Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kawin Dulu Bekerja Belakangan

1 Oktober 2010   01:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:49 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.dealer-pulsa.net/wp-content/uploads/2009/10/lamaran-kerja.jpg

MELAMAR pekerjaan pada saat sekarang ini nyatanya tidak hanya mengandalkan otak saja. Meski lowongan pekerjaan tidak pernah lowong mengiklankan di berbagai media, nyatanya jumlah pengangguran tidak pernah berkurang. Bahkan ada sinyalemen bahwa pencari kerja harus bermodal uang dan koneksi ! Prabu Basudewa salah satu pejabat tinggi di Mandura sendiri sering menerima titipan sarjana untuk mencarikan kerja, namun berulangkali ia menolak secara halus. "Ini kan bisa jadi kebudayaan tidak baik!" ujarnya pada Dewi Dewani, istrinya. "Tapi kan lumayan to Papi.Penghasilannya lebih gedhe daripada gaji bulanan," sahut sang istri menyayangkan sikap suaminya. "Ah kau ini mata duitan Mi.Buat apa banyak uang kalo hidup akhirnya tidak tenang. Lagian kita kan sudah kaya, jabatan ada, perusahaan punya, deposito full, kurang apalagi?" ujar Prabu Basudewa sambil membatin, celaka deh kalau semua istri berpikiran demikian. Dewi Dewani akhirnya diam, meski sedikit kecewa. Celakalah kalo semua suami idealis seperti ini, batinnya keki. Di Mandura memang banyak lowongan yang digelar maupun yang diumpetin, peminat juga bejibun, yang diterima cuma segelintir, sisanya cengar-cengir. Maka jangan heran kalau di Mandura sarjana nganggur tidak aneh, bahkan mereka cukup senang bisa jadi pengangguran bertitel sarjana. "Paling tidak ingsun punya basic pemikiran yang baik!" begitu dalihnya. Narayana, salah seorang putra Prabu Basudewa, predikatnya juga pengangguran intelek, tapi karena ortunya kaya raya, ia tidak begitu sengsara. Tak henti-hentinya sang ortu membujuknya untuk bekerja di salah satu perusahaan atau kantor pemerintahan mana yang ia suka, toh ia menolaknya. "Ingsun mau kawin dulu, bekerja belakangan!" katanya. "Apa tidak keliru pemikiranmu itu, ngger?" tanya maminya heran. "Dulu keliru mami, sekarang sudah jadi trend kok." "Astaga, mami baru dengar dari mulutmu, jangan-jangan kamu ngaco?" "Ya ampyang!! Mami nggak sering baca berita sih, mami cuma sibuk ngurusin berlian doang. Sekali-kali chatting dong, mam. Bikin PESBUK atau TWITTER biar lebih hot gitu lho." "E e e eh anak mami kok sekarang pinter ngomong ya? Mentang-mentang sudah sarjana trus brani ngritik mami. Sudah bilang sono ama papimu, kalo kamu pengin kawin!" Prabu basudewa begitu mendengar niat putranya jelas kaget. Begitukah semangat 45 anak muda sekarang? "Mana ada cewe yang suka ama pemuda pengangguran kayak elo?" sang papi menyindir. "Papi kuno! Cewe sekarang kalo cari suami yang penting ortunya kaya, bekerja urusan belakang, seneng-seneng nomor satu." "Apa iya, cewe-cewe sekarang begitu?" "Alaa... kayak papi nggak ngerti aje! Udahlah pi, kawinkan aku. Aku ini pemuda optimis maka biarlah PERKAWINAN SAYA ANGGAP SUATU PERJUDIAN !" "Terserahmulah. Tapi ingat jangan menyusahkan papi mami. Semua resiko tanggung sendiri! Papi juga tidak mau campur tangan sedikit pun." usai berkata begitu sang Prabu masuk ke kamar. Matanya sempat melirik gambar foto Badak yang siap mau kawin itu sambil ngedumel. Narayana langsung pasang kelima panca inderanya. Mencari dan mencari wayang cewe yang kece. Akhirnya, setelah melalui berbagai perburuan, ia kasmaran berat pada cewe cantik bernama Setyaboma, putri konglomerat Lesanpura. Sayangnya untuk melamar Dewi Setyaboma tidak segampang mengencani artis sinetron Indonesia yang main pideo itu. Banyak syarat yang harus dipenuhi untuk mendekati sang Dewi. Dewi Setyaboma bukan cewe murahan, seleranya tinggi, hingga membuat uring-uringan Narayana karena selalu gagal dalam pendekatannya. Kakrasana, sang kakak, merasa perlu turun tangan untuk membantu sang adik. Ia berunding dengan sang istri, Dewi Erawati. "Adik ingsun jatuh cinta sama Dewi Setyaboma. Lamaran lengkap sudah dikirimkan, dari mulai ijazah sarjana S1 sampai piagam penghargaan sebagai blogger super tolol pada situs Sabda Prabu  disertakan juga, masih belum berhasil juga." "Tidak cari memo babemu, pap?" "Ah, papi mana mau model memo-memoan!" "Eh bukankah mami cukup dekat dengan Dewi Setyaboma to?" "Itu duluuuu, sekarang tidaaaak.....tapi kalo mami ada perlu dia pasti mau datang deh kayaknya." "Nah, nah itu ide bagus!" "Maksud papi?" "Mami  pura-pura sakit, lantas kita undang mereka. Setuju kan? Setuju kan mami?" "Kok maksa! Nanti dulu, mami pura-pura sakit apa?" "Kelamin! Eh maaf....maksud papi sakit yang ada hubungannya dengan ...dengan.....apa ya enaknya?" saking semangatnya, Kakrasana ngomongnya sampai gelagapan. "Sakit anu saja mam...." "Apaaa?!" "Maksud papi pura-pura sakit in!" Kakrasana menunjuk dadanya. "Sakit dada?" "Bukan!" "Jantung?" "Tidak!" "Yaaah apa?" "Hati!" "Masak hati di dada?" "Ah, ikut-ikutan para kelirumolog aja. Udah ah, pokoknya sakit, gitu aja! Silahkan mami tiduran di ranjang, pasang koyo di dahi. Kalo perlu punggungnya gue kerokin dulu, biar meyakinkan to mam?" "Laki-laki kalo main bo`ong-bo`ongan memang pintar ya pap......." "Jangan nyindir, yang bener ah mam, malu didengerin pembaca hehehe......" Dengan skenario dan penjiwaan yang begitu hebat, Dewi Setyaboma yang menerima kabar sakitnya Dewi Erawati dari Raden Udawa langsung menjenguknya. Membuatnya terharu dan airmatanya menetes. "Duuuh mbakyu Erawati, kenapa jadi begini?" tanyanya sambil memijiti lengannya. Sementara Raden Haryo Setyaki, pengawal setianya, yang merupakan pintu gerbang utama untuk mendekati sang Dewi, karena beliau memang harus dilawan dahulu sebelum melamar Dewi Setyaboma, tengah dijamu makan minum yang begitu mewah dan melimpah. Haryo Setyaki tidak tahu siasat hebat Kakrasana. BANYAK MUSUH BERTEKUK LUTUT DI MEJA MAKAN. Setyaki tidak menyadari falsafah ini. Dan ketika Kakrasana mengabarkan bahwa adiknya diganggu Narayana, Setyaki yang mabuk berat langsung marah-marah dan menantang Narayana. "Adikmu memang kurang ajar! Pengangguran memang sering cari gara-gara saja, hayo Narayana GUA sikat jadi SELARONG  lu!!" Setyaki langsung menghantam Narayana dengan jurus dewa maboknya. Pertarungan berlangsung cukup seru. Kalo saja Setyaki tidak kenyang dan mabok, mungkin Narayana bukan tandingannya. Tapi berhubung mabok ia bisa mengimbanginya dengan cukup baik. Namun belum berakhir duel tersebut, Dewi Setyaboma keluar sambil berteriak-teriak melerainya. Mendengar itu, Setyaki menghentikan pertarungan dan langsung mengajak kembali ke Lesanpura. "Nanti dulu Setyaki!" cegah Kakrasana mencekal lengan Setyaki. "Apa maksudmu Na? Mau membela adikmu ya?!" bentaknya garang. "Begini," sahutnya pelan. "Adikmu dan adikku sudah saling jatuh cinta, lagian adikku itu sebetulnya pintar lho, kalo nggak dilerai kamu mungkin sudah terkapar berdarah-darah," bisik Kakrasana, neror mentalnya. "Ah, mana bisa adikmu ngalahin aku! Sudah, sudah, adikku boleh kawin sama adikmu, tapi aku mesti bertarung dulu, tanggung sih!" Kakrasana bingung sejenak, ia kuatir kalau Narayana nanti babak belur, masak calon pengantin babak belur, kan tidak lucu to? Maka ia mendatangi Permadi buat melawan Setyaki sebagai wakil Narayana. "Kalau you kalah, jangan harap you dapat adikku Dewi Wara Sembadra!" bisik Kakrasana kepada Permadi sedikit mengancam. Ternyata Permadi memang jagoan hebat, Setyaki babak belur dibuatnya. Para pesaing yang berminat melamar Dewi Setyaboma pun disikat semua, seperti Adipati Karna, Prabu Kala Kunjana dari Dwaraka. Akhirnya Narayana berhasil menikahi Dewi Setyaboma. Setelah menikah ia memang bertanggungjawab, berkarier di bidang politik, menjadi pejabat tinggi di tlatah Dwaraka dan mengganti nama daerah tersebut dengan nama baru yaitu Dwarawati. Narayana kini banyak dikenal sebagai Prabu Kresna. "Pi, kulitmu kok semakin item sih?" bisik nyonya Kresna manja. "Maklumlah mi, papi sering turba melihat nasib rakyat agar memahami keinginannya. Jadi ya wajar kalo kulit papi jadi item, item-item tapi manis to mam......." berkata begitu Prabu Kresna nge-sun pipi istrinya, sayang bibirnya natap sandaran kursi, karena sang istri menghindari sambil nyekikik. Kresna kontan cemberut, keki! Illustrasi : dealer-pulsa.net, batamglobal.blogspot.com, ardy.tk, kolomkita.detik.com, wayang.wordpress.com, uchykafaradesigner.blogspot.com, screetymovie.co.cc

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun