Mohon tunggu...
Wahyu adi wijaya
Wahyu adi wijaya Mohon Tunggu... swasta -

aku gila kadang waras

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

MOS (Menjadi Objek Senior)

28 Juli 2015   10:13 Diperbarui: 11 Agustus 2015   20:41 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-”Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalo ditekan, tetapi menindas kalo berkuasa. Mementingkan golongan, Ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi”- Soe Hok Gie

 

Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke kawan lama saya yang tinggal di Kelapa Dua, Tangerang. Saya merasa aneh ketika melihat atap ruang tamu teman saya dipenuhi dengan balon. Dan di lampu ruangan terdapat topi koran yang lengkap dengan topeng berkumis. Saya bertanya tentang keanehan tersebut kepada teman saya. Apakah hari itu teman saya berulang tahun atau tidak. Karena setahu saya dia anti dengan perayaan dalam bentuk apapun. Alhasil, saya mendapat jawabannya. Ternyata barang-barang tersebut milik adiknya yang akan memasuki bangku perkuliahan di suatu universitas. Barang-barang tersebut akan digunakan waktu pelaksanaan MOS (Masa Orientasi Sekolah). Dan yang lebih anehnya lagi adek teman saya diwajibkan membawa lipstik. Dalam hati saya perasaan adeknya berjenis kelamin laki-laki. Timbul pertanyaan lagi dalam hati saya. Apakah adeknya masuk sekolah kecantikan dan orientasi seksnya berubah?.

Setahun yang lalu ketika sedang makan Masakan Padang di kota kelahiran saya, saya melihat dan mendengar berita dari televisi bahwa acara MOS syarat dengan hal kekerasan, pemaksaan, pelecehan seksual, penghinaan, dan perendahan diri. Dengan kata lain hal tersebut terangkum dalam kata bullying. Seringkali mahasiwa baru atau siswa baru menjadi objek bullying oleh para seniornya. Salah satu contoh bullying dengan unsur pemaksaan dalam MOS adalah sebanyak 20 orang siswa SMA di Sekolah Al-kamal mengaku dipaksa untuk makan makanan basi oleh senior mereka. Sungguh ironis sekali kejadian tersebut. Pemaksaan tersebut bisa berujung kepada kematian. Jika makanan tersebut makanan basi yang telah beracun bisa merenggut nyawa siswa baru tersebut.

Kegiatan aneh-aneh dalam MOS tersebut tidak sepenuhnya karena ke-error-an otak seniornya, akan tetapi pihak sekolah yang tidak maksimall dalam mengawasi kegiatan MOS tersebut. Contoh lain adalah tewasnya Dwi Yanto mahasiswa Institut Teknologi Bandung di Gunung Batu Desa Pagerwangi Kecamatan Lembang. Yanto tewas akibat kegiatan MOS ilegal. Kegiatan MOS tersebut dilaksanakan tanpa sepengetahuan dari pihak kampus. Hal inilah sebenarnya yang sangat berbahaya karena dalam pelaksanaan MOS dilaksanakan oleh mahasiswa yang bisa dikatakan masih butuh pengawasan oleh pihak orang tua. Dimana pemikiran dan kedewasaan mahasiswa belum matang masih mengedepankan emosi daripada logika sehingga kegiatan MOS hanya untuk kegiatan ajang balas dendam dan kesenangan belaka oleh para senior.

Ada yang bilang hal-hal aneh seperti penganiayaan dan kekerasan oleh dalam MOS bertujuan untuk menumbuhkan rasa hormat dan takut kepada seniornya. Bapak saya pernah bilang bahwa hormat karena segan itu lebih baik dibanding hormat karena takut. Karena orang takut itu cuma hormat di depanmu, dia siap menusukmu kapan aja saat berada di belakangmu.

Sangat miris sekali jika melihat fakta-fakta MOS di sekolah-sekolah negeri ini. Banyak sekali fakta-fakta yang sangat menyeleweng dari hakikat MOS itu sendiri. Dimana MOS sendiri merupakan Orientasi untuk menentukan sikap (arah, tempat, dll) yang tepat dan benar. MOS juga merupakan penentuan pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atatu kecenderungan. Hakikat MOS sendiri sangat bernilai positif. MOS yang intinya adalah masa-masa pengenalan merupakan hal positif. Positif disini bermaksud dalam segala hal. Jadi mulai dari kegiatan sampai perlakuan senior kepada junior pun harusnya bernilai positif bukan hal-hal negatif seperti yang sudah-sudah.

Coba mari kita bandingkan dengan MOS yang dilakukan di sekolah-sekolah di luar negeri. Di beberapa negara selain Indonesia, MOS dilakukan dengan mengenalkan kampus mulai dari orang-orangnya sampai dengan infrastrukturnya. Terkadang diskusi mengenai current issue juga dilakukan agar merangsang mahasiswa baru agar lebih berpikir kritis. Diskusi seperti inilah yang lebih menguntungkan dimana bisa saling mengenal satu sama lain, bukan dengan hal jalan jongkok memakai topi koran dan satu permen diemut ramai-ramai.

Sebenarnya pihak yang mana sih yang harus bertanggung jawab dengan kegiatan MOS ini?. Semua pihak bertanggung jawab atas MOS ini mulai dari pihak universitas/sekolah, seniornya, dan bahkan siswa/Mahasiswa baru juga turut bertanggung jawab. Seperti perkataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Anies Baswedan mengatakan bahwa setiap terjadi hal-hal aneh yang melanggar hukum pada pelaksanaan MOS segera laporkan kepada pihak yang berwajib.

MOS adalah pengkaderan generasi yang membangun bangsa bukan generasi yang membangun dendam. MOS juga merupakan pencetakan subjek pembangun bangsa bukan menjadi objek para senior.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun