Pada penghujung musim kemarau, Bali dikejutkan dengan kemunculan suatu insiden kebakaran yang terjadi pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung. TPA Suwung merupakan TPA terbesar di Bali  yang berlokasi tepat di Sesetan, Denpasar Selatan. TPA yang mengakses sampah dari Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita) ini diduga sudah mengalami overload sejak 2019 lalu. Kebakaran ini terjadi sejak Kamis, 12 Oktober 2023. Kebakaran ini berlangsung selama kurang lebih 2 minggu dan belum total dalam pemadamannya. Sampai saat ini, Kamis, 26 Oktober 2023 upaya pemadaman masih dilakukan dan sudah berlangsung hingga 90% prosesnya.
Belakangan ini, terjadi banyak kebakaran dibeberapa titik di Indonesia, seperti TPA Sarimukti, TPA Jatimarang, TPA Rawa Kucing, dan puluhan TPA lain. Hal tersebut membuat  banyak warganet berpendapat bahwa kebakaran yang terjadi pada TPA Suwung sudah direncanakan oleh para pemerintah karena kondisi sampah yang sudah menggunung dan tidak dapat ditangani. Warga lokal mulai berteori karena beberapa TPA di Bali seperti di TPA Mandung di Tabanan dan TPA Temesi di Gianyar juga ikut terbakar dan kebakaran yang terjadi terlihat seperti sengaja dilakukan.Â
Namun, jika ditinjau dari segi cuaca, Indonesia termasuk Bali terkena paparan cuaca yang cukup ekstrem. Kenaikan suhu panas yang ekstrem diduga pengaruh dari global warming yang semakin tahun semakin meningkat. Pada musim kemarau tahun ini, panas yang dipaparkan sudah bisa dibilang overheat sehingga pemakaian air conditioner (AC) pun tidak lagi efisien. Kebakaran ini diduga dipengaruhi oleh gas metana yang dihasilkan dari pembusukan timbunan ribuan ton sampah organik di TPA Suwung yang mudah sekali terbakar jika terkena panas.
Kebakaran TPA Suwung menimbulkan kebulan asap yang tinggi dengan jumlah yang banyak. Tertutupnya langit indah Bali oleh kebulan asap membuat suasana Bali seolah -- olah berubah menjadi seperti kondisi langit di Jakarta yang penuh polusi udara.  Banyak warga yang mengeluh akibat kebakaran sampah TPA Suwung yang tak usai -- usai. Hal tersebut dikarenakan banyak warga yang merasa dirugikan akibat efek kebakaran di TPA Suwung. Kebakaran ini berdampak buruk bagi udara, dimana efek negatif yang nyata diakibatkan oleh kebulan asap adalah terganggunya pengendara jalan dan warga setempat. Selain memberi efek mengganggu indra pengelihatan, kebulan asap juga mengganggu pernapasan para pengendara dan warga setempat. Seketika warga setempat kembali  menggunakan masker demi melangsungkan kegiatan seperti biasanya.Â
Banyak pula pekerja yang bekerja di TPA Suwung merasa terugikan karena kehilangan sumber mata pencahariannya. Untuk saat ini para pekerja perlu mengungsi dan mencari alternatif lain dalam mengisi kesehariannya. Selain itu, para warga juga kebingungan karena harus menimbun sampahnya sementara di rumah hingga keadaan Kembali seperti semula. Bau busuk mulai tercium di pekarangan karena sampah sudah lama didiamkan dan belum diangkut karena menunggu pengalihan alternatif  pembuangan sampah.
Menghindari kejadian ini terulang, pemerintah mungkin akan mulai menggalakan Kembali Penerapan Peraturan Gubernur No 47 Tahun 2019 terkait pemilahan sampah berbasis sumber. Hal ini dapat didukung dengan penerapan Ban The Big 5, yaitu mulai mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dalam kehidupan sehari -- hari. Meskipun terbilang cukup rumit dan memerlukan effort, alangkah baiknya kita mulai mengolah sampah dengan baik dimulai dengan mengurangi timbunan sampah yang akan dibuang ke TPA.Â
Hal itu dapat terjadi dengan mengupayakan pengolahan sampah organik dengan memelihara magot, membuat biopori ataupun pembuatan pupuk (cair ataupun padat) dan mengupayakan mendaur ulang sampah atau menjual sampah anorganik ke bank sampah. Sisa sampah atau  residu bisa langsung kita buang ke TPA. Tidak peduli umur, siapapun bisa jadi agent of change.  Kalau bukan kita siapa lagi? bersakit sakit dahulu, TPA aman terkendali kemudian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI