Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak, Walaupun lawan bicaranya justru berada di sampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?” “Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi.” Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apa pun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian? “Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan.” Kedalaman pemahaman seseorang tentang agama, akan sangat membantu dalam mengelola marah. Saat marah ia akan teringat kepada Rabbnya. Akalnya akan berpikir, apakah marahnya marah yang benar atau hanya sekadar pelampiasan gharizah baqa’ atau naluri untuk mempertahankan diri semata. Ada kisah menarik yang berhubungan dengan marah. Suatu ketika Imam Ali berhasil membuat musuh terjengkang. Saat itu Imam Ali sudah menghunus pedangnya untuk membunuh musuhnya. Namun tiba-tiba sang musuh meludahi wajahnya. Imam Ali tidak jadi membunuh musuhnya lalu berlalu begitu saja. Sang musuh heran dan bertanya-tanya, “Wahai Ali, mengapa engkau tidak membunuhku?” Imam Ali kemudian menjawab, “Aku tidak membunuhmu karena aku takut bukan membunuhmu karena Allah, melainkan karena ludahmu yang membuat aku marah” Yang jelas, pada saat marah menguasai seseorang, maka akan terjadi ketidakseimbangan pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk berpikir sehat. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan perannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya. Ada beberapa alasan mengapa seseorang dianggap penting untuk mengendalikan marah dalam kehidupan kesehariannya.
- marah menyebabkan tercela. Timbulnya sikap marah, biasanya akan melahirkan suatu perasaan menyesal setelah marahnya berhenti. Dr. Mardin menguraikan, seseorang yang sedang marah, apa pun alasannya akan menyadari ketidakberartian hal itu segera setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta maaf kepada mereka yang telah ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang dikatakan Imam Ja’far Ash-Shadiq, yaitu “Hindarilah amarah, karena hal itu akan menyebabkan kamu tercela.”
- Marah dapat membinasakan hati. Marah itu tidak lain merupakan salah satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri secara keseluruhan. Imam Ja’far Ash-Shadiq berkata, “Amarah membinasakan hati dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia tidak akan dapat mengendalikan pikirannya.”
- Marah dapat mengubah fungsi organ tubuh. Berkait dengan ini, Dr. Mann menyebutkan berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah mengungkapkan adanya berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh darah, perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.
- Marah akan “mempercepat” kematian. Amarah yang terjadi pada seseorang akan memengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut para ahli kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali pernah berkata,“Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan mempercepat kematian.” apabila Anda sedang marah maka hendaklah membaca “ta’awwudz” (memohon perlindungan) kepada Allah SWT, sebab pada hakikatnya perasaan marah yang tidak terkendali adalah dorongan setan. Nabi saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antaramu marah maka katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Allah’, maka marahnya akan menjadi reda”. Apabila Anda sedang marah maka berusahalah untuk diam atau tidak banyak bicara, sebagaimana sabda Nabi saww., “Apabila salah seorang di antara kamu marah maka diamlah.” Dan apabila Anda sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, bila duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi saww., “Marah itu dari setan, maka apabila salah seorang di antaramu marah dalam keadaan berdiri duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk maka berbaringlah.” Namun apabila upaya ta’awwudz, diam, duduk, dan berbaring tidak mampu mengendalikan amarah Anda, maka upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah dengan cara berwudu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi saww., “Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di antaramu marah maka berwudulah atau mandilah.”
Imam Ali, “Ada kalanya perang terjadi karena satu kalimat, dan ada kalanya pula cinta tertanam karena pandangan sekilas” ***Andiemil43fr***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H