Mohon tunggu...
Muhamad Sofian Fadillah
Muhamad Sofian Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskriminasi Guru Honorer Masih Jadi Masalah di Sistem Pendidikan Indonesia

3 November 2024   22:17 Diperbarui: 3 November 2024   22:46 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskriminasi terhadap guru honorer telah lama menjadi persoalan yang memprihatinkan di Indonesia. Meskipun ada upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), faktanya banyak guru honorer yang masih harus berjuang dengan kondisi ekonomi dan sosial yang sulit. Mereka sering menerima gaji jauh di bawah standar dan menghadapi berbagai keterbatasan dalam akses kesejahteraan serta pengembangan karier. Beberapa kasus terbaru, termasuk kasus Supriyani di Konawe Selatan, semakin memperjelas adanya ketidakadilan dalam perlakuan terhadap guru honorer. Diskriminasi ini tidak hanya menyoroti masalah kesejahteraan, tetapi juga ketidakadilan dalam perlakuan hukum dan perlindungan kerja.

Kasus Supriyani, yang terjadi pada Oktober 2024, telah menarik perhatian masyarakat dan organisasi guru di Indonesia. Supriyani, seorang guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, ditahan setelah dilaporkan menganiaya seorang murid yang merupakan anak seorang polisi. Kejadian ini bermula ketika Supriyani, yang merasa perlu menegur muridnya, diduga menggunakan sapu untuk memberi teguran fisik pada anak tersebut. Hal ini lantas dilaporkan kepada orang tua murid yang adalah seorang polisi, dan kasus tersebut segera dibawa ke ranah hukum. Penahanan Supriyani memicu reaksi keras dari berbagai pihak yang menganggap tindakan tersebut sebagai bentuk diskriminasi. Banyak yang menilai bahwa seorang guru PNS atau individu dengan latar belakang yang lebih mapan mungkin tidak akan menghadapi hukuman yang sama dalam kasus.

Kasus ini menunjukkan adanya ketidakadilan hukum yang seringkali dihadapi guru honorer. Mereka, dengan status sosial yang lebih rendah dibandingkan PNS atau pejabat, kerap kali menghadapi proses hukum yang lebih berat atau diperlakukan lebih keras oleh pihak berwenang. Hal ini mengindikasikan bahwa status honorer membuat mereka lebih rentan terhadap perlakuan tidak adil dalam sistem hukum. Beberapa pihak berpendapat bahwa kasus-kasus yang melibatkan disiplin di sekolah seharusnya diselesaikan melalui pendekatan restorative justice, yakni metode penyelesaian yang lebih bersifat damai dan tidak mengkriminalisasi guru, terutama bila kasus tersebut terkait dengan hubungan guru-murid dalam lingkungan pendidikan.

Di sisi lain, pengangkatan guru honorer melalui skema PPPK diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan memberikan kepastian status pekerjaan bagi guru honorer. Pemerintah telah merencanakan pengangkatan ini sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah rendahnya kesejahteraan dan ketidakjelasan status guru honorer. Dengan status PPPK, guru honorer akan menerima gaji yang lebih layak serta tunjangan yang mirip dengan PNS, dan juga memiliki jaminan sosial yang lebih baik. Namun, pelaksanaan program ini tidak berjalan mulus. Banyak guru honorer yang belum bisa diangkat sebagai PPPK, baik karena kuota yang terbatas atau ketidakjelasan prosedur seleksi. Hal ini menyebabkan ketidakpastian yang berkepanjangan bagi mereka yang sudah lama mengabdi tetapi belum mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan status kepegawaian mereka.

Masalah lainnya adalah diskriminasi dalam akses ke pelatihan dan pengembangan karier. Guru honorer sering kali tidak memiliki akses yang sama dengan guru PNS untuk mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Hal ini membuat guru honorer tertinggal dalam hal peningkatan kapasitas dan pengetahuan, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pengajaran. Banyak program pelatihan dan sertifikasi hanya ditawarkan kepada guru PNS, sementara guru honorer terpaksa menjalani pekerjaan mereka tanpa peningkatan kemampuan yang signifikan. Diskriminasi ini memperparah ketidaksetaraan antara guru honorer dan PNS, padahal tugas dan tanggung jawab mereka di lapangan hampir sama.

Sebagai calon guru, kita perlu memahami bahwa diskriminasi terhadap guru honorer ini bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah sistemik yang membutuhkan perhatian lebih dari seluruh masyarakat. Kita dapat berpartisipasi dalam advokasi untuk kesetaraan bagi semua guru, terlepas dari status mereka sebagai honorer atau PNS. Salah satu langkah konkret yang dapat diambil adalah mendukung kebijakan yang memastikan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi seluruh guru. Selain itu, kita dapat turut memperjuangkan penerapan pendekatan restorative justice untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan guru dan siswa, terutama di sekolah. Dengan demikian, kita dapat mendorong lingkungan pendidikan yang lebih adil dan aman bagi semua pihak.

Sebagai calon guru, kita juga bisa turut mendesak pemerintah untuk memperbaiki proses seleksi PPPK, agar lebih transparan, adil, dan memberikan peluang yang lebih besar bagi guru honorer. Kita harus memperjuangkan agar pelatihan dan pengembangan karier dapat diakses oleh seluruh guru, baik PNS maupun honorer, sehingga tidak ada lagi kesenjangan dalam hal kapasitas dan kualitas pengajaran. Reformasi kebijakan ini sangat penting agar seluruh guru, termasuk guru honorer, dapat bekerja dengan rasa aman dan fokus penuh pada tugas mereka untuk mendidik generasi penerus bangsa. 

Pada akhirnya, sistem pendidikan yang adil dan inklusif hanya bisa tercapai jika seluruh guru mendapatkan hak yang sama, baik dalam kesejahteraan, perlindungan hukum, maupun kesempatan pengembangan diri. Pemerintah, masyarakat, dan calon guru harus bekerja sama untuk memastikan bahwa diskriminasi terhadap guru honorer tidak lagi menjadi isu yang mengganggu kualitas pendidikan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun