Mohon tunggu...
Hendra Josuf
Hendra Josuf Mohon Tunggu... lainnya -

Tamat ABA thn. 1978, kemudian mengajar bhs.Inggris di Surabaya, Jakarta dan Tangerang. Sekarang berdiam di New York City dan Fredericksburg, Virginia USA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suka Tidak Suka Tinggal di AS

3 Juni 2014   02:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:47 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doc;Answer.COM Amerika Serikat, atau yang  kita kenal  sebagai   a  Promising  Land, membuat  banyak pendatang legal maupun illegal menyerbu negri ini dengan membawa sejuta impian.Namun apa yang mereka impikan, atau cita2kan, ternyata tidak semudah yang mereka bayangkan. Pelan tapi nyata, mereka di hadapkan pada  beberapa hal  berbeda.The Promising Land, buat sebagian pendatang, ternyata benar, memuaskan, dan bersyukur, namun  tidak sedikit pula yang kecewa, meski sudah mapan dan berhasil menyandang kewarga negaraan  Amerika. Menurut siaran tv yang saya dengar, banyak  kaum immigrant ini telah  mengembalikan  kewarganegaraan USA  lalu kembali ke tanah air mereka atau memilih negara2 yang lebih enak ketimbang USA, seperti New Zealand, Singapura, dan Australia. Pada  kelompok pertama  yang menikmati  tingkat hidup sederhana, dan masih akan dapat memperbaiki status hidup mereka kedepan, umumnya berasal dari golongan menengah di Indonesia, seperti kaum pekerja kantor, pensiunan, ataupun pengusaha golongan menengah.Mereka  sudah terbiasa kerja telaten, dan   kalau sudah  terbiasa   dengan empat musim,  perlahan hasilnya  akan nampak,misalnya  memiliki barang2 mewah yang susah mereka dapatkan di negara kita.Apa yang dibutuhkan  AS   adalah pekerja2 jujur/keras, penurut, disiplin dan mau menerima.Beberapa persyaratan diatas umumnya sudah  kita penuhi.Sebagian besar bangsa  kita mau kerja lebih dengan bayaran  standard  asal  kebutuhan keluarga terjamin.Dan ini bisa  dipenuhi pemerintah AS.Negara ini pun butuh orang pintar, tapi persaingan  ketat  hingga  mereka  sukses masih dapat di hitung dengan jari.Kabar yang menggembirakan dari teman2 di New York  City adalah salah seorang  team dan berkedudukan  penting  di Washington DC, dipegang oleh seorang professor  Indonesia  lulusan Prancis  kelahiran kota manado. Disini, kita tak perlu heran kalau  seorang pelayan restauran punya mobil, rumah dua buah, satu dipakai, lainnya disewakan buat bayar cicilan bank.Sementara itu, anak-anak mereka  mengecap pendidikan tanpa bayar hingga di tingkat SMA, dan masih ada kemungkinan  buat  mereka menerima  bentuk tunjangan lainnya. Tapi  mengapa saya katakan  AS menyajikan dua hal yang  berbeda ?Penyebabnya  jaman keemasan AS telah sirna sejak di landa krisis moneter.Kondisi ekonomi yang belum pulih benar  bisa  kita lihat pada banyaknya toko2 yang berganti rupa/nama, ganti pemilik, karena tidak kuat  bertahan di landa krisis.Warga  AS makin ketat membelanjakan uang.Orang-orang yang  berdatangan  ke super market,di tempat kerja saya buat  nukar botol dengan uang tunai  banyak berkulit putih, pake mobil,dan ngantri lama  hanya buat mendapatkan  uang tebusan beberapa dollar saja.  Pekerjaan susah.Dilain pihak, orang Amerika  harus mematuhi  undang-undang  yaitu, "Setiap  warga negara berhak mendapat pekerjaan dan pendidikan tanpa membedakan ras, sex, umur, dan agama"Sederet kalimat yang menyejukkan, namun nyatanya, banyak kaum immigran illegal yang merampas porsi  pekerja legal maupun  penduduk asli.Kaum professional yang umumnya bergaji lebih, juga tidak pernah merasa puas dan amat berkecukupan karena  mereka wajib membayar pajak lebih banyak.Jadi lebih besar  gaji, lebih besar pula potongan pajak. Dari kedua kelompok, suka dan tidak suka Amerika, ada pula kelompok yang suka bukan karena  perbaikan ekonomi yang mereka regut, tapi  mereka  menyukai sistim pemerintahan demokrasi AS  yang  memberikan peluang sama , perlindungan dan  hak menikmati pelayanan publik secara merata.

 

doc;pribadi, pakain perang,Virginia,2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun