28-29 Desember 1954 lalu kota Bogor menjadi saksi bertemunya 5 kepala pemerintahan dari 5 negara, Jawaharlal Nehru dari India, Mohammad Ali Bogra dari Pakistan, U Nu dari Birma, Sir John Lionel Kotelawala dari Srilangka dan Ali Sastroamidjojo dari Indonesia.
Mereka bertemu untuk mengikuti Konferensi Panca Negara (KPN) yang rencananya diselenggarakan selama 2 hari. Tujuannya adalah untuk membicarakan persiapan-persiapan terakhir menuju Konferensi Asia-Afrika yang nantinya digelar di Gedung Merdeka, Bandung.
69 tahun setelahnya, di tanggal dan bulan yang sama, Wali Kota Bogor, Bima Arya meresmikan galeri Bumi Parawira. Sebuah galeri yang menggambaran sejarah kota Bogor dari masa ke masa, jaman kerajaan Pajajaran, jaman kolonial, era orde lama, era orde baru serta era reformasi.
Bumi Parawira berasal dari bahasa sansekerta yang berarti rumah pemimpin. Sesuai namanya, galeri ini juga merekam jejak para pemimpin Bogor dari tahun ke tahun. Mulai dari era kepemimpinan Kolonel Achmad Sham tahun 1965 -- 1979 hingga Bima Arya Sugiarto yang kini masih menjabat.
Sejak di buka 5 hari setelah diresmikan, galeri Bumi Parawira memang tidak pernah sepi penghunjung. Dalam satu hari weekday saja, galeri ini mampu menarik peminat kurang lebih 550 orang. Belum lagi kalau weekend, angkanya bisa bertambah banyak. Tak ayal jika kuota reservasi selalu penuh setiap hari.
Terletak di lantai 3 gedung Perpustakaan dan Galeri Kota Bogor, galeri ini menjadi saksi bersatunya literasi dan seni di kota hujan.
Keberadaannya semakin populer setelah terendus para content creator. Jangan ditanya kekuatan sosial media di jaman sekarang. Ia mampu mengubah kuburan menjadi tempat rekreasi, mengubah galeri menjadi tempat yang wajib dikunjungi Gen Z.
Lebih dari sekadar galeri, tempat ini menata diri dengan gaya kekinian. Pertama kali masuk pengunjung akan melalui lorong waktu berwarna biru yang akan membawa mereka ke masa lalu. Setelahnya lukisan-lukisan era kerajaan Pajajaran muncul salah satunya adalah penobatan prabu Jayadewata.