akan tetapi sampai hampir berakhirnya dekade kedua, capaian tersebut belum dapat dilihat dalam bentuk yang kongkrit, segala sesuatunya masih dalam bentuk meningkatkan kepedulian baik masyarakat maupun pemerintah itu sendiri.
Hak Penyandang cacat secara mendasarpun masih tetap terabaikan seperti hak untuk berkehidupan yang layak, pelanggaran-pelanggaran hak asasi penyandang cacat kerap terjadi, akan tetapi penanganan oleh beberapa institusi hak asasi manusia yang ada terlihat kurang maksimal capaiannya dikarenakan oleh tidak berjalan dengan baiknya komunikasi dari masyarakat penyandang cacat yang memang sangat merasa asing karena keterbatasan pendidikan dan informasi terhadap para institusi yang juga mempunyai keterbatasan pengetahuan tentang keberadaan penyandang cacat dan cara penanganannya.
Angin segar terlihat dari adanya Komitmen Global yang terus menguat dan baru terhadap usaha penghapusan diskriminasi, peluang kesamaan kesempatan dan kesetaraan, dan perlindungan terhadap hak penyandang cacat melalui diadopsinya Convention on The Rights of Persons with Disability (Konvensi Hak Penyandang Cacat) pada tanggal 13 Desember 2006 oleh PBB dalam Resolusi No. 61/106 Tahun 2006.
Indonesia melalui dorongan organisasi penyandang cacat menandatangani konvensi tersebut pada saat kesempatan pertama di buka pada tanggal 30 Maret 2007 di Markas PBB New York, selanjutnya proses untuk meratifikasi terus berlangsung dan dikawal oleh para organisasi Penyandang cacat (DPOs). Dan diharapkan ratifikasi Konvensi Internasional Hak Penyandang cacat dapat berhasil pada tahun ini.
Terakhir, kita semua berharap untuk lebih menjamin hak-hak penyandang cacat ini, Dinas Sosial (Dinsos) Aceh dapat merumuskan draft Qanun Penyandang Cacat untuk dibahas di Badan Legislasi DPR Aceh. Kita berharap dengan adanya Qanun tersebut, akan memberikan perlindungan yang layak bagi penyandang cacat di Bumi Serambi Mekah yang kita cintai ini.
***Tulisan ini juga dimuat di Media Online The Globe Journal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H