Mohon tunggu...
Madin
Madin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penyuka bubur kacang hijau, wartawan, penulis, fotografer, peminat travelling dalam rangka menyaksikan kebesaran Allah SWT, Motto : Menulis untuk berbagi. Berucap, bertindak dan berbuat sesuatu yang bisa memberi manfaat kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa Bukti Orang Lain Cinta dan Sayang kepada Anda?

13 April 2014   02:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:45 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="525" caption="Apa bukti rasa sayang dan cinta? dok. pribadi"][/caption]

Rasa sayang itu tak hanya sekedar di dalam hati. Namun, terpancar dari perbuatan. Orang yang memiliki kasih sayang terlihat dari gesturenya yang mengasihi orang lain dengan setulus jiwa. Bukan karena pamer apalagi karena terpaksa.

Rasa sayang dan cinta bukan pula sekedar ucapan. Bukan hanya pemanis dibibir. Namun, rasa sayang itu tergambar dari kelakuan. Orang yang senantiasa perintah kebaikan dan melarang pada kejelekan, itu merupakan tanda bahwa ia berkarakter penyayang kepada sesama.

Rasa sayang seseorang patut dipertanyakan tatkala ia membiarkan orang yang ia cintai berbuat salah. Ia tak mau mengingatkan orang yang ia cintai itu untuk kembali pada rel yang benar. Meski dengan alasan, ia takut mengingatkan karena takut dijauhi. Rasa sayang seorang ibu dipertanyakan tatkala ia membiarkan anaknya bermain api. Sang ibu itu tak mau menggubris anaknya sama sekali. Padahal, akibatnya fatal. Kulit anaknya bisa terbakar. Rumahnya pun dapat ludes terbakar. Rasa sayang seorang ayah dipertanyakan tatkala ia membiarkan anaknya bermain game online di warnet. Ia tak mau ambil pusing dengan perilaku buruk anaknya itu. Padahal, terkadang anaknya tak pulang semalaman. Anaknya suka “menginap” di warnet. Namun sang ayah membiarkan begitu saja. Rasa sayang seorang ibu dipertanyakan tatkala ia membiarkan anak gadisnya tak menutupi aurot. Anaknya sudah tumbuh menjadi dewasa, namun sang ibu tidak mengingatkan anaknya untuk mengenakan jilbab. Rasa sayang seorang ayah patut dipertanyakan saat membiarkan anaknya merokok. Ia tak memperdulikan kesehatan anaknya. Ia biarkan anaknya merokok berbatang-batang. Bahkan, ia tak peduli dari mana anaknya mendapat uang untuk membeli barang itu. Rasa sayang seorang ibu patut dipertanyakan saat melihat anaknya mulai terlibat pergaulan bebas. Ia biarkan anaknya berpacaran. Ia biarkan anak gadisnya dibonceng oleh lelaki yang bukan mahrom. Ia biarkan anak bujangnya berpacaran dengan seorang wanita. Rasa sayang seorang suami kepada isteri dipertanyakan tatkala ia melihat isterinya tak sholat lalu ia tak acuh. Rasa sayang seorang isteri dipertanyakan tatkala ia melihat suaminya tidak mau sholat. Lalu ia biarkan begitu saja tanpa mau mengingatkannya. Rasa sayang seorang anak kepada kedua orang tuanya patut dipertanyakan. Tatkala orang tuanya tak pernah sholat, lalu sang anak tak mau mengingatkan kedua orang tuanya. Rasa sayang seorang sahabat patut dipertanyakan tatkala ia membiarkan temannya berbuat salah tanpa mau mengingatkan. Kita harus peka pada lingkungan. Jangan mengambil titik aman dengan tidak mau mengingatkan. Karena takut ditinggalkan hingga tak mau mengingatkan. Itu jangan. Justeru jika kita hanya “diam” tanpa mau mengingatkan maka disitulah letak kelemahan kita. Kita bahkan tergolong orang yang dayus. Orang yang seperti ini juga terkena ancaman siksa. Orang berbuat salah dan orang yang tak mau mengingatkan kedua-duanya akan mendapat siksa. Sehubungan dengan itu, janganlah marah ketika orang lain mengingatkan anda. Disitulah bukti bahwa ia care pada anda. Orang yang protektif kepada anda berarti cinta pada anda. Ia sangat sayang kepada anda. Justeru anda harus bersyukur sebab masih ada orang yang mau peduli kepada anda. Meskipun terkadang cara ia mengingatkan tidaklah begitu menyenangkan, namun terimalah dengan lapang dada. Penulis belajar di Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

Makassar, Sabtu 12 April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun