Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah dan bukit, terdapat dua sahabat, Mira dan Fira, tumbuh bersama. Mereka menghabiskan hari-hari dengan berlari di sepanjang jalan setapak, bermain petak umpet di antara pohon-pohon besar, dan berbagi cerita tentang segala hal tentang sekolah, tentang keluarga, tentang kehidupan mereka di masa sekarang dan tentang masa depan yang penuh harapan. Tak ada yang lebih menyenangkan bagi mereka selain kebersamaan.
Fira : "Ahahaha, segitu serunya hidup kita. Kurang apa lagi sih?? Sawah disini, gunung disana, udara seger juga selalu kerasa"
Mira : "Iya ya! Tapi... gimana??
Fira : "Gimana apa nya Mir??"
Mira : "Yaa... masa depan kita? apa mungkin kita bisa berkembang di tempat kita lahir ini?? Apa mungkin masa depan kita sama kayak orang tua kita yang gini - gini aja? yang monoton, yang tiap hari nggemburin sawah?"
Fira : "Tapi seru kan?? Hidup ga mikir yang berat - berat, alam nya juga asri gini??"
Mira : "..."
    Seiring waktu, kehidupan membawa mereka pada jalur yang berbeda. Mira pindah ke kota untuk melanjutkan sekolah, sementara Fira memilih untuk tinggal di desa, membantu orangtuanya mengelola toko kecil. Walaupun jarak mereka semakin jauh, mereka  mencoba untuk tetap menjaga tali persahabatan mereka dengan selalu mengirim pesan singkat dan surat-surat panjang yang mereka tukar setiap bulan.
(Isi surat)
"Mira, semoga kamu masih inget sama aku, juga sama kenangan - kenangan yang pernah kita buat dulu. Gimana kabarmu sekarang? Kamu yang lagi ada di dunia masa depan mu, Â yang dulu kita pernah omongin juga keluhin waktu kita kecil dulu, semoga kamu tetep inget sama aku, sahabat mu."
    Namun, seiring berjalannya waktu, ada perasaan yang mulai tumbuh di hati masing-masing. Mira yang sibuk dengan kehidupan barunya di kota, mulai merasakan kesepian yang tak bisa dijelaskan. Meskipun dikelilingi teman-teman baru, tak ada yang bisa menggantikan kebersamaan dengan Fira. Begitu pula dengan Fira. Setiap kali dia berjalan melewati jalan setapak yang dulu sering mereka lewati bersama, hatinya terasa hampa. Kehidupan di desa yang tenang kini terasa sepi tanpa canda dan tawa dari seoranh karib nya, Mira.
    Meski tak banyak yang bisa mereka lakukan untuk saling mengisi kekosongan itu, mereka tahu bahwa persahabatan sejati takmemerlukan banyak kata. Ketika akhirnya mereka bertemu lgai di sebuah sore yang cerah, mereka hanya duduk bersama di tepi sungai, menikmati keheningan yang telah lama mereka rindukan. Tak ada lagi kata-kata yang mereka bisa ucapkan, saking lama nya mereka tak menatap muka satu dengan lainnya. Namun, meskipun jarak memisahkan mereka, ikatan yang ada tetap kuat.
Mira : "Hai..."
Fira : "..."
Mira : "Ngomong dong, surat mu dulu udah aku baca."
Mira : "Semoga kamu ga lupa aku siapa."
Fira : "Canggung nih jadinya??"
Mira : "Kamu kali yang canggung..."
Fira : "lucu ya.."
Persahabatan mereka adalah perjalanan yang tak tergantung pun terlekang oleh waktu atau tempat. Persahabatan mereka akan selalu ada, akan  selalu terasa... meski tak terlihat dan tak teraba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H