Ada Pepatah mengatakan "Bahasa menunjukkan Bangsa", yang menurut saya pengertiannya adalah keadaan suatu bangsa akan tercermin dari bagaimana bngsa tersebut menyampaikan sesuatu bagaimana. Pepatah lain mengatakan  "Mulutmu Harimaumu yang akan menerkam kepalamu" yang dapat diartikan bahwa ucapan (bahasa) yang keluar dari mulut seseorang bisa menciptakan  musuh bagi dirinya sendiri. Penyampaian bahasa atau ucapan seseorang dapat keluar langsung dari mulut seseorang atau melalui suatu media (alat) komunikasi. Media untuk berkomunikasi ini bermacam ragamnya, tapi yang banyak dipakai adalah media cetak dan media elektronik. Dalam postingan ini ingin saya ingin mengkritisi penggunaan bahasa oleh media yang salah kaprah atau bisa menimbulkan implikasi seperti dikatakan pepatah diatas. Ada tiga ungkapan dalam bahasa media yang saya baca atau dengar disampaikan oleh media dalam sepekan yang lalu. Ketiga ungkapan tersebut adalah : 1.       Dua Nol Tanpa Balas. Ungkapan ini disampaikan oleh presenter olah raga sebuah stasiun TV untuk menyatakan pertandingan bola kaki berakhir dengan kemenangan 2-0. Ungkapan ini sudah sering digunakan, tidak hanya oleh seorang presenter tapi oleh semua presenter stasiun TV tersebut dalam acara olah raganya. Menurut kaidah bahasanya, 2-0 seharusnya disampaikan sebagai dua nol atau dua gol tanpa balas. 2.      Penggunaan kata (istilah) "eliminasi". Kata eliminasi mulai dipopulerkan (3-5) tahun belakangan oleh stasiun TV dalam acara musik/hiburan seperti Akademi Fantasi, Indonesian Idol, Idola Cilik dan lain-lain. Minggu kemaren sebuah Stasiun TV pada running text-nya menulis : "Cegah rabies, Dispernak Bangka mengelimiasi 2.000 anjing". Menurut saya penggunaan kata eliminasi dalam kalimat tersebut kurang pas untuk menyatakan bahwa Dispernak Bangka membunuh 2.000 ekor anjing dalam mencegah rabies. 3.      "Ganyang Malaysia", ungkapan tersebut menjadi judul headline berita sebuah koran lokal Sumbar hari ini untuk memberitakan hasil pertandingan leg II Indonesia Filipina yang berlangsung tadi malam. [caption id="attachment_79058" align="aligncenter" width="300" caption="Headlines, sebuah Koran lokal Sumbar ttg pertandingan Indonesia vs Filipina, dg judul yg bombastis. Dok. Pribadi. 34rs"][/caption] Mengapa saya kritisi ungkapan ini ? Pertama, ungkapan ini bisa menimbulkan rasa permusuhan antara Indonesia dan Malaysia, yang sudah mulai dingin setelah beberapa waktu lalu sempat memanas karena kasus perbatasan dan lain-lain. Kedua, ungkapan diatas sangat jauh dari isi berita yang menggambarkan jalannya pertandingan antara Indonesia vs Filipina, hanya ada 10 kata dalam berita tersebut sebagai sampingan dari berita utamanya yaitu kalimat yang berbunyi : Di final, Indonesia jumpa Malaysia. Saatnya, tim nasional mengganyang Malaysia. Apakah tidak berlebihan menggunakan judul "Ganyang Malaysia" untuk menyampaikan hasil pertandingan antara Indonesia vs Filipina ? Haruskah kita mengajak kepada sesuatu yg menimbulkan kebencian melalui berita tentang olahraga, yang mengandung makna sportivitas ??? Tiada maksud lain dari tulisan ini, selain untuk melihat apakah yang saya sampaikan sudah benar atau saya berlebihan dalam menanggapi kondisi ini. Karenanya saya berharap ada masukkan dari semua kompasianer terutama pakar bahasa, pakar komunikasi terhadap tulisan saya ini. Atas sesuatu yg tidak terletak pada tempatnya dalam tulisan ini saya mohon ma'af. Semoga bermanfaat. Salam.  (34rs).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H