Mohon tunggu...
Hani Rosanti
Hani Rosanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Perbankan Syariah UIN Malang

Terbentur, Terbentur, Terbentuk !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jual Beli di Indomaret Tanpa Menggunakan Sighat, Bagaimana Islam Menyikapinya?

8 Juni 2021   10:44 Diperbarui: 8 Juni 2021   10:55 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu rukun jual beli adalah adanya sighat atau ijab qabul. Ijab qabul kerap diterapkan dari zaman dahulu yang biasanya banyak ditemui di pasar tradisional. 

Namun, pada era saat ini banyak sekali ditemui transaksi jual beli tanpa adanya sighat atau ijab qabul, seperti hanlnya proses jual beli di Indomaret. Lalu, bagaimana Islam meyikapi hal ini?

Bai'ul Mu'athoh adalah kesepakatan antara dua orang yang saling akad untuk keputusan harga dan barangnya, dimana hal ini terjadi tanpa ada ucapan ijab (penyerahan) dan qobul (penerimaan). 

Jual beli seperti itu disahkan oleh mayoritas Ulama. Dengan alasan karena jual beli itu bisa sah sebab adanya hal yang berpotensi kerelaan dengan adanya barter kepemilikan pada harta benda. Entah itu dengan sighat/lafad yang diungkapkan untuk kehendak itu secara jelas, atau apapun yang menunjukkan keridhloan secara umum selagi hal ini tidak berbenturan dengan nash yang telah disebutkan Syariat. Maka, jual beli bisa sah dengan adanya lafad dan isyarah ataupun selain kedua tersebut selagi tujuan untuk jual beli saling rela bisa tercapai. Selanjutnya, lafad-lafad yang diucapkan untuk akad jual beli kembali lagi pada adat setiap daerah masing-masing. Namun, dikalangan Ulama Syafi'I jual beli mu'athoh ini tidak disahkan karena tidak adanya ucapan ijab qobul didalam akadnya, bahkan dalam beberapa konsep muamalah seperti akad sewa, akad gadai, hibbah dan lain lain. Karena penamaan jual beli mu'athoh ini tidak terjadi, dan tidak adanya kesempurnaaan petunjuk yang jelas yang menunjukkan akan keridhloan (antara pelaku akad) secara syariat dan jual beli tentu tergantung pada keridloan,hal ini sesuai dengan firman allah yang berbunyi :

{ } [:29/ 4]

Dan sabda Rasulullah S.A.W. yang berbunyi :

Sedangkan ridlo/rela ini adalah sesuatu yang samar yang kemudian dijadikan sebagai ketergantungan sebuah hukum dan hal itu berupa shighot/pelafazdan (dalam jual beli). Sebagian ulama' Syafi'iyyah memperbolehkan terjadinya Bai'ul Mu'athoh seperti Ibnu Suroij dan Imam Al-Rouyani pada hal hal yang di anggap tidak berharga yang memang harus berlaku menjadi Mu'athoh. Sebagian ulama berkata : "Setiap orang yang sudah diketahui  dengan jual belinya maka bolehlah dia melakukan bai'ul mu'athoh, seperti orang buta ataupun pedagang. Namun barang siapa yang tidak diketahui akan hal itu,maka jual beli tidak akan sah kecuali dengan adanya pelafalan (ijab qobul)". Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu'nya : "Adapun ketika seseorang itu mengambil barang dari seorang penjual dan telah terjadi perhitungan antara keduanya setelah adanya jeda waktu dan barangnya diberikan maka hal ini tentu tidak diperbolehkan. Karena hal itu bukan jual beli yang menggunakan lafad ataupun serah terima. Namun imam Nawawi mensahkan bai'ul Mu'athoh ini, bahkan beliau berkata bahwa " qoul yang dipilih dan qoul yang unggul secara dalil adalah sahnya Mu'athoh
[Wahbah Al-Zuhaili, Fiqh Islami Wa Adillatu Lizuhaili, 5/3495].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun