Memilih bersyukur, dekat kepada ketenangan hati. Bukan berlebihan mengatakan bahwa kepedulian atas diri sendiri jauh lebih utama, meskipun kadang diri sendiri harus dikorbankan bagi kemaslahatan orang lain.
Bersyukur atas diri sendiri dapat dilakukan dengan memandang kehidupan sebagai karunia Tuhan. Syukur pada tingkatan terendah adalah rasa penerimaan, dan tingkat tertinggi berbuah pada penghormatan atas rasa kemanusiaan untuk diri sendiri, sesama manusia, dan alam, yang hidup dan memberikan kehidupan.
Sedikit berbagi perspektif tentang syukur yang saya 'dapatkan' dari peristiwa sehari-hari, dimana saya kerap abai dan menghiraukan hikmah yang terpendam didalamnya.
Pertama kejadiaan saat saya mengantri pengisian bahan bakar pertamax disalah satu SPBU di sudut kota Yogyakarta, dikondisi pagi yang terik. Antrian mengular panjang, hitungan berdasarkan pengamatan, Â ada sekitar belasan kendaraan roda dua yang turut berpanas-panasan mengantri mengisi BBM.
Tentu saja, saya mencoba bersabar, sembari diterpa panas mentari pagi yang cukup payah, ditambah mengenakan jaket dan helm full face, tentu saja rasanya ingin segera beralih ke SPBU lainnya atau memilih menggunakan Pertamax yang antriannya lebih pendek.
Hitungan ekonomi dan singkatnya antrian seringkali diadu di ruang alam bawah sadar ini.Â
"Selisih lebih mahal tidak apa-apa asal tidak mengantri panjang".
Namun saya merasa tetap harus melanjutkan antrian, apalagi dibelakang saya, sudah ada sekian motor yang datang belakangan untuk ikut mengantri BBM bersubsidi.
Ada perasaan 'unik" yang sekelabat saya rasakan saat itu, kenapa tidak saya membuka jaket dan helm, toh ini panasnya cocok untuk berjemur, yang tinggi asupan vitamin D, baik untuk tulang, dan kondisi tubuh.
Lalu alangkah menakjubkannya, perasaan saya bertolak belakang dengan perasaan keluhan panas sebelumnya, yang kemudian saya rasakan adalah syukur dan nikmat masih diberikan kesempatan untuk mengecup hawa panas dari sumber alami, karena tidak semua orang dapat merasakan nikmat berjemur di teriknya matahari.
Ditambah keinginan untuk sejenak diam, agar teriknya menerpa pipi dan seluruh wajah. Ya, perasaan, saya temukan saat sedang mengantri BBM, bukan di aula seminar motivasi, di tempat rekreaksi yang memanjakan mata atau ruang konsultasi poli jiwa.