Sudah semakin dekat waktunya dan sudah semakin jelas panas suasana Pilkada DKI Jakarta ini. Dua kandidat Jokowi Ahok dan Foke Nara semakin sering berkampanye untuk mencari dukungan yang lebih luas. Dalam debat- debat yang disiarkan secara langsung, sudah jelas kandidat mana yang BERKUALITAS dan mana yang MENGGELIKAN. Foke Nara begitu percaya diri dengan bergabungnya partai-partai besar dalam tim pemenangannya, tapi realitas yang terjadi, rakyat Jakarta, utamanya kaum muda dan kaum pinggiran condong mendukung Jokowi Ahok dan penuh kreativitas dalam berkampanye, tanpa perlu disogok dengan berbagai macam iming-iming materi, benar-benar menjadi sukarelawan sejati dengan hati ENJOY. Fauzi Bowo tetap menjaga image emosinya, Nara masih saja menunjukkan bakat ngelawaknya dalam live show debat-debat di televisi itu. Jokowi Ahok dengan semangat mudanya yang tangkas dan penuh percaya diri, walau kadang hanyut dalam permainan lawan debatnya, tapi semua sudah bisa menilainya, mana yang baik di antara dua kandidat gubernur DIKI Jakarta itu dalam memberikan argumentasinya. Seorang teman menceritakan sebuah kisah yang berkaitan dengan Pilgub DKI Jakarta itu. Ada anak muda yang diusir oleh ortunya karena tidak mau NYOLOK FOKE. Ini bukan berita hangat, sebab perbedaan pilihan, entah agama atau parpol sering membuat satu keluarga bersitegang di negeri ini. Maklum deh, negeri kita memang sudah terbiasa di adu domba, jadi cukup pengalaman buat mengadu domba. Konon sang ortu sudah dapat SAWERAN dari salah satu calon gubernur tersebut, tentu saja sang ortu dengan keras menyuruh anaknya untuk ikut memilih calon yang telah memberikan duit itu. Ternyata sang anak tidak cocok dengan pilihan ortunya, kontan sang ortu EMOSI, tak mau kalah dengan tokoh yang dipilihnya, ia mengusir sang anak dari rumah. Darah muda sang anak bergejolak, lebih baik minggat daripada memilih tokoh yang tak sesuai hati nuraninya. Ia tak perlu jauh minggatnya, bergabung dengan teman-teman yang sepaham dengannya. Pada akhirnya, ia kangen juga sama ortunya, dengan memberanikan diri ia kirim SMS, begini kalimatnya : Maaf mbok, aku tidak akan pilih calon gubernur itu Hatiku tidak ikhlas untuk mencoblosnya Mataku cape melihat mukanya Telingaku bosan mendengar janjinya Maaf mbok, aku tidak akan memilih calon gubernur itu Uang yang dihabiskan untuk kampanye sudah ratusan milyar Bila nanti terpilih pasti akan menebusnya dengan cara korupsi Janjinya sudah terbukti mementingkan diri sendiri Rakyat terus saja dibodohi Maaf mbok, aku tidak akan memilih calon gubernur itu Birokrasi dipersulit izin-izin dihalangi Rakyat miskin semakin sulit dia hanya berjas dan dasi Jangan pilih dia lagi kalau ingin perubahan yang berarti Maaf mbok, aku tidak akan memilih calon gubernur itu Merasa suci ketika bisa menghafal ayat-ayat suci Merasa benar ketika menyebut angka-angka Selalu sinis bila berkata Menghalalkan cara dengan nuansa SARA Sekian dulu ya mbok Pesan ananda, terima saja duitnya Jangan pilih orangnya Daripada kita sengsara punya pemimpin sebuas serigala Salam hangat mbok Kita ketemu tanggal 20 September di tempat coblosan Mari kita buktikan, pilihan siapa yang menang!
Illustrasi : Facebook.com, Inilah.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H