Kasus ‘Gayus Tambunan’ terus berseri, tidak tahu akan sampai jilid berapa pegawai pajak yang bakal dicokok KPK. Rakyat geram, karena belum ada obat mujarab yang bisa menyembuhkan penyakit di instansi yang sudah mendapat tnjangan kinerja paling besar itu.
Reformasi yang digulirkan Kementerian Keuangan sejak tahun 2008, ternyata belum efektif mengatasi korupsi. Hal itu diakui oleh Wamen PANRB Eko Prasojo, sehingga diperlukan langkah-langkah yang lebih serius dan bisa menimbulkan efek jera. Menurut sang Wamen, mestinya Ditjen Pajak khususnya, dan instansi pemerintah lain perlu menerapkan sistem tanggung renteng.
Artinya, kalau ada salah seorang pegawai yang terkena kasus korupsi, atasan langsung hingga pimpinan unit kerjanya harus dikenai sanksi. Kalau dia pegawai di kantor pelayanan pajak (KPP), maka Kepala KPP juga harus disanksi. Kalau pegawai itu dalam organisasi yang pimpinannya eselon II, mislanya Direktur atau Kepala Biro, maka Direktur atau Kepala Bironya juga harus diber sanksi. “Kalau perlu dicopot dari jabatannya,” ujar Wamen seperti dimuat dalam website Kementerian PANRB (Senin, 15/04).
Tidak sampai di situ, Wamen juga mengatakan, seluruh pegawai pada unit kerja birokrat korup tersebut juga perlu diberi sanksi, misalnya penundaan kenaikan pangkat.
Tetaopi sebaliknya, reward juga perlu dilakukan terhadap pegawai di unit kerja yang memiliki prestasi atau kinerja istimewa. Misalnya, dalam tiga tahun berturut-turut kinerjanya memenuhi target yang telah ditetapkan, dan tidak ada pelanggaran oleh individu pegawainya. Para pegawai di unit kerja tersebut pantas dan sebaiknya diberikan bonus dan kenaikan pangkat istimewa. Sedangkan Direktur atau Kepala Kantor diprioritaskan untuk mendapat promosi jabatan.
Menurut Eko Prasojo, untuk mewujudkan gagasan tersebut dapat dibuat system yang berlaku secara internal. Hal ini tidak hanya untuk Ditjen Pajak atau Kementerian Keuangan, tetapi bisa saja diterapkan di kementerian atau lembaga lain, khususnya yang sudah menerima tunjangan kinerja.
Ditambahkan, langkah tersebut sejalan dengan kebijakan reformasi birokrasi di bidang SDM aparatur, untuk membawa birokrasi dari zona nyaman (comfort zone) ke zona kompetitif. Penerapan reward and punishment yang konsisten harus dilaksanakan dalam reformsi birokrasi. “Organisasi yang satu harus berkompetisi dengan organisasi lain. Demikian juga kinerja individual, harus memiliki indicator yang jelas sebagai dasar dalam penilaian untuk menentukn jenis hukuman dan penghargaannya,” tambah Wamen.
Guru Besar UI ini juga mengakui bahwa peran whistleblower di Kementerian Keuangan sudah berjalan baik, dan telah berhasil mengungkap berbagai penyalahgunaan wewenang sejumlah pegawainya. Langkah itu harus dilanjutkan untuk membersihkan birokrasi di Ditjen Pajak, serta memberikan efek jera.
Namun demikian, Eko Prasojo menilai langkah-langkah itu masih harus dibarengi dengan tindakan yang lebih konkret, khususnya dalam bidang pengawasan. Dalam hal ini, peran aparat pengawas internal pemerintah (APIP) harus terus diperkuat, guna mengawasi perilaku individu pegawai Ditjen Pajak.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H