Mohon tunggu...
Zainal A. Latar
Zainal A. Latar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

selalu sederhana, dan menginginkan banyak teman..menulis untuk kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

“Parpol Islam” Bisakah Menang?

5 April 2014   14:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:03 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjelang hajatan besar pemilihan legislative (pileg) yang tinggal beberapa hari lagi dan pilpres mendatang semua partai politik beradu strategi dan taktik dalam meraup dukungan sebanyak mungkin dari rakyat untuk perebutan kursi parlemen maupun presiden nantinya. Partai-partai politik mulai dari yang kecil, menengah sampai kelas atas berbondong-bondong melakukan manuver politik guna meyakinkan pemilih agar percaya dan mau memilih mereka.

Di Indonesia berdasarkan ideologinya mungkin kita bisa memilah parpol menjadi dua mainstream ideology yaitu parpol yang berideologi pancasila seperti Golkar, Demokrat, PDIP, Gerindra, Hanura, dan Nasdem. Sedangkan parpol yang berideologi agama seperti PPP, PBB,PKS dan parpol yg didirikan oleh tokoh Islam seperti PKB dan PAN. Terkait dengan sejarah perjalanannya parpol Islam pernah berjaya di era 50-an namun setelah itu partai Islam selalu mengalami kekalahan sampai pada era reformasi ini.

Matinya Semangat Politik Islam

Semua kita patut bertanya-tanya apa gerangan kekalahan demi kekalahan yang dialami parpol Islam sementara jumlah penduduk Indonesia adalah mayoritas Islam. Kondisi ini disatu sisi membuat kita miris namun disisi lain menjadi sebuah kajian akademik yang sangat menarik kenapa bisa disuatu Negara yang mayoritas penduduknyaberagama Islam namun partai Islamnya selalu mengalami kekalahan disetiap pemilu.

Mungkin karena saking banyaknya partai Islam membuat pilihan-pilihan politik rakyat terutama umat Islam menjadi terpecah, ataukah partai Islam kini hanya menjadikan Islam sebagai ideology partai tapi minim aktualisasi, artinya bahwa Islam hanya sebagai symbol dan tidak dibumikan secara baik dalam konteks kekinian. Berikutnya saluran terkait gagasan-gagasan Islam inklusif kurang mendapat tempat yang baik membuat warna Islam masih terkesan esklusif dibeberapa parpol Islam. Kondisi ini membuat parpol Islam seperti tidak memiliki konsep modernitas sehingga sedikit berlawanan dengan mainstream masyarakat Islam Indonesia yang semakin kesini semakin menunjukkan pola-pola kehidupan modernisnya.

Kondisi lain yang juga sangat telak menggerus elektabilitas parpol Islam adalah parpol Islam kurang berpegang teguh pada prinsip amr ma’ruf nahi munkar yang menjadi salah satu cita-cita Islam, bahwa mendirikan yang hak dan mencegah yang munkar harus menjadi panglima dalam kehidupan social politik sehingga perjuangan politiknya jelas mana yang hendak dilawan dan mana yang harus ditegakkan. Realitanya parpol Islam kini sebagian malah meninggalkan yang ma’ruf dan menjalankan yang munkar, sebut saja kasus korupsi yang melilit beberapa petinggi parpol Islam. Nah, disinilah letak kelemahan perjuangan politik parpol Islam kini. Semangat Islam politik yang cenderung meninggalkan idiom-idiom Islam yang penuh dengan semangat perlawanan terhadap segala bentuk penindasan baik social, ekonomi, politik dan budaya membuatnya kehilangan daya tarik konstituen sehingga menyebabkan lemahnya dukungan pada pemilu. Tokoh-tokoh parpol Islam juga lebih menonjolkan kehidupan social yang jauh dari realita kehidupan masyarakat, seperti kepemilikan harta kekayaan yang melimpah yaitu rumah mewah, mobil mewah dalam jumlah banyak, yang kesemuanya itu menunjukkan disparitas antara mereka dan umat Islam. Sedangkan dalam Islam sendiri tidak menghendaki umatnya melakukan penumpukkan harta yang berlebihan.

Lemahnya Figuritas Partai

Lemahnya figuritas dalam parpol Islam juga merupakan factor lain yang menghambat berkembangnya parpol Islam, ini bisa dibuktikan dengan tidak terlalu di idolakannya tokoh-tokoh parpol Islam dibandingkan parpol nasionalis. Dalam beberapa survey konsultan politik juga mengindikasikan hal ini dimana tokoh-tokoh parpol Islam tidak memiliki elektabilitas dan tingkat pengenalan yang tinggi. Berbeda dengan era 50an-60an dimana tokoh-tokoh partai Islam menjadi idola umat, sebut saja diantaranya H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, M. Natsir dan lainnya.

Penulis melihatnya bahwa ketokohan petinggi-petinggi parpol Islam zaman dulu dengan sekarang letak perbedaannya yang paling menonjol adalah pada bagaimana membumikan gagasan-gagasan besar terkait ide ke-bangsaan, ke-Indonesian dan ke-Islaman kala itu yang dibandingkan dengan tokoh-tokoh parpol Islam kini hampir atau bahkan tidak memilikinya.Seperti terutama Masyumi yang kala itu menurut mendiang Nurcholish Madjid (Cak Nur) dalam cita-cita politik Islam-nya bahwa Masyumi memiliki tokoh-tokoh politik yang sanggup mengartikulasikan ide-ide demokrasinya dengan cara yang sangat baik. Dan juga menganut ideology social-politik modern yang inklusif sifatnya, dan yang karenanya memungkinkan tumbuhnya keserasian plural, suatu bentuk tatanan yang menjadi tuntutan situasi Indonesia (Madjid, 1999). Disisi lain tokoh parpol Islam dulu bukan semata menjadikan partai sebagai batu loncatan menuju kursi menteri, wapres bahkan presiden seperti yang sekarang marak terjadi pada tokoh parpol Islam dalam berebut kursi kekuasaan. Kalaupun toh itu yang terjadi bukan karena ambisi mereka semata tetapi lebih pada penghargaan atas ide-ide besar mereka terkait membangun konsepsi kebangsaan tadi.

Seperti yang telah disinggung diatas bahwa mungkin partai Islam kini terlalu menonjolkan ekslusifitasnya sehingga membuatnya stagnan pada komunitas masa tertentu atau kurang menunjukkan karakter inklusifitas yang penuh dengan keterbukaan dan memiliki nilai-nilai pluralisme serta semangat egalitarianisme dan juga dikarenakan tabiat korupsinya membuat parpol Islam kehilangan kepercayaan dari public.

Untuk itu sudah saatnya paradigm politik parpol Islam harus bergeser dari politik yang cenderung ekslusif dengan lebih menonjolkan ego-ego kelompok dalam aliran politik partainya ke arah politik yang lebih inklusif. Sehingga kemenangan parpol Islam itu adalah kemenangan sebuah ide, sebuah cita-cita bagi seluruh rakyat Indonesia bukan kemenangan sekelompok orang tertentu dalam parpol Islam tersebut.

Sekarang pertanyaan yang muncul kemudian bisakah partai Islam menang pada pemilu kali ini? Dengan berbagai fenomena dan dinamika politik yang terjadi selama ini? Hemat penulis sepertinya parpol Islam harus bekerja keras dan terus memberikan yang terbaik bagi rakyat kalau tidak maka sulit untuk berkesimpulan kalau saja parpol Islam bisa menang dipemilu ini. berharap dengan berbagai strategi dan kerja-kerja politik parpol Islam selama ini bisa membuahkan hasil signifikan dan membawa angin segar bagi kemenangan di pemilu kali ini. Semoga.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun