Layaknya umat muslim yang ketika ramadan yang  harus mengunci diri, perayaan Waisak pun tahun ini harus dilakukan sendiri di rumah masing-masing. Candi Borobudur dan candi mendut yang setiap tahun tak pernah absen untuk merayakan hari raya Waisak kini sudah positif mengkonfirmasi bahwa perayaan tahun ini ditiadakan.  Hal tersebut tak lain dilakukan sebagai langkah konkrit antisipasi pencegahan virus Covid -19.
Meski begitu, Ketua Harian Perwakilan Umat Buddha Indonesia Bhikku Pabhakaro Maha Tera melalui Radar Jogja mengungkapkan semangat optimisme terkait kondisi yang terjadi yang dinilai tidak mengurangi kekhyusukan dalam introspeksi  diri sebagai salah satu nilai penting dalam perayaan Waisak.
Perayaan Waisak sendiri sebagai upaya mengingat kembali ajaran sang Buddha sekaligus mencontoh perilakunya yang mana sarat akan pesan moral seperti menghindari pembunuhan makhluk hidup, mencuri, berbuat asusila, berbohong dan mabuk-mabukan. Selain itu ajaran Buddha dikenal dengan cinta yang penuh welas asih terhadap setiap makhluk hidup.
Sama halnya umat muslim yang ketika ramadan harus menahan diri dari segala bentuk nafsu serta menyuburkan sedekah sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama manusia yang membutuhkan. Setiap agama mengajarkan dan menyerukan kepada kebaikan, sama halnya dengan setiap perayaan yang sarat akan makna kasih sayang.
Perayaan Waisak sendiri tahun ini mengusung tema "Persaudaraan Sejati Dasar Keutuhan Bangsa" tema tersebut mengingatkan kembali bahwa kita semua bersaudara. Kita lahir dan tumbuh di bumi yang sama tanah yang sama serta udara yang sama, Indonesia.
Tak hanya berbagi suka ketika Timnas berhasil meraih emas di Asian games tapi kita juga saudara untuk berbagi duka. Ketika saudara kita di Palu dan lombok mengalami gempa bumi, maka dukanya sampai ke saudara kita yang di Aceh, begitu pun sebaliknya.
Maka ketika saudara muslim tak bisa melaksanakan Tarawih akibat pandemi, saudara kita umat buddha pun tak bisa merayakan Waisak seperti halnya tahun-tahun sebelumnya. Â Inilah salah satu bukti kebersamaan. Sama-sama harus menunaikan ibadah di rumah, sama-sama merasa kehilangan momen-momen perayaan keagamaan. Kita melewati pandemi ini bersama-sama, "Berat sama dijinjing, ringan sama dipikul."
Persaudaraan yang kuat akan melahirkan keutuhan bangsa. Semakin rekat, maka semakin utuh dan semakin tercerai berai maka akan semakin runtuh. Kita harus ingat bahwa perpecahan-perpecahan kecil adalah tonggak awal timbulnya perpecahan yang semakin besar. Kalau dalam istilah jawa, "kriwikan dadi grojokan", permasalahan sepele bisa berubah menjadi besar.
Banyak hal-hal sepele yang seharusnya bisa kita maklumi malah dipermasalahkan. Terkadang kita semua lupa bahwa ada hal-hal yang lebih penting ketimbang mencari celah kekuarangan saudara kita sendiri. Perbedaan pandangan serta pilihan itu biasa, tapi sering kali kita lebih meloloskan amarah ketimbang pemakluman, seolah persahabatan dan persaudaraan kita ini tak ada artinya.
Semangat Waisak tahun ini kembali menyadarkan kita bahwa kita semua bersaudara dan itu menjadi sumber kekuatan dan keutuhan bangsa. Dengan dasar itulah bangsa kita bisa utuh dan bersatu. Meletakkan segala perbedaan, menuju kepada kesatuan.