Di era modern dan zaman yang serba canggih, semua orang bebas dalam menggunakan media sosial. Baik masyarakat kalangan muda maupun kalangan tua semuanya berkecimpung dalam pengaplikasian media sosial. Jangankan usia, perbedaan strata ekonomi pun tidak mempengaruhi kecenderungan masyarakat dalam menggunakan media sosial. Ditambah dengan keadaan pandemi Covid-19 yang membatasi aktivitas sehari-hari juga bebasnya masyarakat dalam bermedia menjadikan penggunaan media sosial melonjak tinggi. Menurut data yang dirilis oleh situs www.beritasatu.com bahwa hingga Januari pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta jiwa. Mengutip dari Data Reportal, Senin(15/2/2021), jumlah tersebut meningkat sebanyak 72 juta atau 16 persen dibanding tahun sebelumnya.Dengan demikian kontrol daripada media sosial tidak begitu terarah yang mengakibatkan banyaknya penyimpangan dalam etika bermedia seperti penyebaran berita yang notabennya belum memiliki kepastian yang jelas atau biasa disebut dengan berita hoax.
Menurut KBBI, hoax memiliki makna : “tipuan, cerita bohong, berita tak bersumber, dan ketidak benaran suatu informasi”. Sedangkan berita hoax adalah peristiwa yang dilebih-lebihkan atau dihilangkan pada bagian tertentu. Misal tulisan tidak sesuai dengan gambar. Judul tidak sesuai dengan isi. Bahkan bisa juga berita yang sudah lama dimuat kembali seolah-olah berita tersebut baru. Tak hanya itu, untuk mendukung ramainya berita yang dimuat ulang, si pelaku bisa saja menyertakan foto yang terkait guna menarik perhatian dan meyakinkan publik.
Penyimpangan dalam bermedia memang sudah tidak asing terdengar oleh telinga. Namun parahnya, semakin hari penyimpangan tersebut bukan semakin menurun malah semakin menjadi-jadi. Misalnya, kasus baru-baru ini. Maraknya berita hoaks yang mengangkat isu tentang kabar meninggalnya Ustadz Zacky Mirza. Berita tersebut mengungkap meninggalnya Ustadz Zacky Mirza yang diduga terjangkit virus Corona membuat warga berdatangan menuju masjid orang tua Ustadz Zacky untuk melayat. Sang Istri pun kaget dan menyangkal berita tersebut dengan mengunggah foto terkait hasil SWAB PCR Ustadz Zacky yang menunjukkan hasil negatif. Istri Ustadz Zacky juga mengabarkan bahwa Ustadz Zacky baik-baik saja dan berita tersebut tidak benar.
Mengetahui hal itu (banyaknya hoax) pemerintah memiliki inisiatif untuk menangani kasus penyebaran berita-berita bohong. Kemudian, pemerintah menerbitkan Undang-Undang ITE nomor 11 tahun 2008 sebagai sarana untuk lebih meningkatkan kewaspadaan masyarakat dalam menyebarkan suatu berita dalam media sosial. UU ITE (Undang-undang informasi dan Transaksi Elektronik) adalah UU yang mengatur tentang segala informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. Yang mana dalam UU ITE mengatur tentang peringatan tegas kepada para pelaku penyebaran berita bohong.
Berbicara tentang media massa maka tidak akan terlepas dengan di pergunakannya teori hypodermik jarum suntik. Teori ini mengasumsikan bahwa komponen komunikasi (komunikator, pesan , media) sangat perkasa dalam perannya untuk memberikan pengaruh dalam suatu rangkaian komunikasi. Hal tersebut sejalan dengan pengertian dari teori stimulus-response (S-R) yang mekanismenya sering di gunakan dalam penelitian psikologi pada kisaran tahun 1930 dan 1940. Teori S-R sendiri mengajarkan bahwa setiap stimulus akan menghasilkan respons secara spontan dan otomatis seperti gerak refleks. Hal tersebut sangat mungkin terjadi oleh media massa. Media massa sendiri memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap penggunanya, sebab apa pun yang di tampilkan media massa bisa dengan mudah di tangkap oleh audien dan mereka akan merespons cepat sehingga hal tersebut mempengaruhi keseharian dan perilaku dari audien. Berkaitan dengan hal tersebut bahwa melihat media massa dari sudut pandang teori hypodermik jarum suntik akan sangat berbahaya jika banyak informasi informasi bohong yang ada di media massa. Hal tersebut bisa berakibat fatal terhadap respons dari audien , dan menyebabkan tindakan yang tidak benar terjadi oleh audien yang ketika mereka menggunakan media massa mereka mendapatkan informasi bohong (hoax) dan hal tersebut harus di antisipasi.
Dengan mengontrol diri untuk menjadi bijak dalam menggunakan sosial media, baik mengunggah maupun mengonsumsi unggahan akan mengurangi kasus penyebaran berita hoax. Mencari kebenaran berita dari berbagai sumber yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya dapat sebagai jembatan diri untuk dapat memilah informasi mana yang benar dan mana yang salah.
ditulis oleh Eka Shofariyah, Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang
penulis bisa dihubungi via Instagram @sophia.sophar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H