Mohon tunggu...
4429 Jenitha Leoni Puspitasari
4429 Jenitha Leoni Puspitasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jenitha leoni

Be better

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Jurnal Normatif Hukum

11 September 2023   10:20 Diperbarui: 11 September 2023   11:02 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama Reviewer : Jenitha Leoni Puspitasari (4429,22)

Nama Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge,S.H.,M.H

ARTIKEL 1

Teknologi komunikasi pada saat ini telah berkembang sangat pesat, Teknologi informasi merupakan alat yang digunakan manusia untuk mengalirkan informasi kepada manusia lain, teknologi informasi membantu menyelesaikan aktivitias sosial manusia secara efektif (Setiawan, 2018). Pemanfaatan teknologi tidak hanya berkisar pada jangkauan mendapatkan informasi atau berkomunikasi, namun juga mencakup perihal kemudahan finansial, yang selanjutnya disebut dengan Financial Technology (Fintech). Fintech memberikan kemudahan dalam bertransaksi di era terkini karena mempertimbangkan efisiensi waktu yang mana hal tersebut disukai oleh mayoritas masyarakat (Marisa, 2020).

Saat ini Masyarakat pada umumnya menginginkan sesuatu dengan cara yang instan dan cepat, maka dari itu fintech menjadi alternatif bagi orang-orang tersebut. Bidang dalam Financial Technology salah satunya adalah pinjaman tunai berbasis online, pinjaman tunai berbasis online ini dipermudah lagi dengan tidak adanya jaminan yang harus diberikan kepada pihak kreditur, disebut juga Kredit Tanpa Agunan (KTA), pengguna hanya memberikan jaminan identitas dan data diri berdasarkan Kartu Tanda Penduduk. Kredit yang dilakukan menggunaka basis Peer to Peer Landing (P2PL), yaitu penyelenggara pinjaman memfasilitasi hubungan antara kreditur dengan debitur yang dilakukan-secara online (Baihaqi, 2018).

Aplikasi terkait pinjaman online telah ada peraturan yang mengaturnya, yaitu POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjaman sebuah uang yang berbasis pada bidang teknologi lnformasi. Dalam penelitian ini membahas pinjaman online legal yang terdaftar dan berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Rumusan dalam penelitian ini adalah mempertanyakan bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah pinjaman online dan mempertanyakan bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melindungi nasabah pinjaman berbasis online.

  • Konsep/Teori dan Tujuan penelitian :

Konsep penelitian yang terdapat pada artikel/jurnal ini dengan mengetahui peraturan atau regulasi. perlindungan.hukum terhadap debitur pinjaman online dengan melakukan sistem pengawasan perusahaan berbasis finanasial teknologi

Tujuan penelitian pada artikel ini yaitu mengetahui peran Otoritas Jasa Keuangan dan juga peran hukum dalam mencegah nasabah saat melakukan pinjaman online sehingga hak nasabah dapat terlaksana dengan baik serta membantu lebih banyak orang memahami cara memilih layanan pinjaman online yang lebih jelas.

  • Metode penelitian :

Obyek Penelitian :

Obyek penelitian pada artikel ini menggunakan obyek penelitian sistematika hukum dimana pada artikel tersebut menerangkan peran OJK yang merupakan kewajiban untuk mencegah adanya penyalahgunaan dari penyelenggara pinjaman berbasis online serta menghubungkan hal tersebut dengan hukum yang berlaku. Aplikasi   terkait   pinjaman   online   telah   ada peraturan yang mengaturnya, yaitu POJK Nomor 77/POJK.01/2016   tentang   Layanan   Pinjaman sebuah   uang    yang   berbasis    pada    bidang teknologi  lnformasi

Pendekatan Penelitian: 

Penelitian ini menggunakan pendekatan Statute Approach dimana peneliti menelaah dan menganalisis peraturan mengenai Otoritas Jasa Keuangan dan regulasi lainnya yang sejalan. Penulis menelaah  secara meluas berdasarkan Undang-Undang     Dasar     Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 D Ayat (1) menyatakan bahwa setiap-orang-berhak atas pengakuan,  jaminan, perlindungan,   kepastian hukum  yang  adil,  serta  perlakuan  yang  sama  di depan hukum, berkaitan-dengan hak-hak kewarganegaraan, serta adanya sebuah sanksi bagiseseorang yang-melanggar . kemudia menelaah secara lebih spesifik pada POJK Nomor 77/POJK.01/2016   tentang   Layanan   Pinjaman sebuah    uang   yang    berbasis    pada    bidang teknologi  lnformasi

Jenis dan Sumber data penelitian: 

Mengumpulkan data sekunder yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer dimana mengaitkan secara hukum dengan perundang-undangan.  

Teknik Pengumpulan, Pengolahan data dan analisis data Penelitian : 

sebagaimana yang dikemukakan oleh Mukti Fajar dan YuliantoAchmad, bahwa Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normative dilakukan dengan studi Pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun tersier

  • Hasil penelitian dan pembahasan Analisis:

Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan Tindakan pencegahan kerugian bagi debitur dan Masyarakat, pernyataan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK dalam Pasal 28. Kewenangan OJK yaitu :

1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya.

2. Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatan apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan Masyarakat

3. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan

Salah satu peran OJK dalam implementasi perlindungan hukum bagi debitur salah satunya dengan cara menerbitkan peraturan OJK 77/POJk.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPMUBTI). OJK berwenang untuk mengenakan sanksi administratif terhadap penyelenggara pinjaman online yang merugikan konsumen dan masyarakat berupa: Peringatan tertulis; denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; pembatasan kegiatan usaha; pembekuan kegiatan usaha; pencabutan izin kegiatan usaha. Untuk pelanggaran yang memuat penyebaran data, illegal access, serta intimidasi dapat ditindaklanjuti melalui ranah hukum pidana dan melakukan pengaduan kepada Kepolisian Republik Indonesia.

  • Kelebihan dan kekurangan :

Kelebihan : 

Artikel ini dapat Meningkatkan kesadaran tentang potensi risiko yang dihadapi oleh debitur pinjaman online  seperti pelecehan verbal dan masalah keamanan data pribadi

Kekurangan :

Tidak adanya penjelasan tentang bagaimana cara nasabah meminta permohonan perlindungan pelayanan pinjaman berbasis online, Penelitian ini berfokus secara khusus pada peran OJK dalam memberikan perlindungan hukum bagi debitur pinjaman online, tanpa mempertimbangkan potensi pemangku kepentingan atau aspek permasalahan lainnya, Analisis mekanisme penegakan hukum yang tidak memadai: Meskipun penelitian menyebutkan bahwa pelanggaran dapat ditindaklanjuti melalui hukum pidana dan pengaduan kepada Kepolisian Republik Indonesia, namun tidak memberikan analisis rinci tentang efektivitas mekanisme ini dalam melindungi nasabah pinjaman online. Penulisan artikel/jurnal ini teratur dan sesuai dengan kaidah pembuatan penulisan, serta penggunaan bahasa pada jurnal ini bersifat baku dan sesuai dengan EYD Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

  • Saran : 

sebaiknya penulis menyertakan contoh atau studi kasus untuk menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh debitur pinjaman online dan bagaimana langkah-langkah perlindungan hukum dapat mengatasi masalah ini. Ini akan membuat artikel lebih relevan dan praktis bagi pembaca,Diskusikan peran pendidikan konsumen dan kesadaran dalam mencegah individu jatuh ke dalam perangkap pinjaman online ilegal. Hal ini dapat menyoroti pentingnya mempromosikan literasi keuangan dan praktik pinjaman yang bertanggung jawab.



ARTIKEL 2

  • Judul : Kajian Hukum Perubahan Fungsi Penggunaan Kawasan Hutan untuk Usaha Pertambangan
  • Nama Penulis Artikel: Muhammad Jufri Dewa, La Sensu, Muhammad Sabaruddin Sinapoy , Oheo Kaimuddin Haris, Guasman Tatawu, Muhammad Yunus Ganing
  • Nama Jurnal, Penerbit, Tahun : Halu Oleo : Legal Researsh Vol.5 Issue 1, April  (2023)
  • Link Artikel Jurnal : http://journal.uho.ac.id/index.php/holresch/article/view/222/124
  • Latar belakang :

Pemanfaatan sumber daya hutan di luar kegiatan kehutanan melalui jalur investasi salah satu alternatif dalam menunjang perekonomian negara. Pemerintah sebagai pemegang kuasa atas semua sumber daya alam (SDA) yang ada, harusnya mampu melakukan penguasaan dengan baik dalam konteks memiliki, memanfaatkan, mengolah, dan melindungi.

Pemanfaatan sumber daya alam terutama sektor pertambangan di dalam kawasan hutan sudah dipastikan merusak kondisi kawasan hutan. Mengingat usaha untuk mewujudkan kembali kondisi alam seperti semula membutuhkan waktu yang sangat lama,bahkan kondisi kawasan hutan tersebut belum tentu dapat kembali lagi sama seperti semula. Untuk itu maka diperlukan langkah yang tepat dalam pengelolaannya. Termasuk dalam konteks ini, dalam hal pemberian izin atas pengelolaan kawasan hutan, harus dilakukan dengan sangat selektif. Dalam hal pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan peraturan yang satu dengan yang lain seharusnya saling melengkapi dan saling mendukung, namun dalam implementasinya terkadang justru ada yang saling bertentangan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan usaha pertambangan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dengan pola pertambangan terbuka dan bawah tanah dan kawasan hutan lindung dengan pola pertambangan bawah tanah tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.

Instrumen hukum perubahan fungsi Kawasan hutan untuk usaha pertambangan, dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan dengan melalui pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan oleh Menteri dengan mempertimbangkan Batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Sedangkan dalam Pasal 19 ayat (1), disebutkan "perubahan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu". Namun, perubahan fungsi kawasan hutan tentu tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Perubahan fungsi kawasan hutan ini berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, maka harus ditetapkan oleh pemerintahdan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dampak penting dan cakupan yang luas serta nilai strategis ini mengakibatkan perubahan yang sangat berpengaruh terhadap kondisi biofisik seperti perubahan iklim, ekosistem, dan gangguan tata air serta adanya dampak sosial masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dan yang akan datang

  • Konsep/Teori dan Tujuan penelitian :

Konsep penelitian artikel ini adalah untuk menganalisis perubahan pemanfaatan kawasan hutan untuk usaha pertambangan di Indonesia dari perspektif hukum. 

Tujuan untuk memberikan tinjauan hukum terhadap perubahan penggunaan kawasan hutan untuk usaha pertambangan dan berkontribusi pada pemahaman kerangka hukum yang mengatur kegiatan tersebut di Indonesia

  • Metode penelitian :

Obyek Penelitian :

pendekatan melalui sistematik hukum, dimana peneliti tidak meninjau peraturan perundang-undangan dari sudut penyusunan secara teknis tetapi yang ditelaah adalah pengertian dasar dari system hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

Pendekatan Penelitian: 

statute Approach atau pendekatan perundang-undangan dan konseptual, yang mencari kebenaran pragmatik berdasarkan kesesuaian antara yang ditelaah dengan aturan yang berlaku. Studi ini menganalisis instrumen hukum terkait penggunaan kawasan hutan untuk usaha pertambangan, termasuk pengendalian penggunaan kawasan hutan, prosedur untuk meminta persetujuan, dan sanksi administratif

Jenis dan Sumber data penelitian: 

menggunakan bahan hukum primer berupa perundang-undangan

Teknik Pengumpulan, Pengolahan data dan analisis data Penelitian:

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, bahkan tidak jarang mengidentikkan penelitian hukum dengan penelitian hukum normatif, dan lazim pula disebut dengan istilah yaitu penelitian hukum doktrinal dan penelitian hukum dogmatik.

  • Hasil penelitian dan pembahasan Analisis:

Hasil dari penelitian tersebut yaitu perubahan kawasan hutan dalam penggunaannya harus memperhatikan prinsip keberlanjutan fungsi hutan dan asas tanggung jawab negara dalam penguasaan sumber daya alam, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam konteks pertambangan mineral dan batu bara, sumber daya alam yang tak terbarukan tersebut dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, dan pemerintah pusat memiliki kewenangan pengelolaan perubahan kawasan hutan untuk pertambangan. Untuk mengendalikan penggunaan kawasan hutan dalam kegiatan pertambangan, terdapat instrumen hukum berupa pengendalian, persetujuan, dan sanksi administrasi yang diatur dalam beberapa peraturan, seperti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, serta Penggunaan Kawasan Hutan. Namun, perubahan fungsi kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi dan hutan lindung.

  • Kelebihan dan kekurangan :

Kelebihan : 

Sudah memaparkan secara jelas latar belakang dari permasalahan Perubahan Fungsi Penggunaan Kawasan Hutan untuk Usaha Pertambangan, Menggali dasar konstitusional untuk perubahan fungsi kawasan hutan dan tanggung jawab negara dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.

Kekurangan :

Masih terdapat kata yang rumpang, Halaman pada jurnal/artikel tidak sesuai

  • Saran: 

Penulis dapat mempertimbangkan untuk memberikan analisis yang lebih komprehensif tentang instrumen hukum yang terkait dengan penggunaan kawasan hutan untuk bisnis pertambangan, termasuk penjelasan rinci tentang prosedur untuk meminta persetujuan dan sanksi administratif untuk ketidakpatuhan. Hal ini akan meningkatkan pemahaman tentang kerangka peraturan seputar penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan

penulis dapat mempertimbangkan untuk membahas solusi potensial atau rekomendasi untuk meningkatkan pengelolaan kawasan hutan untuk usaha pertambangan, dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan. Ini akan berkontribusi pada relevansi praktis studi dan memberikan panduan bagi pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam sektor pertambangan


ARTIKEL 3

  • Judul : Peran Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pencegahan Transaksi Keuangan Mencurigakan Pada Sektor Perbankan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
  • Nama Penulis Artikel : Yulianti
  • Nama Jurnal, Penerbit, Tahun : Jurnal  Morality : Jurnal Ilmu Hukum Volume 9, No.1  2023
  • Link Artikel Jurnal : https://jurnal.upgriplk.ac.id/index.php/morality/article/view/333/196
  • Latar Belakang :

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan implementasi dari Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dipersyaratkan pembentukan suatu lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang baru dan independen yang dibentuk dengan Undang-Undang. Dengan adanya OJK maka pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan mengalami perubahan yang sangat fundamental. Pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan non-bank dan pasar modal yang sebelumnya dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, di dalam pasal 1 ayat 1 Undang Undang Nomor 21 tahun 2011 adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Dalam pasal 7 huruf C angka 3 wewenang OJK adalah pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang. Dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dalam pasal 1 ayat 5 Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah:

1. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang        bersangkutan;

2. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;

3. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau

4. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

  • Konsep/Teori dan Tujuan penelitian : 

Tujuan penelitian ini mengkaji peran otoritas jasa keuangan terhadap pencegahan transaksi keuangan mencurigakan pada sektor perbankan, mengkaji kendala yang di hadapi OJK dalam pengawasan terhadap pencegahan transaksi keuangan mencurigakan pada sektor perbankan dan upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan terhadap pencegahan transaksi keuangan mencurigakan di sektor Perbankan

  • Metode penelitian :

Obyek Penelitian :

Menggunakan penelitian sistematika hukum. Sesuai dengan amanat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dipersyaratkan pembentukan suatu lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang baru dan independen yang dibentuk dengan Undang-Undang. Sebagai perwujudan pasal tersebut, dibentuklah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Handayani & Abubakar, 2018).

Pendekatan Penelitian:

Pendekatan perundang-undangan  yang menelaah undang-undang nomor 21 tahun 2011 tentang otoritas jasa keuangan

Jenis dan Sumber data penelitian:

Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Hukum NormatifEmpiris yaitu Metode penelitian hukum yang pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris karena pada artikel ini berbicara bagaimana hukumyang dikonsepkan sebagai perilaku nyata sebuah gejala social , dan bagaimana bekerjanya hukum terkait peran OJK agar dapat melakukan pencegahan transaksi yang mencurigakan pada sektor perbankan.

Teknik Pengumpulan, Pengolahan data dan analisis data Penelitian:

Teknik pengumpulan data  melalui Studi dokumen/pustaka merupakan kegiatan mengkaji informasi tertulis mengenai hukum dari berbagai sumber, dipublikasikan secara luas atau tidak dipublikasi. . sumber hukum yang menjadi acuan adalah UU nomor 21 tahun 2011 tentang otoritas jasa keuangan kemudiam  diolah secara sistematis  dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan proses penafsiran  agar mendapatkan kejelasan dan hubungannya antara satu dan lainnya.

  • Hasil penelitian :

OJK berperan dalam mencegah transaksi keuangan mencurigakan dengan beberapa cara, salah satunya melakukan pengawasan penerapan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme (APU PTT) bagi penyelenggara Jasa Keuangan (PJK) dengan 3 aktivitas utama yaitu:

1. pengawasan offsite

pengawas memantau efektivitas penerapan program APU PPT melalui analisis laporan atau dokumen terkait APU PPT yang wajib disampaikan oleh PJK kepada OJK dan memantau perkembangan rezim APU dan PPT melalui sumber informasi lainnya yang relevan. Dimana dokumen yang wajib disampaikan adalah: 1) Laporan rencana pengikinian data; 2) Laporan realisasi pengkinian data; 3) Laporan perubahan penyesuaian kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT serta pencegahan pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal.

2. pengawasan on site dan

pengawas melaksanakan pemeriksaan terhadap APU PPT, Pengawas melakukan penelitian, pengujian, dan analisis terhadap 5 (lima) pilar penerapan program APU PPT yaitu: 1) Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris; 2) Kebijakan dan prosedur; 3) Pengendalian internal; 4) Sistem informasi manajemen; dan 5) Sumber daya manusia dan pelatihan 

3. penilaian tingkat resiko 

Penilaian Tingkat Resiko Tindak Pidana Pencucian Uang dan Penilaian Tingkat Resiko Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Pemeriksaan berdasarkan risiko (risk-based examination) diawali dengan pemahaman Pengawas atas tingkat risiko TPPU, TPPT, dan pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal pada PJK terkait Nasabah, produk dan jasa, area geografis, dan jaringan distribus

Kemudian, Terdapat beberapa kendala yang dialami oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu masih lemahnya infrastruktur PJK dalam penerapan program APU PPT untuk mengetahui transaksi mencurigakan dan saling berkaitan dengan kualitas laporan yang ditujukan pada OJK, sejauh ini untuk mencegah transaksi keuangan yang mencurigakan OJK mengeluarkan beberapa kebijakan yang mengatur PJK dalammpenerapan program APU PPT

  • Kelebihan dan kekurangan :

Kelebihan : 

bahasa mudah di mengerti, model analisis sudah tepat, abstrak yang ditulis sudah menyeluruh

kekurangan : 

penulis tidak mencantumkan teori penelitian

  • Saran: sebaiknya penulis lebih mengembangkan materinya agar wawasan yang pembaca dapatkan lebih kuas


Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun