Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

TUHAN, Ajarkan Kembali Hidup Ini

28 Oktober 2010   00:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:02 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://1.bp.blogspot.com/_gRCU6OKB9Pg/TD4KKpi6l4I/AAAAAAAAANk/6saaOu1iY80/s320/peace-on-earth.jpg

Bencana demi bencana melanda Indonesia maupun di negara lain silih berganti. Jerit tangis terdengar memilukan di sana sini, alam tidak bisa disalahkan karena alam tidak pernah melanggar hukum-hukumnya sendiri. Manusia sendirilah yang melanggar hukum-hukum itu, manusia sering merasa bahwa kehidupan dapat dibuat aman nyaman dengan melakukan berbagai tindak kekerasan, terhadap alam maupun sesamanya. PERADABAN menjadi rangkaian bukti kemenangan terhadap kondisi alam, sementara AGAMA dijadikan medan konflik sebagai gangguan bagai binatang buas yang memangsa siapa saja bila berani mengusiknya. Riwayat hidup dijadikan sejarah, sejarah dijadikan keyakinan, keyakinan menjadi kekuatan destruktif yang cenderung menjadi hukum. Apakah alam semakin takut pada pengalaman baru manusia hingga membuatnya resah gelisah? Bukankah hidup berarti berubah dan memang sering berubah?

TUHAN, Ajarkan Kembali Hidup Ini

Ketika kamu dan aku termangu di tepi pantai pasir masihkah menyimpan kesabaran dalam hati yang setiap saat berombak Aku ingin bertanya apakah kita masih punya kejujuran untuk saling terbuka dalam derita dan sukacita? Mari pulang tinggalkan mawar dengan keindahannya durinya setia menjaga tidak seperti kita gembala yang tak henti berkelana mencari bintang gemerlap menunggu merpati hinggap Sudah kutemukan potret kehidupan yang tersimpan dalam berkas puisi tercabik tak bertanggal Kawan, demi Tuhan aku ingin kembali merasakan mimpi-mimpi sebelum nafas-Nya meninggalkan raga ini sungguh teduh walau terasa jauh tetap akan kukayuh untuk menemukan nurani yang mungkin sudah tertata rapi pada hati yang selalu sepi Tali temali kehidupan ini terangkai dan mengalir menyibak suara gelombang menggapai senyuman adakah harapan dalam awan-awan yang merindukan kita untuk menaikinya terbang membawa ke bibir sorga meninggalkan bumi dalam kecongkakannya untuk bertamu di beranda Tuhan bisakah kita melepaskan lelah? Tuhan, ajarkan kembali hidup ini karena sudah sekian panjang kami terjerat dalam cermin dusta nafas kami tak lagi memberi kata-kata sedang angin tak hendak menegur kami Tuhan, apa arti hidup ini bila tak mendengar nafas-Mu yang terengah-engah bersama airmata-Mu buat apa hidup bila tak mampu menyimak Roh-Mu yang berendam dalam sukmaku begitu lama dengan kesabaran-Mu Tuhan, rumah-Mu seluas samudera namun aku masih menunggu di pesisir ini dengan hati bergetar apakah nafas-MU masih ada padaku? 040610 Illustrasi : bloggaul.com, Jhon 27, terangjalanku.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun