Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bertemu Arwah Nenek

16 September 2010   11:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:12 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

LIMA tahun sudah penyakit yang menderanya tak kunjung sembuh, Daniel sehari-hari hanya berbaring di kamar tidurnya. Penyakitnya tidak bisa dideteksi oleh dokter, mereka hanya mengatakan Daniel menderita kelumpuhan tanpa jelas karena apa, padahal tidak ada satu pun urat-uratnya yang putus. Kesimpulan sementara orang, Daniel kena SANTET! Orang tuanya seakan tak percaya akan kabar itu, Daniel masih muda, usianya sekita 24 tahun, boleh dikata tidak punya musuh, pacaran juga belum pernah, artinya tidak ada perempuan yang dendam karenanya. Tapi memang penyakitnya aneh, kalau lagi kumat meraung-raung seperti anak kecil, memaki-maki siapa saja yang kebetulan ada di kamarnya, seolah-olah merekalah yang membuatnya sakit. Namun sering juga berbicara bak orang tua yang bijaksana, kata-katanya penuh petuah hidup. "Menurutku, kewajiban utama masyarakat adalah menciptakan keadilan," katanya suatu kali. Tapi kalau lagi kumat GENDHENGNYA ia sering berkata, "Bunuh saja aku daripada disiksa seperti ini,  bangsat!" Bila demikian, sang ibu hanya bisa menangis. Sang bapak pun tak kurang-kurang usahanya dalam mencari kesembuhan anaknya, hingga menghabiskan banyak harta simpanannya. Sudah banyak ahli yang dipanggil hasilnya nihil. Sudah banyak dukun ampuh yang diundang hasilnya tak ada titik terang. Walau sang dukun selalu dituruti permintaannya. "Rumah bapak ini ada penunggunya," kata sang dukun serius. "Coba sediakan jajan pasar dan kembang tujuh rupa, siapa tahu penunggu rumah ini bisa menolongnya." Hasilnya NOL BESAR. Bahkan ada yang menyarankan untuk memanggil seorang pendeta yang terkenal mempunyai kuasa mujizat penyembuhan, orang tua Daniel pun menyetujuinya. Sang Pendeta pun dengan beberapa jemaatnya melakukan ritual penyembuhan dengan doa-doa yang begitu lengkap hingga berkeringat. Sampai akhirnya kecapean dan mengatakan. "Wah anak pasti melakukan dosa menghujat Roh Kudus, kuasa kegelapan masih menguasainya. Nanti kalau Roh Kudus memberi ampun, anak ini akan sembuh dengan sendirinya," katanya sambil pamitan. Biasanya setelah di doakan Daniel justru makin parah, panasnya tinggi sampai menggigil, ocehannya tak karuan. Sang ibu biasanya mengompres keningnya, menyelimuti tubuhnya. Kalau kegerahan, sang ibu mengipasinya, memberinya minum teh hangat. Pada sore yang gerimis, Daniel mengatakan pada kedua orang tuanya dengan mimik serius, entah itu igauan atau kumat seperti biasanya. "Malam ini biarkan saya sendirian di kamar, tolong ibu kunci pintu, jangan ada yang masuk. Saya dapat pesan dari nenek, malam ini saya jangan diganggu, sebab kalau Tuhan mengijinkan, besok saya pasti sembuh." "Nenek? Nenek siapa yang berpesan demikian?" tanya ibunya coba menanggapi. "Nenekku, ibunya ibu. Tadi barusan menjenguk sebelum bapak ibu masuk sini. Apa bapak ibu tidak ketemu?" "Tapi nenekmu kan sudah meninggal?" tanya sang ayah kuatir.  Karena biasanya kalau orang yang mau meninggal sering didatangi kerabatnya untuk diajak pergi ke alam gaib. "Sudahlah pak, jangan ditanggapi, dia kan suka mengigau." sahut sang ibu seraya mengajak suaminya keluar kamar dan menutup pintunya. Biasanya setiap malam selalu ada yang menemani Daniel, tapi kali ini tidak ada seorang pun yang diijinkan masuk ke kamarnya.  Kedua orang tuanya duduk di kamar tamu yang memang berdekatan dengan kamar tidur Daniel. Adik dan kakaknya pun di ruang tamu sambil melihat televisi yang volumenya di kecilkan, kalau terlalu besar, takut Daniel marah-marah seperti biasanya  bila  kumat. Tiba-tiba dari kamar terdengar suara Daniel yang begitu jelas. "Selamat datang nenek." Kedua orangtuanya saling pandang, begitu juga adik dan kakaknya. "Wah mengigau lagi." desis sang ayah. "Sst jangan berisik, biarkan saja, toh kita dilarang masuk kamarnya." sahut sang ibu, dan mereka tetap pasang kuping untuk mendengarkan igauannya. "Kalau saya dianggap menghujat Roh Kudus dan Tuhan menghendaki saya sakit begini, saya pasrah menerimanya Nek. Tapi kalau Tuhan mengijinkan saya sembuh, saya besok pasti sembuh," suara Daniel terdengar jelas. Dan ada percakapan yang tak begitu bisa didengar jelas oleh mereka yang berada di ruang tamu, cuma suaranya Daniel yang tampak optimis akan sembuh. Sang ayah penasaran, coba mengintip dari lubang kunci, apa yang terjadi, seperti ada deru angin yang keras sekali, ada barang-barang yang berjatuhan dan menimbulkan suara berisik luar biasa. Sang ayah terkesiap. "Ada apa?" tanya istrinya. "Tidak terlihat apa-apa, seperti suara angin yang berputar cepat sekali dan barang-barang pecah berantakan."  Mereka saling berpelukan ketakutan. Bulu tengkuk mereka berdiri, tak terasa mereka semua lunglai di kursi, seperti tulangnya dilolosi. Tak lama kemudian terdengar petir menggelegar begitu kerasnya, hingga mengagetkan dan mereka bertumpuk dalam kursi panjang saling berpelukan semakin erat. Tiba-tiba pundak  kedua orangtua itu ada yang menyentuhnya, hingga membuat kaget. "Hah? Kau?" "Saya sudah sembuh. Nenek telah menyembuhkan saya," kata  seorang lelaki yang ternyata Daniel, bisa berjalan menghampiri mereka. Kemudian Daniel memeluk mereka semua. Ada tangis haru yang sulit untuk diterjemahkan. Penyakit  aneh yang menahun  itu telah sembuh dalam semalam dengan peristiwa yang menegangkan sekaligus penuh misteri. Illustrasi : 4rdysama.wordpress.com, terselubung.blogspot.com, rumahkpr.com, chare-takes-pictures.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun