Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Bersosial Media, Berpikir Dahulu Bertindak Kemudian

7 November 2018   12:38 Diperbarui: 7 November 2018   14:45 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Selasa 6 November, Divisi Humas Polri melalui akun facebook mengumumkan penangkapan sejumlah orang penyebar hoax kasus penculikan anak dan Lion Air JT610.

Rupanya banyak masyarakat belum jera atau mungkin malah "belum sadar" bahwa apa yang mereka lakukan adalah bentuk dari pembohongan publik.

Memosting dan mensharing berita di  media sosial memang mudah, murah, cepat dan nikmat. Caranya hanya sebatas mengeklik tombol "SHARE" lalu klik "OK", atau sesusah-susahnya hanya sebatas  mengeluarkan isi kepala, menggerakkan dua jempol lalu Klik "SHARE".

Semudah itu.

Hasrat dan emosi tersampaikan, dan kita pun melanjutkan aktivitas secara normal.

Saya kira banyak masyarakat sudah beranjak ke era  media sosial, bereuforia menggunakannya tapi sayangnya, tak tahu makna dan efek lanjutannya.

Dengan kebebasan akses informasi seperti saat ini, orang dengan mudah membaca tulisan kita dan dengan mudah pula menyebarkannya kembali.

Artinya, ketika kita mengeshare suatu informasi bohong , katakanlah di instagram, dan jumlah followers instagramnya adalah sebanyak 12K (dua belas ribu orang)  sadar atau tidak sadar, kita sedang melakukan pembohongan terhadap 12 ribu orang tersebut.

Belum lagi jika akun tersebut tidak di private, yang artinya akun-akun di luar 12 ribu tadi, juga bebas berkeliaran mengakses dan membacanya. Belum lagi platform lain seperti facebook, twitter, atau aplikasi chat whatsap di mana kebanyakan isinya akan di repost ke grup - grup  lain yang tentunya menambah jumlah pembaca.

Dan sadarkah kita bahwa 12 ribu kepala atau lebih tadi memiliki karakter dan pemikiran yang berbeda-beda? Bayangkan kekacauan yang timbul akibat dari perbedaan 12 ribu lebih isi kepala tersebut! Mulailah sadar bahwa kekacauan itu adalah kita yang buat!

Memang mungkin pada saat memosting,  kita sedang berbaring riang dan malas-malasan di ranjang dengan muka bantal dan bercelana  kolor. Kita tengah bersantai dan berpikir bahwa  memosting juga adalah kegiatan yang ringan dan santai, tanpa berpikir siapa, berapa banyak dan ke mana postingan akan bermuara.

Pernahkah  berpikir  dan berhenti sejenak sebelum mengeklik tombol "SHARE"? atau setidaknya berkata kepada diri sendiri "Saya akan mengeshare  ini yang kemungkinan terbesar akan dibaca sebanyak 12ribu orang bahkan lebih, dan kemungkinan dari 12ribu tersebut akan ada 5ribu orang mengeshare kembali kepada followers mereka yang jumlahnya lebih besar. Saya terima konsekuensi dari apa yang setelah ini saya lakukan!"

Saya yakin kita tidak berpikir begitu sebelum melakukanya. Berpikir hal-hal seperti itu hanya akan membuat kita menjadi lebih bijak dan mengkaji ulang apa-apa yang akan kita sampaikan apakah sudah benar ataukah salah.

Hal ini tentu bukan hanya soal hoax semata, hate speech, dan bullying juga menempati posisi yang sama. Rupanya tidak setiap orang benar-benar tahu apa itu era bermedia sosial. Ibarat pabrik, mereka hanya tau membuat produk tanpa peduli imbas dari si pemakai produk yaitu konsumen. Inilah yang saya sebut dengan kadar bijak masyarakat dalam menggunakan sosial media masih rendah.

Kita menolak saat diberi produk jelek, abal-abal bahkan membahayakan tapi kita tidak menolak memberi informasi hoax, tidak bermanfaat, melakukan hate speech dan bullying. Kita tidak memikirkan hak pembaca untuk menerima informasi yang benar dan bermanfaat. Artinya, kita adalah produsen yang membuat produk seenak udel kita tanpa memikirkan kelangsungan hidup konsumen.

Sadarlah bahwa kita sudah berada di era daring dan bukan jaman Majapahit di mana saat anda menyampaikan kabar bohong yang tertipu hanya si penerima dan segelintir orang yang mungkin lewat di sebelahnya saja?!

Mari kita sambut era daring ini dengan penuh kesadaran, bukan keadaan setengah tidur di mana jempol bisa bergerak lincah tanpa menggunakan pikiran!

Seiring dengan maraknya isu Pilpres 2019 mari dibarengi dengan peningkatan kadar bijak bersosial media dan salah satu ciri orang bijak adalah berpikir dulu sebelum bertindak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun