Hei, jangan salah! konstruksi sosial akibat budaya patriarki tidak hanya merugikan kaum perempuan, tetapi juga kaum laki-laki yang menjadi sentral dari konstruksi sosial tersebut!
Saya sangat penasaran untuk mendengar pendapat dari banyak orang, terutama kaum perempuan, ketika mendengar istilah patriarki. Apakah dari mereka ada yang aktif-agresif, pasif-agresif, atau malah berserah diri kepada takdir yang sudah ditetapkan? Banyak terjadi pro dan kontra mengenai budaya patriarki sendiri sampai-sampai tidak menyadari bahwa kaum pria yang menjadi sentral dari konstruksi sosial di budaya patriarki sejatinya juga merupakan korban. JENG JENG JENG~
Bagi saya, seorang yang memilih untuk "ya sudah memang sudah kodratnya", memandang budaya patriarki sebagai konstruksi sosial yang tumbuh secara natural akibat adanya stigma pemimpin harus seorang laki-laki. Ya saya mengaku bukan konstruksi sosial tersebut yang salah, tetapi konstruksi berpikir saya yang goblok tersebut lah yang salah. Akibat konstruksi pemikiran yang salah tersebut, saya menjadi tai yang mengalir mengikuti arus sungai sambil beberapa kali dicicipi lele liar.
Seiring berjalannya waktu, seiring saya mengalir sebagai tai dan bertemu dengan tai-tai lain, perspektif saya mengenai patriarki mulai berubah. Tidak, saya tidak mencoba untuk melihat jauh kedalam perspektif perempuan, tetapi justru melihat secara mendalam melalui perspektif pria. Pikiran ini mulai timbul karena tren Tiktok tentang sigma male.
Mengutip beberapa artikel, sigma male merupakan sebutan untuk laki-laki yang kepribadiannya memiliki tipe sigma di mana dalam berkehidupan pria sigma lebih mandiri dan tidak terlalu mempedulikan tuntutan masyarakat. Tentu, sigma male sendiri hanya sebuah sebutan untuk melabeli pria yang cool, elegan, dan pendiam. Sigma male juga dikatakan sebagai puncak tertinggi hierarki maskulinitas.
Eits, stop di sana!. Oke mari kita telaah dengan mundur beberapa langkah. Dari feminisme, perempuan sekarang dapat bebas memakai pakaian pria, sederhananya memakai celana, di sisi lain pria dari zaman Thomas Shelby masih menjadi gangster hingga Thomas sekarang menjadi kereta nggak pernah bisa bebas untuk nangis, tertutama di depan publik. Nah loh, dari sini saya mendapatkan benang merah bahwa label maskulinitas sigma male akan menambah beban mental bagi kaum pria.
Jika kita mengkaji secara sosiologis, keteraturan sosial terjadi akibat adanya keadaan di mana suatu tindakan menyesuaikan aturan yang ada lalu aturan tersebut diakui dan ditaati oleh masyarakat hingga menjadi suatu pola yang menjadi contoh dalam masyarakat. Menurut saya, konstruksi sosial dari budaya patriarki itu lahir melalui proses keteraturan sosial. Konstruksi sosial tersebut akan melahirkan suatu tertib sosial baru seperti sigma male lalu akan menjadi keajegan dan menjadi suatu pola dalam masyarakat bahwa seorang pria harus menjadi pria yang maskulin yang tahan banting otot kawat balung wesi.
Mungkin di dunia yang sudah serba equality sekarang, wanita dan pria harus hidup berdampingan di mana keduanya saling melengkapi sehingga menciptakan suatu kesinambungan dan keseimbangan yang sempurna. Pria diciptakan untuk menggunakan logikanya dalam mengambil tindakan, sedangkan wanita diciptakan untuk menggunakan hatinya dalam mengambil tindakan. Pria dapat menjadi otak yang senantiasa menyadarkan hati bahwa terdapat logika selain perasaan dan wanita dapat menjadi hati yang dapat membimbing logika agar pria memiliki hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H