Mohon tunggu...
Syamsurial Sad
Syamsurial Sad Mohon Tunggu... Lainnya - Dibuat dengan sebenarnya sesuai ktp

seorang pria, lahir 13/08, di Pangian-Lintau, Prop. Sumbar. Pensiunan PNS . Tinggal di Koto Baru, Kabupaten Solok, Prop. Sumbar.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Minum Kawa, dari Tradisi ke Komoditi

21 Oktober 2011   01:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:42 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_138361" align="alignleft" width="300" caption="Minum Kawa dari sayak (Tempurung Kelapa) di Pondok Goreng Kawa Daun di Nagari Tabek Patah, Kec. Salimpauang, Kab. Tanah Datar, Prop. Sumbar. Dok Pribadi 34rs."][/caption] Tanaman Kopi sudah lama menjadi komoditi pertanian di Sumatera Barat, sejak zaman Belanda dulu tanaman kopi sudah ditanam masyarakat, namun sayang karena zaman penjajahan, pada waktu itu biji kopi harus dijual kepada Kompeni, hingga masyarakat tidak sempat menikmati minum kopi bubuk yg dibuat dari biji.

Pepatah kita mengatakan bahwa Tidak rotan akar pun jadi. Urang awak tidak kehabisan akal, tak bisa biji, daun pun jadi, entah siapa yg memulai, untuk melepas kerinduan minum kopi urang awak membuat minuman kopinya dari daun kopi, yang disini dinamakan “Minum Kawa”.

Minum Kawa juga berarti beristirahat setelah bekerja disawah atau diladang, pada waktu mana si isteri membawakan minum kawa dan makanan kecil seperti goreng ubi untuk sang suami yg telah penat bekerja sambil mauduik (merokok).

Setelah Indonesia Merdeka, biji kopi mulai dibuat menjadi kopi bubuk, yang dengan kemajuan zaman, kopi bubuk bisa diolah menjadi berbagai minumn dengan berbagai campuran, hingga lama kelamaan Minum Kawa jadi terpinggirkan.

Sifat manusia yg cepat bosan menimbulkan inspirasi bagi entrepreneur di Ranah Minang, kalau dulu Minum Kawa dibuat untuk kepentingan pribadi dan tidak diperdagangkan, sekarang Minum Kawa dijadikan komoditi dagang sebagai pelengkap jualan utama yaitu goreng-gorengan, seperti yg saya lihat disepanjang jalan antara Batusangkar – Bukittinggi, tepatnya di Nagari Tabek Patah (16 KM dari Kota Batusangkar), kecamatan Salimpauang, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat, bermunculan seperti cendawan tumbuh apa yg mereka namakan Pondok (Warung) Goreng, yg dilengkapi dg Minum Kawa.

[caption id="attachment_138362" align="aligncenter" width="300" caption="Sebuah Pondok Goreng Kawa Daun di Nagari Tabek Patah, Kec. Salimpauang, Kab. Tanah Datar. Dok Pribadi 34rs."][/caption] Pada 25 September 2011 yg lalu saya berkesempatan singgah di salah satu Pondok, sepulangnya dari kampung di Pangian-Lintau mau ke Bukittinggi mengantar cucu. Menurut pemilik pondok pada mulanya komoditi utamanya adalah goreng-gorengan, tapi sekarang saya lihat sudah seimbang nggak tahu mana yg utama karena umumnya setiap pengunjung disamping makan goreng pasti akan “Minum Kawa”, atau sebaliknya yg mau minum kawa pasti makan goreng.

Di Pondok-pondok tersebut Kawa itu adalah minuman kopi yg rasa kopinya berasal dari daun kopi yg dikeringkan kemudian dimasukkan kedalam waskom yg terbuat dari drum kemudian dipanaskan. Kepada pemesan Kawa disajikan dalam sayak (tempurung kelapa) dan dialas dg bambu setinggi lebih kurang 5 – 10 cm bagi yg suka rasa manis disediakan gula, silahkan tambahkan sesuai selera masing-masing.

[caption id="attachment_138365" align="aligncenter" width="300" caption="Minum Kawa dan makan goreng bersama keluarga, Dok Pribadi 34rs."][/caption] Pengunjung Pondok Minum Kawa ini berasal dari segala umur dari anak-anak sampai orang tua seperti saya. Ada yg datang sendiri atau dg teman, pacar, isteri atau sekeluarga, mereka datang dg motor dan juga mobil baik yg mampir untuk melepas penat dalam perjalanan atau setelah menikmati “Panorama Tabek Patah” yg terletak tidak berapa jauh dari Pondok-pondok ini. [caption id="attachment_138367" align="aligncenter" width="300" caption="Beberapa Mobil dan Motor parkir didepan Pondok Kawa Daun. Dok Pribadi 34rs "][/caption] Sambil Minum Kawa dan makan goreng pengunjung bisa menikmati semilirnya angin yg sejuk dan pemandangan alam serta sawah-sawah yg terpampang didepan atau dibelakang Pondok. Disamping goreng di pondok lain diganti dg makanan tradisional Minang lainnya, Bika (Singgang)

Itulah Minum Kawa tradisi usang Minangkabau, yg sekarang usang-usang dipabarui (diperbaharui) dari tradisi menjadi komoditi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun