Mohon tunggu...
Achmad Gobel
Achmad Gobel Mohon Tunggu... -

Kerjakan sesuatu sebelum terlambat, jangan tunda pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Brigjen TNI Hartind Asrin : Tak Ada Mark Up, Apalagi Broker

4 Maret 2012   13:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:31 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1330866668438433808

[caption id="attachment_174836" align="alignnone" width="628" caption="Sukhoi SU 27 TNI AU"][/caption] Setelah berteriak soal Camar Bulan, Tank Leopard, kini mantan Sekretaris Militer Presiden ini bicara soal dugaan mark up Sukhoi TNI AU. Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari F-PDIP ini mengatakan, bahwa dalam APBN 2010-2014 alokasi dana pembelian enam pesawat tempur buatan Rusia, senilai US Dollar 470 juta (sekitar Rp 4,27 triliun), menggunakan skema state credit. Pengadaan itupun harus dilakukan dengan cara Government to Government (G to G). Tapi, kata Hasanuddin, kemudian memakai kredit ekspor (KE), dan tidak lewat Rosoboron, tapi dengan sebuah PT X di Indonesia. Rosoboron adalah semacam BUMN di Rusia, yang menjadi pintu ekspor produk militer Rusia. Jadi, kata dia, terdapat sisa dana sekitar 760 juta US Dollar dari satu miliar US Dollar yang disediakan pemerintah Rusia. Jika sebelumnya, harga satu unit pesawat sekitar 55 juta US Dollar, mengalami kenaikan menjadi 60-70 juta US Dollar per unit.“Jadi ada perbedaan US Dollar 50 juta (sekitar Rp 454,9 miliar),” katanya di Rotary Wing, PTDI, Bandung.

Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Azman Yunus, ketika dibubungi, mengaku tidak tahu-menahu persoalan tersebut. TNI AU hanya memberikan spesifikasi yang dibutuhkan dalam pengadaan alutsista untuk ditindak lanjuti oleh Kementerian Pertahanan.Sebab, sesuai peraturan, pengadaan alutsista TNI prosesnya ada di Kemhan.

Di tempat yang sama, di PTDI, Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskom Publik) Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Hartin Asrind, membantah, bahwa pengadaan enam unit pesawat tempur Sukhoi SU-30 MK2 oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan), dilakukan lewat broker, dan tidak melalui mekanisme Government to Government (G to G), sehingga terjadi penggelembungan dana (Mark Up).

“Tidak ada broker,” ujar Hartind usai menghadiri serah terima Helikopter Bell 412 EP dari PT DI kepada Kemhan untuk diserahkan kepada TNI di Rotary Wing Hall PTDI, Bandung.“Itu kan hanya masalah penghitungannya saja yang tidak klop. Total harga itu tidak ada,” tandas Hartind.Dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista), kata Hartind, kebijakan pemerintah sudah tetap dilakukan dengan cara Government to Government.

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, menjelaskan, pengadaan pesawat tempur Sukhoi dari Rusia, prosesnya terus berlanjut. Jadi, proses pengadaan alutsista itu semuanya dilakukan dengan tender, kecuali yang sudah pernah dilakukan pengadaan, bisa saja dilakukan pembelian ulang. “Kalau pembelian ulang, itu bisa saja referensinya yang lama,” ujar Panglima TNI usai panen padi di Desa Cariu, Bogor.

Kalau ada kenaikan harga, itu pasti dilakukan tender ulang dan itu kewenangannya ada di TNI Angkatan Udara, hasilnya dikirimkan ke Mabes TNI untuk kemudian dilaporkan kepada Kementerian Pertahanan. Kemudian Kemhan akan melakukan semacam Tim Penyeleksi Akhir dalam pengadaan barang.Sehingga, dari sini semua hal akan ditanyakan oleh Tim.”Kalau ada mark up, semua lini pastinya akan ikut bertanggung jawab,mulai dari yang melakukan Tim Evaluasi Akhir,sampai Mabes TNI,” tandas Panglima TNI seraya menyatakan Panglima TNI juga bertanggung jawab.

Soal tudingan mark up dari TB Hasanudin itu, Panglima belum bisa memberikan sinyalemen apakah benar atau tidak. “Belum tentu benar itu,” ujarnya. Jadi, lihat saja semua pengadaan alutsista sudah dilakukan sesuai prosedur. “Sebab, yang namanya tender, tentu semua pihak melakukan penawaran, dipilih yang paling memungkinkan, yang paling baik, dan yang paling murah,” ujar Panglima TNI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun