Setiap lelaki mengagumi kecantikanku, mereka sering menyanjungku bila ingin mendekatiku, dan aku menikmati semua itu. Wanita cantik lebih cepat mendapatkan pacar itu hal biasa, tapi bila berganti-ganti pacar apakah mesti disalahkan? Orang cantik memang tak bisa disalahkan bila dikelilingi banyak pria yang mencoba menawarkan cintanya, siapa sih yang tak suka mempunyai pacar yang cantik? Padahal ada yang mengatakan bahwa wanita yang pernah jatuh cinta pada seorang pria bila ia memiliki pendapat yang lebih baik tentang pria itu, daripada sekedar dia dianggap layak. Cinta bukanlah masalah bagaimana saling menguasai tapi saling mengolah tenggang rasa, untuk itu bila salah satu tak bisa diajak bertenggangrasa buat apa cinta diteruskan. Bahwa seorang laki-laki yang memiliki keberuntungan pasti memerlukan istri, itulah kebenaran secara umum. Ya, akhirnya aku menjomblo setelah putus lagi dengan pacarku yang tak sejalan denganku, dan itu bukan masalah bagiku, sebab aku masih cantik, bukan soal susah mencari pacar baru lagi. Tapi ada yang aneh dengan kedua Payudaraku ini, barangkali tidak pantas untuk diceritakan tapi ini kenyataan yang harus kuceritakan agar bebanku lebih ringan. Sebagai wanita cantik, aku mempunyai Payudara yang indah dan seksi, begitu kata para mantan pacar-pacarku. Mereka semua tahu sebab mereka kuberi kesempatan untuk melihatnya, meremasnya, bahkan mengecupnya. Payudaraku masih orisinil, tanpa operasi silikon, tanpa krim, tanpa tablet, tanpa pompa, tanpa suntikan, tanpa alat-alat apapun. Payudaraku 100% nature, sangat alami, sehat dan menantang bila dilihat. Payudaraku sekali lagi memang indah, bulat dan montok tanpa perlu mengikuti metode latihan apapun. Setiap tidur memang aku melepaskan BRA atau BH atau KUTANG, agar tidak mengganggu pernafasanku, kadang kubiarkan terbuka bila udara panas, toh ini hanya di kamar tidurku saja, bukan untuk konsumsi umum aku melakukan hal ini. Dalam tidur malam yang belum lelap sepenuhnya, tiba-tiba Payudara di sebelah kiriku mengeluarkan suara lewat putingnya, puting yang berwarna merah kecoklatan itu seperti mulut saja layaknya, ia berbicara dengan Payudara di sebelah kanan dan ia memanggilnya dengan panggilan Buah dada. Dengan setengah kantuk aku coba melirik dan mendengarkan obrolannya. "Eh Buah dada, kamu belum tidur kan?" "Belum Payudara, ada apa?" "Rasanya sudah lama kita tak merasakan sentuhan-sentuhan yang luar biasa nikmatnya dari para pria kekasih bos kita ini." "Benar Payudara, aku kangen sama mas Bambang yang begitu kuat meremas diriku sampai membuatku menggelinjang kegelian." "Kalau aku kangen sama Engkong tuh, walau sudah setengah baya, tapi sentuhannya penuh sensasi, pelan-pelan dan lembut, apalagi kalau sudah mengecupnya, wuiiiih merinding punting ini hi hi hi hi........" "Kuakui Engkong memang sabar memperlakukan kita, tipenya mirip Koh Liem, dia juga romantis, tangannya lincah sekali bila menyusup ke dalam bra dan memelintir-melintir putingku, membuatku terlena ke alam mimpi!" "Iya, hampir semua pria kekasih bos kita ini pintar sekali memanjakan kita. Tapi sudah berapa bulan kita seperti hidup dalam sepi yang menyayat," keluh Buah dada lirih. "Sepertinya bos kita ini sudah tak punya kekasih lagi, sedih rasanya aku tak bisa merasakan sensasi seperti dulu lagi." "Betul, pengin bunuh diri saja aku kalau begini terus!" "Hi hi hi hi.....memangnya bunuh diri dengan cara bagaimana?" "Aku akan mengempeskan diri saja, buat apa kita jadi montok dan indah kalau tak berfungsi dengan baik? Biar bos kita tidak laku kalau tak punya Payudara dan Buah dada yang bagus seperti kita ini kan?" "Betul, kalau sampai bulan depan kita tak merasakan sentuhan-sentuhan yang penuh dengan kenikmatan itu, kita mengempeskan diri saja!" Begitulah dialog yang kudengarkan dengan setengah tidur. Begitu terbangun, aku berdiri di depan cermin, kulihat tidak ada perubahan pada Payudaraku, masih besar, indah dan montok, putingnya pun tak kulihat terbuka seperti mulut. Apakah aku hanya bermimpi? Dan waktu terus berlalu, aku tak mengingat tentang ocehan Payudaraku itu, kuanggap itu hanya halusinasi saja. Aku pun menyibukkan diri dengan rutinitas pekerjaanku, belum terpikirkan mencari pacar lagi. Malam-malam berikutnya semakin sering aku mendengar obrolan Buah dada dan Payudaraku, semakin hari semakin keras mengecam ketidakperdulianku untuk mencari kekasih yang suka mengelus-elus kedua Payudara ini. Mereka semakin nekat akan membuktikan ancamannya, mereka akan bunuh diri, melepaskan diri dari dadaku. "Percuma menempel di dadamu kalau tak berfungsi dengan baik." "Sia-sia ikut denganmu kalau hanya jadi pajangan saja, tak bisa menikmati sentuhan hidup ini!" "Kami akan membuktikan ancaman kami, tunggu saja besok pagi. Kami berdua akan pergi dari sisimu!" kata mereka bergantian yang membuatku risih. Untuk membungkam ocehan mereka, aku ambil Bra yang ketat dan kubungkam kedua Payudaraku itu. Benar saja, akhirnya aku tak mendengar lagi ocehannya yang menyebalkan itu. Pagi yang cerah, pagi memang nikmat bila selalu cerah, sebab dalam pagi selalu ada kehidupan penuh semangat bila ada cerah di langit dan cerah di hati ini. Aku menguap, nikmat benar tidurku malam tadi. Aku pun segera ke kamar mandi seperti biasanya. Baju tidur kulepas, dan ketika Bra kubuka.......betapa kagetnya aku! Kedua Payudaraku telah menghilang, tinggal punting kecil seperti miliknya kaum lelaki. "Mamiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.......!" teriakku kencang menghambur mencari mamiku dengan derai airmata yang tak terbendung lagi. Illustrasi : kaskus.us, medantalk.com, jurug.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H