[caption id="" align="aligncenter" width="525" caption="Soal Cinta, Semakin Lama Harus Semakin Cinta, dokpri"][/caption]
DARI mana datangnya lintah? Dari sawah turun ke ladang. Dari mana datangnya cinta? Dari mata turun ke hati. Pepatah Jawa mengatakan: witing tresno jalaran soko kulino. Jatuh cinta karena sering bertemu. Rasa cinta memang timbul sebab pertemuan yang begitu intens. Sesuai dengan pepatah di atas.
Dua pepatah di atas memberi gambaran kepada pembaca bahwa yang akan penulis bahas adalah tentang cinta. Ya, tentang cinta. Tentang cinta kepada Allah SWT dan tentang cinta kepada manusia.
Untuk urusan cinta kepada Sang Pencipta dan utusan-Nya hukumnya wajib. Rasa cinta kepada Allah SWT dan Rosul harus mengalahkan segala-galanya. Termasuk mengalahkan rasa cinta kepada ayah, ibu, saudara dan harta duniawi.
Urusan menomor satukan rasa cinta kepada Allah SWT, telah Nabi Ibrohim AS buktikan. Kisah itu, terukir di dalam Alquran saat Ibrohim mendapat wahyu dari Allah SWT. Ia harus meninggalkan isterinya, Hajar di tengah gurun pasir. Padahal, isterinya kala itu tengah mengandung seorang bayi.
Kalau dibilang tega, ya tega. Bayangkan, siapa yang rela meninggalkan isteri sendiri di tengah gurun tandus. Tak ada sumber air. Apalagi tak lama lagi sang isteri akan melahirkan. Siapa yang tega?
Tapi, karena ini adalah perintah Allah SWT, maka Ibrohim rela mengorbankan rasa cintanya kepada isteri untuk ia ganti dengan cinta kepada Allah SWT. Luar biasa.
Tidak sampai disitu. Nabi Ibrohim benar-benar membuktikan rasa cintanya kepada Allah SWT. Setelah ia mendapat wahyu untuk menyembelih anaknya, Ismail, ia pun menyampaikan hal tersebut kepada anaknya. Apa yang terjadi. Di luar dugaan, Ismail pun berkata, kalau memang itu adalah perintah Allah SWT maka laksanakannya. Sungguh luar biasa. Akhirnya, Nabi Ibrohim bersiap-siap memotong leher darah dagingnya. Tetapi, kemudian Allah SWT mengganti Ismail dengan kambing kibas dari surga.
Persoalan cinta kepada Sang Pencipta juga Asyiah Binti Muzahim lakukan. Rasa cintanya kepada Tuhannya mengalahkan rasa cintanya kepada suaminya sendiri,Firaun. Saat itu, Firaun, mengaku dirinya sebagai Tuhan. Tapi, tidak serta merta Asiah mau mengakuinya. Asyiah hanya mempercayai Tuhannya Nabi Musa AS. Sebagai akibatnya, Firaun membunuh Asyiah dengan cara menombak kemaluannya.
Maka tepatlah doa menyebutkan, Allahumma inni as’aluka hubbaka wa hubba mayyuhibbuka, wal amalalladzii yuballighunii hubbaka. Ya Allah saya minta kepada Engkau agar bisa cinta kepada Engkau, dan saya minta cinta kepada orang yang cinta kepada Engkau, dan saya minta amalan yang mendatangkan cinta kepada Engkau.
Allah SWT sudah memberikan cinta-Nya kepada orang iman. Buktinya, Allah SWT memberikan hidayah agama islam. Maka orang yang beriman harus membalas rasa cinta itu. Yang harus orang iman lakukan adalah bersyukur dan beribadah kepada-Nya.
Semakin lama, rasa cinta kepada Allah SWT harus semakin tinggi. Coba bayangkan, dalam sehari dan semalam berapa kali kita menghadap Allah SWT? Paling tidak 5 kali. Buktinya? Sehari semalam ada 5 waktu sholat. Isya, subuh, dzuhur, ashar dan maghrib. Belum ditambah sholat sunah. Belum ditambah membaca Alquran, mengikuti pengajian di masjid, berdzikir, dan berdoa.
Dalilnya, jelas : “Allaa bidzikrilllahi tatomainnul quluub”. Ingatlah dengan ingat kepada Allah SWT maka hati jadi tenang. “Waidzaa tuliyat alaihum aayaatuhuu zaadathum iimaanawa alaa robbihim yatawakkaluun”. Ketika dibacakan ayat Alquran kepada mereka, maka bertambah keimanannya dan kepada Allah SWT mereka berpasrah diri.
Maka tepatkah nasehat agama, tambah lama dalam menetapi agama, supaya tambah paham. Hal ini sangat beralasan. Waktu yang lama dan jenis ibadah yang beragam, sudah selayaknya membuat kita bertambah keimanan. Sudah sepatutnya, semakin lama kita menetapi hidayah, maka semakin cinta kita kepada Allah SWT.
Rasa cinta itu kita buktikan dengan semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Semakin sering kita membaca quran. Paling tidak dalam sehari semalam membaca 3 ayat. Semakin tertib dan khusyuk kita dalam sholat 5 waktu. Kita berusaha semakin jauh dari maksiat.
Janganlah mengerjakan yang sebaliknya. “Hilang rasa karena biasa”. Jangan karena rutinitas ibadah yang setiap hari diulang dan terus diulang membuat kita kehilangan sense kepada Allah SWT.
Dalam perjalanan hidup, untuk mengukur rasa cinta manusia kepada-Nya, Allah SWT memberi ujian. Allah SWT memberikan cobaan yang silih berganti. Cobaan itu tidak akan pernahberhenti datang hingga orang iman menghadap kepada Tuhannya (meninggal dunia).
Kita harus mengubah pandangan (mindset) tentang cobaan. Bahwa cobaan itu tidaklah jelek. Justeru cobaan adalah bukti cinta Allah SWT kepada kita. Allah SWT membalas derajat orang yang sabar denan tanpa hisaban. Kita justeru harus bersyukur saat mendapat cobaan dari Allah SWT. Rasa cinta kita kepada Allah SWT harus meningkat seiring dengan semakin beratnya kita menjalani ujian keimanan.
Cinta untuk Manusia
Siapapun boleh mencinta. Tetapi, bukan cinta yang terlarang. Rasa cinta kepada orang lain tidak boleh menerjang aturan Quran dan Hadis.
Untuk urusan memilih cinta, ada 4 kriteria. Harta, rupa, keturunan, dan agama. Adapun Allah SWT dan Rosul telah menggariskan untuk memilih kepahaman agama sebagai patokan utama.
Sepasang manusia, lelaki dan wanita yang telah lama menikah, rasa cinta diantara keduanya harus makin bertambah. Apa pasal? Keduanya bertemu setiap hari. Bukannya sebaliknya. Bukannya rasa cinta itu justeru hilang. Semakin lama, keduanya harus memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Rasa cinta kepada orang lawan jenis tak bisa menjadi alasan untuk mengajak berbuat dosa. Cinta tak bisa jadi alasan seorang lelaki mengajak seorang wanita berdua-duaan, berpacaran, apalagi berzina. Itu bukan cinta namanya. Tetapi, nafsu angkara murka.
Masih ingat hadis tentang sholat malam? Nabi Muhammad mendoakan rohmat kepada suami yang membangunkan isterinya untuk sholat malam. Jika isterinya tak mau, maka sang suami memercikkan air ke wajah isterinya.
Begitu sebaliknya. Nabi Muhammad juga mendoakan rohmat kepada isteri yang membangunkan suaminya untuk sholat malam. Jika suaminya tak mau, maka sang isteri memercikkan air ke wajah suaminya. Itulah bukti cinta yang sebenarnya. Bukti cinta adalah saling tolong menolong untuk surga menyurgakan.
Hal ini selaras dengan dalil yang menyatakan : wata aawanuu alal birri wattaqowa walaa ta’aawanuu alal itsmi wal udwaan. Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan.
Dalam perhubungan percintaan, ada yang namanya gelombang cinta. Berbagai macam cobaan datang perahu rumah tngga. Kadang perbedaan pendapat datang. Tapi semua itu harus diselesaikan dengan baik. Harus saling pengertian dan rebutan ngalah.
Simpulannya, cinta adalah saling mengingatkan dalam kebaikan dan protektif dari kemungkaran. Cinta dan pengorbanan adalah 2 hal yang saling bersanding. Meski tak selamanya orang yang diingatkan itu merasa senang, tetapi itu adalah bagian dari pengorbanan cinta itu sendiri.
Raha, Sulawesi Tenggara, Sabtu (8/11/2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H