Sistem politik kita sepertinya masih terus "UANG" yang bermain, menjadi PEJABAT nyatanya tidak dibutuhkan kualifikasi yang KETAT, asal punya DANA besar serta dukungan kuat, bisa dengan mulus mencalonkan diri. PERSETAN dengan sumpah jabatan nanti. Bagi mereka, menjadi PEJABAT harus bicara dengan BAHASA JABATAN, komentarnya sering berkisar pada kalimat : Saya MENDUKUNG, Saya MENGGARISBAWAHI,Saya SEPENDAPAT. Pokoknya yang penting, beringsut dan beranjak dengan FORMALITAS JABATAN, sampai kalau dia meninggal, masih tetap dalam atribut dan previlege jabatan. Kalau perlu, peti matinya didahului salvo militer dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan! SINETRON atau Sinema Elektronik biasanya ditujukan pada cerita-cerita yang ditayangkan layar televisi kita yang meniru telenovela-telenovela model bule di sono, tapi di sini rupanya sudah berkembang cukup baik. Selain drama kehidupan dengan bumbu fiksi yang mengharu-biru itu, kini sering ditayangkan langsung berita-berita yang menjadi ISYU BESAR dalam masyarakat. Dan kini, sinetron GAYUS TAMBUNAN  tengah berlangsung cukup seru dan kejar tayang tanpa waktu lama. Desa Lancat, Kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan, adalah tanah leluhur dan tempat kelahiran Gayus, sebagai orang Batak ia cukup sukses memainkan perannya sebagai KORUPTOR LICIN yang mampu mengharu-biru para petinggi di negeri ini. Nama lengkapnya saja Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, nama PARTAHANAN itulah yang mampu membuat Gayus hingga saat ini bisa BERTAHAN atau DIPERTAHANKAN oleh banyak pihak demi "stabilitas" korupsi berjamaah di republik ini? Ritus Batak penuh tembang pujian dan dendang. Terbaca di torsa-torsa, turi-turian, atau umpasa, yang berkelindan melahirkan filosofi suku bangsa itu. Filosofi Batak mengajarkan sungkun mulani hata sisi mulani uhum, yang berarti bertanya akan membuka dialog, sementara yang tidak mau bertanya memutus komunikasi. Filosofi budaya yang dihubungkan dengan teologia yang berbunyi pantun hagoluan tois hamatean, yang berarti kesombongan membawa kematian, sopan santun sumber kehidupan. Demikian diungkapkan Mgr Dr Anicetus B Sinaga, OFMcap dalam bukunya "Dendang Bakti; Inkulturasi Teologia Dalam Budaya Batak" Sebagai orang BATAK semestinya Gayus mengerti filosofi hidup berjalan aman dan tertib bukan karena kuasa kerajaan, melainkan semata-mata karena etos habatahon, menggunakan nilai-nilai luhur orang Batak. Namun Gayus melupakan falsafah leluhurnya begitu ada kesempatan di kota besar, menjadi kaya dengan cara cepat dianggapnya lebih luhur daripada miskin di tanah leluhur. Sebaliknya, Suku Angkola yang bagian dari leluhurnya Gayus malah menganugerahkan gelar kehormatan batak yakni Siregar untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Pohan bagi Ibu Negara Kristiani Yudhoyono. Tentu saja namanya tidak berubah menjadi SUSILO BATAK YUDHOYONO melainkan SUSILO BAMBANG YUDHOYONO SIREGAR. Lalu bagaimana semua ini begitu saja mengalir ceritanya yang sama-sama bersumber dari TLATAH ANGKOLA? Kalau sang Presiden di beri gelar kehormatan karena sudah mengemban tugas yang sangat berat bagi bangsa, lantas penghargaan apa yang pantas diberikan Gayus dari sukunya itu, sebab Gayus juga telah MENGEMBAN TUGAS YANG SANGAT BERAT sebagai KORUPTOR BANGSA yang berusaha melindungi KORUPTOR KAKAP di belakangnya? Illustrasi : www.billing.29.blogspot.com, kaskus.us, by dondod
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H