Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kim Ji Young dan Teguran untuk Para Suami yang Gemar Membantu Istri di Dapur

28 Februari 2020   17:25 Diperbarui: 2 Maret 2020   16:55 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ditanya film apa yang "saya banget" pastilah saya jawab Kim Ji Young, Born 1982. Saya menangis melihat setiap adegan dalam film tersebut. Serius.

Film ini mewakili suara-suara dan keresahan Ibu rumah tangga yang sejauh ini hanya bisa kami pendam dalam busa-busa cucian.

Salah satu adegan yang membuat baper adalah ketika di rumah mertua, suami Ji Young membantunya mencuci piring. Maksud suaminya baik, ia paham Ji Young sudah sangat lelah mengurus rumah dan anak. Ia ingin sekadar meringankan sedikit saja beban istrinya.

Melihat suaminya menyentuh piring kotor, Ji Young sontak melarang dan mencoba mengambil alih segera. Tepat saat itu terjadi, Ibu mertuanya menyeletuk, melontarkan sindiran betapa beruntungnya wanita yang mendapat putranya yang sangat rajin cuci piring.

Mendengar itu Kim Ji Young merasa tak enak hati.

"Kalau di rumah, saya yang mengerjakan kok Bu.." ujarnya berusaha membela diri.

Dan ibu mertuanya membalas, "Aku kan tidak bicara tentang kamu, aku cuma memuji putraku."

Ahahaha... kalau saya jadi Ji Young rasanya ingin mati saja di bawah pohon terong! Laki-laki memang kurang sensitif bahkan cenderung polos terhadap hal-hal seperti itu.

Rupanya tidak semua orang tua berpikir open minded dan berfaham modern. Hal seperti tadi juga banyak terjadi di Indonesia. Apalagi di Jawa yang mayoritas masyarakatnya masih menjunjung tinggi adat istiadat.

Jika teman-teman pernah menonton film Kartini versi Dian Sastro, pasti punya gambaran betapa beratnya menjadi perempuan Jawa jaman dulu.  Kalau matur (berkata) harus jalan sembari nyembah. Ruang geraknya juga terbatas, hanya di kasur dan di dapur, pendapatnya pun tidak pernah dihitung.

Kebalikannya, laki-laki jadul di jawa sangat dijunjung, diajeni (dihormati), makan - minum dilayani, berkata tidak boleh dibantah dan kalau berpendapat selalu benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun