Kaum Alawiyin berdampingan dengan ulama lokal Betawi, di Jakarta atau Batavia itu. Ada sebutan Habaib yang menandakan bahwa ia adalah anak keturunan Rasulullah SAW
Oleh: Aji Setiawan
Para Habaib itu datang ke Betawi sejak jaman penaklukan Sunda Kelapa oleh R Fatahillah (Jatinegara Kaum) dan seiring migrasi besar-besaran dari tanah Hijren terutama pada abad 18. Dalam dunia Islam, baik dari sunni maupun syiah, di Arab maupun di luar Arab, bertarikat ataupun tidak, dikenal dengan adanya golongan-golongan yang mengaku sebagai ahlul bayt, atau sebagai keturunan nabi.
Dengan berbagai silsilah yang dinyatakan sebagai yang paling valid atau benar, mereka banyak yang diagung-agungkan oleh ummat. Dalam sejarah Hejaz, keturunan nabi ini hingga abad ke-20 memegang peranan penting dalam pemerintahan Arab bahkan setelah keruntuhan Dinasti Othoman di Turki, karena hampir dipastikan corak Negara yang bersifat khilafah bahkan di beberapa bagian dari kerajaan Islam dunia berangsur-angsur mulai digantikan oleh yang bercirikan Republik atau Nasionalis yang sifatnya territorial, berdasarkan letak kepulauan atau dalam batas-batas tertentu daratan sebagaimana semangat dan watak Demokrasi yang mulai bergaung dari jaman Revolusi Prancis, Yunani di belahan Eropa dan berkembang dengan Revolusi Amerika, sejak itulah Negara Demokrasi menjadi pilihan utama bagi Negara-negara yang masih terjajah oleh Post Kolonialisme.
Semenjak masa-masa sebelumnya mereka ini mendapat tempat khusus dimata penduduk Hejaz. Mereka dibaiat menjadi penguasa dan imam serta pelindung tanah suci. Dalam tatanan Hejaz, mereka diberikan sebutan Syarif untuk laki-laki dan Syarifah untuk perempuan. Sedangkan diluar Hejaz, dari beberapa golongan ada yang memberikan title Sayyid dan Sayyidah, atau juga dengan sebutan Habaib, dan lain sebagainya untuk memberikan satu tanda bahwa mereka yang diberikan titel ini dianggap masih memiliki kaitan darah dan nasab dengan Nabi Muhammad SAW.
Kaum Arab, terutama yang beragama Islam telah sejak berabad lamanya melakukan perniagaan dengan berbagai negara di dunia, yang selanjutnya menciptakan jalur-jalur perdagangan dan komunitas-komunitas Arab baru diberbagai negara. Dalam berbagai sejarah dinyatakan bahwa kaum Arab yang datang ke Indonesia merupakan koloni Arab dari daerah sekitar Yaman dan Persia. Namun, yang dinyatakan berperan paling penting dan ini diperlihatkan dengan jenis madzhab yang ada di Indonesia, dimungkinkan adalah dari Hadramaut. Dan orang-orang Hadramaut ini diperkirakan telah sampai ke Indonesia semenjak abad pertengahan (abad ke-13) sesudah adanya huru-hara di Baghdad.
Secara umum, tujuan awal kedatangan mereka adalah untuk berdagang sekaligus berdakwah, dan kemudian berangsur-angsur mulai menetap dan berkeluarga dengan masyarakat setempat. Dari mereka inilah kemudian muncul banyak tokoh dakwah yang termaktub dalam team Walisongo dan banyak tokoh dakwah islam hingga masa sekarang. Walaupun masih ada pendapat lain seperti menyebut dari Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, tampaknya itu semua adalah jalur penyebaran para Mubaligh dari Hadramawt yang sebagian besarnya adalah kaum Sayyid (Syarif).
Seperti layaknya meneruskan perang Salib, sekalipun tidak sekeras Portugis, Belanda juga menunjukkan kebencian terhadap Islam, termasuk terhadap para mubaligh dan kiai — figur yang dihormati di masa penjajahan.
Ia memang banyak belajar dari kekalahan kumpeni pada Sunda Kelapa yang saat itu ditaklukan R Fatahillah. Sesudah Sunda Kelapa kembali berusaha direbut VOC Kumpeni, tetapi itupun sangat tidak mudah bahkan terus menerus mendapat perlawanan rakyat yang dikomandoi oleh kyai dari Jawa, para ulama dan Jawara, pendekar Banten yang bahu membahu mempertahankan Sunda Kelapa atau Batavia dari pendudukan penjajahan asing.
Menurut Risalah Rabithah Alawiyah, pada tahun 1925 pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan yang membatasi ruang gerak kegiatan dakwah dan pendidikan. Di antaranya, tidak semua orang dapat memberikan pelajaran agama atau mengaji. Kebijakan ini — sekalipun oleh para ulama Betawi tidak diindahkan — lantaran sejak lahirnya Jamiat Kheir pada 1905 banyak lembaga pendidikan Islam bermunculan.
Sejak zaman VOC, kedatangan Belanda di Indonesia sudah bermotif ekonomi, politik dan agama. Dalam hak actroi VOC terdapat suatu pasal berbunyi, ”Badan ini harus berniaga di Indonesia dan bila perlu boleh berperang. Dan, harus memperhatikan agama Kristen dengan mendirikan sekolah.”