Sabtu, 4 Januari pasar Tanah Abang mulai terlihat ramai, sementara itu kali Ciliwung terlihat tenang dan surut. 3 hari sebelumnya, aktivitas di pasar yang disebut-sebut sebagai pusat tekstil terbesar se Asia Tenggara tersebut meredup.Â
Penyebabnya tak lain adalah karena banjir besar yang merendam beberapa titik di sekitaran pasar, tak terkecuali stasiun Tanah Abang.
Kerugiannya tentu miliaran. Berkaca dari peristiwa kerusuhan 22 Mei lalu di mana media beramai-ramai menerka berapa kerugian per hari jika pasar Tanah Abang berhenti operasi -salah satunya kompas.com yang menyebut kerugian berkisar antara 37,5 - 50 miliar per hari.
Kita bisa memprediksikan bahwa banjir awal tahun ini menyebabkan kerugian nominal dengan jumlah yang kurang lebih sama, bahkan lebih.
Mengapa lebih? Beberapa pedagang langganan, mengaku tokonya tutup selama 2 hari yaitu tanggal 1 dan 2 dan beberapa pedagang yang lain mengaku buka pas tanggal 2 namun sepi pembeli.Â
Bisa dikatakan, napas raksasa Asia Tenggara tersebut terengah-engah dan kehilangan omzet ratusan miliar selama 2 hari.
Saya sendiri menaksir angka kerugiannya lebih dari itu. Media menggunakan taksiran omzet kurang lebih untuk satu toko adalah 2 juta per hari. Sementara untuk toko online kecil seperti saya saja bisa menghabiskan 1 juta untuk satu kali berbelanja hanya pada satu toko.
Tertutupnya akses utama jalur transportasi KRL Commuter Line menyebabkan pedagang dan pembeli kesulitan mencapai pasar. Â
Aktivitas baru bisa dikatakan berangsur kembali normal pada hari ketiga, meski tak bisa dikatakan telah pulih total.Â