Meski sedikit malu dan ragu tapi aku juga ingin mengaku bahwa kelak kamu tidak menjadi apa-apa. Kamu hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang sesekali mencurahkan isi kepalanya lewat tulisan-tulisan di blog dan sosial media. Teman-temanmu sudah sukses satu persatu. Ada yang bekerja sebagai dosen, ada yang menjadi polisi, pengusaha sukses, PNS dan ada juga yang bekerja di ranah BUMN. Kuharap kamu tidak merasa kerdil begitu mendengarnya.
Lalu aku yakin akan menangis setelah menceritakannya, betapa berbedanya kamu dengan mereka. Aku tak akan munafik dengan berkata kamu baik-baik saja. Faktanya, kamu sering menangis karena masih merasa tak berguna, tak menghasilkan dan terlihat seperti beban keluarga. Begitu pulalah orang-orang berkata tentangmu dan sayangnya kamu lebih sering menerima dan mengiyakan itu.
Maka dari itu, melalui pertemuan itu aku ingin meminta maaf padamu. Maaf karena tidak menjadi apa-apa, maaf karena tidak sehebat dan sesukses teman-temanmu yang lain, maaf karena selama hidup aku lebih banyak menyalahkan diri sendiri.
Ternyata butuh lebih dari 30 tahun untuk tahu bahwa yang kubutuhkan adalah memaafkan diri sendiri. Memaafkanmu.
Aku pun berharap kamu memelukku sembari berkata, terima kasih sudah tumbuh dengan baik, terima kasih sudah berusaha dan bekerja keras sampai titik ini dan terima kasih karena sudah memaafkan kekuranganku. Aku mencintaimu lebih dari orang lain, sekurang dan sepayah apapun itu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H