Aku bahkan tak lagi mengerti kenapa kau berbahagia dengan cara yang rumit: pura-pura bahagia.
Padahal kau benar-benar kalah di hadapan dunia. Hatimu koyak, tercabik-cabik, baik oleh pikiranmu sendiri atau oleh orang lain. Tapi kau masih saja memasang wajah riang di hadapan yang liyan. Seolah-olah di dadamu benar-benar tidak ada kemurungan.
Ketika semua orang tertawa, kau nimbrung, ikut tertawa. Kau bicarakan banyak hal dan menganggap itu lucu. Kau ini menghibur orang-orang, atau sedang menghibur diri sendiri? Kau dengarkan banyak hal dan menganggap itu informasi. Padahal jelas-jelas kau pura-pura memperhatikan agar terlihat sebagai orang yang peduli. Dan coba ingat-ingat, ketika kau pulang, masuk ke kamar, sendirian, memejamkan mata, apa yang membuatmu bahagia? Tidak ada.
Aku bahkan tak lagi mengerti kau hari ini hidup untuk siapa. Kau berkaca, menilai diri, yang itu berasal dari perkataan orang-orang. Kau harus sukses, karir gemilang, terbang tinggi, bahkan melebihi ekspektasimu sendiri. Kau yang tidak berdaya atas perkataan orang-orang itu, dengan sangat tersiksa mengikutinya. Dan, ya, tetapi kau menyukai penyiksaan itu.
Kau menyukai sesuatu yang sangat berbahaya: kehilangan dirimu. keepÂ
strong;)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H