Fenomena Pengangguran di Indonesia telah menjadi masalah yang kompleks dan berkepanjangan di negara berkembang, terutama di Indonesia. Pengangguran merupakan suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam Angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat memperoleh pekerjaan tersebut (Sukirno, 1994). Tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z menjadi ancaman serius bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sekitar 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun), Gen Z saat ini berstatus mengganggur atau masuk kategori NEET ( Not in Employment, Education and Training). Jumlah ini setara dengan 22,25% dari total penduduk usia tersebut di seluruh Indonesia. Dari 9,9 juta orang tersebut, ada 5,73 juta orang merupakan Perempuan muda, sedangkan 4,17 juta orang tergolong laki-laki muda. Â
Ada beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya pengangguran di kalangan Gen Z yaitu penciptaan lapangan kerja yang lebih sedikit dibandingkan pertumbuhan angkatan pekerjaan. Dapat dilihat dari 15 tahun terakhir, sektor formal itu mengalami penurunan terutama di kalangan Gen Z. Dulu setiap 1% perkembangan ekonomi tercipta 600 ribu pekerjaan baru, sedangkan sekarang hanya naik 1% cuma 200 ribu karena melewati masa kejayaan manufaktur ditahun 1990. Hal ini menyebabkan perbandingan antara Angkatan kerja yang meningkat dan lapangan pekerjaan yang terbatas, sehingga meningkatkan tingkat kemiskinan di Indonesia. Terbatasnya lapangan pekerjaan juga disebabkan oleh kelangkaan modal untuk berinvestasi sehingga tidak cukup untuk menampung tenaga kerja yang siap bekerja. Â
Menurut sekretaris direktorat kemendikbud (Tjitjik Tjahjandarie) menyebutkan bahwa Pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Tetapi masalahnya Indonesia masih membutuhkan Pendidikan tinggi karena sangat relevan untuk memenuhi demand yang nanti kedepannya pasti lebih butuh generasi yang high skill labor. Faktanya di Indonesia masih 10% yang mempunyai akses ke perguruan tinggi di bandingkan negara lain, seperti Emirat Arab 47%, Singapura 33% dan Amerika 37%.  Kesenjangan Pendidikan ini sangat berkaitan dengan dunia kerja, yang dimana banyak lulusan SD, SMP, SMA/SMK kurang memiliki keterampilan (skill) dan kompetensi yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Hal ini disebabkan oleh kurikulum, metode pembelajaran, kualitas pengajar dan fasilitas yang kurang adaptif dan inovatif.
Selain itu, kurangnya skill digital di kalangan Gen Z sehingga tidak bisa memenuhi demand dari pekerjaan yang skill-skill tinggi. Di masa sekarang Gen Z sudah ketergantungan teknologi, seperti adanya AI yang sangat mudah untuk meniru kemampuan intelektual manusia, sehingga mereka ketergantungan teknologi yang menyebabkan kurangnya skill digital yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka dalam beradaptasi dengan kebutuhan industri yang dinamis dan kreatif di masa yang akan datang. Di satu sisi, Gen Z cenderung lebih terampil dalam teknologi dan memiliki akses informasi yang lebih luas di sektor informal untuk bertahan hidup, seperti menjadi freelance dan part time. Namun, selalu tidak menjamin pekerjaan karena banyak Perusahaan industri tradisional yang belum sepenuhnya beralih ke digital, sehingga keterampilan yang dimiliki Gen Z tidak selalu sesuai dengan permintaan pasar.Â
Berdasarkan survey 40% pengusaha hindari mempekerjakan pekerja Gen Z yang dimana Life Skill kehidupan Gen Z itu masih belum sesuai dengan apa yang diminta perusahaaan. Seperti, pada saat wawancara banyak yang gak berpakaian rapih, tata berbicaranya pakai bahasa- bahasa informal sehingga dianggap kurang serius dan kurang percaya diri terhadap kemampuan untuk terlibat dalam dunia kerja. Life skill itu sangat berhubungan dengan sebuah motivasi yang dimana jika seseorang tidak mempunyai motivasi untuk berkembang lebih baik lagi, maka seseorang itu tidak ada upaya untuk meningkatkan high skill labor. Terakhir, pada dasarnya Gen Z itu sangat peduli dengan Mental Health yang dikit-dikit ngeluh cape banyak kerjaan, dikit-dikit butuh healing serta harus sesuai dengan apa yang dia suka sehingga susah mendapatkan pekerjaan dan terlalu pilih-pilih dalam hal pekerjaan.Â
Dengan adanya beberapa faktor diatas mencari kerja itu bakal lebih susah dibanding masa-masa sebelumnya dimulai dari ketersediaan, kebutuhan high skill dan situasi ekonomi sekarang. Maka dari itu, waktunya Gen Z bisa membedakan antara supply dan demand yang memang saat ini urgent dibutuhkan dalam pengentasan angka pengangguran Gen Z di Indonesia. Solusi yang dapat meminimalisirkan kenaikan angka pengangguran Gen Z itu dengan kita menyadari bahwa harus mempunyai serta meningkatkan Upskilling yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dalam pekerjaan  sehingga bisa melakukan perpindahan posisi yang lebih tinggi. Upskilling tentunya sangat penting untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi. Selain keterampilan teknis, pengembangan soft skill seperti komunikasi dan etika kerja juga sangat penting untuk meningkatkan daya saing di pasar kerja.
Kemudian, kita harus reskilling yang bertujuan untuk membangun keterampilan (Skill) seseorang dalam fungsi dan peran yang baru sehingga mampu membuka usaha. Dengan adanya reskilling ini, maka dapat menaikkan lapangan pekerjaan dan  menurunkan angka pengangguran di kalangan Gen Z. program upskilling dan reskilling dapat menjadi investasi penting bagi Perusahaan karena memiliki banyak manfaat, seperti meningkatkan produktivitas seseorang, meningkatkan inovasi dan fleksibilitas. Menurut ketua bidang ketenagakerjaan asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan bahwa  pelatihan vokasi dapat menjadi wadah pengembangan skill dan peningkatan produktivitas dalam mengajarkan pengetahuan serta pengembangan skill Sumber Daya Manusia (SDM) yang bersaing sehingga dapat meningkatkan produktivitas bagi seseorang yang akan menjadi calon tenaga kerja.
Menurut (Nurkhin, 2021) upaya penanganan angka pengangguran di kalangan Gen Z itu dimulai dari diri sendiri yang harus mempunyai jiwa Self Efficacy yang berarti bahwa kepercayaan diri seseorang atas kemampuan yang dimiliki dalam menjalani situasi dan mendapatkan sesuatu yang menguntungkan, seperti berwirausaha. Dukungan untuk berwirausaha dapat memberikan alternatif untuk memulai dan mengembangkan bisnis di kalangan Gen Z serta  dengan memiliki jiwa Self Efficacy yang tinggi bisa memberikan keberanian, inisiatif dan kepercayaam diri untuk bisa meningkatkan kemauan dan kinerja seseorang terutama dalam berwirausaha.
Jadi, fenomena angka pengangguran meningkat sekitar 9,9 juta di kalangan Gen Z merupakan sebagai pertanda bahwa masalah ini harus segera di tanggapi dengan serius. Jika tidak segera diatasi, Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan visi di tahun 2045 yaitu Indonesia Emas, yang memanfaatkan bonus demografi dimana jumlah usia produktif (14-64 tahun) lebih besar daripada jumlah usia nonproduktif (65 tahun keatas). Terdapat beberapa faktor penyebab pengangguran di kalangan Gen Z meliputi penciptaan lapangan kerja yang terbatas, kesenjangan pendidikan, kurangnya keterampilan digital, 40% pengusaha hindari mempekerjakan pekerja Gen Z dan fokus pada Kesehatan mental.  Maka untuk mengatasi faktor-faktor diatas dapat diubah menjadi peluang untuk mencapai Indonesia Emas 2045 dengan beberapa langkah-langkah yang tepat, seperti meningkatkan upskilling, reskilling, adanya pelatihan vokasi dan membangun Self Efficacy. Secara keseluruhan, pendekatan yang terintegrasi dan kolaboratif antara individu, Lembaga Pendidikan dan sektor industri sangat diperlukan untuk mengatasi pengangguran di kalangan Gen Z, sehingga Gen Z dapat berkontribusi secara maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Harapannya jika kita  sedang menjalani Pendidikan, baik itu Pendidikan formal maupun Pendidikan nonformal. Jangan hanya sekedar fokus terhadap Pendidikan saja tetapi juga bergaul dan explore dengan yang lain, seperti aktif di organisasi, volunteer dan kegiatan positif yang mengembangkan networking serta mencari-cari skill yang baru supaya lebih update sehingga mengembangkan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih cepat. Kemudian, Selain upgrade skill, Gen Z  juga perlu memiliki sikap realistis yang menyesuaikan dengan permintaan Perusahaan. Bukan kerjaan atau Perusahaan yang fleksibel mengikuti kita, tetapi kita yang harus fleksibilitas untuk mencari pekerjaan. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI