Setiap mendengar kata DONGENG saya selalu teringat almarhum ibuku yang setia mendongeng tatkala menjelang tidur malam saat usia masih BALITA. Dongeng yang begitu menancap di ingatan adalah dongeng Fabel tentang kecerdikan Kancil dalam menghadapi binatang-binatang besar dan ganas penghuni hutan maupun seorang petani yang mempunyai Anjing yang mudah dikibulin. Selain dongeng tentang Kancil, masih banyak dongeng lagi yang sekarang sudah lupa alur ceritanya, walau setiap malam dongeng itu selalu diulang-ulang sebab saya selalu memintanya untuk mendongengkannya sebelum tidur. Ketika sudah masuk Sekolah Dasar, kakak perempuan saya juga sering mendongeng ketika akan tidur siang, tapi dongengannya sambil membawa buku komik, yang paling saya ingat saat menceritakan cerita silat Pendekar Manggala karya komikus kita Rim Hindarsa, yang menghadapi musuh seorang pendekar perempuan dari golongan hitam dan terkenal sebagai Dukun Teluh bersama 3 orang anaknya yang bertingkah mirip orang gila. Kebiasaan mendengarkan dongeng itulah yang membuat saya jadi suka membaca komik dan meningkat ke bacaan lainnya. Jenis, Fungsi dan Bahan Dongeng Memang pada dasarnya manusia itu HOMO FABULANS, yaitu makhluk yang gemar bercerita. Seperti ibu saya yang mendongeng agar anaknya segera tidur itu termasuk dalam kategori SASTRA LISAN. Sastra lisan memang mempunyai keunikan tersendiri, menarik, unik dan menyimpan hiburan kejiwaan yang luar biasa. Menurut Anti Aarne dan Stith Thompson dalam bukunya The Types of the Folktale (1964) pada dasarnya DONGENG (cerita) dapat dibedakan menjadi empat jenis. 1. Dongeng binatang (animal tales). 2. Dongeng biasa (ordinary tales). 3. Lelucon dan anekdot (jokes and anecdotes). 4. Dongeng berumus (formula tales). Sementara Vladimir Propp dalam bukunya The Morphology of the Folktale (1975) mengemukakan beberapa teori fungsi yang penting dalam dongeng, yaitu : 1. Istilah fungsi merupakan unsur dongeng yang paling mantap dan tak berubah, walaupun tokoh yang mendukung fungsi berganti. 2. Fungsi dongeng terbatas jumlahnya. 3. Urutan fungsi dalam dongeng selalu sama. 4. Sebuah dongeng hanya mewakili satu tipe saja jika dilihat dari strukturnya. Fungsi tersebut selalu dikaitkan dengan perwatakan tokoh. Perwatakan amat didukung oleh sudut pandang cerita. Karenanya, analisis struktur dan fungsi dongeng seyogianya tetap berpegang pada keseluruhan cerita. Seluruh rangkaian cerita dari awal sampai akhir akan membawa pesan. Pada kenyataannya dongeng masih banyak kita jumpai di berbagai pelosok masyarakat. Apalagi di daerah terpencil, biasanya dongengnya lebih murni, karena belum mengenal alat komunikasi dan teknologi canggih. Dongeng semacam ini penyebarannya biasa disampaikan dari mulut ke mulut secara turun temurun. Dan ciri utama dari sebuah dongeng banyak mengungkapkan kata-kata atau ungkapan-ungkapan klise dan sering bersifat menggurui. Menurut Suripan Sadi Hutomo dalam Mutiara yang Terlupakan, Pengantar Studi Sastra Lisan (1991) bahan dongeng dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yakni : 1. Bahan yang bercorak cerita : a. Cerita-cerita biasa (tales) b. Mitos (myths). c. Legenda (legends). d. Epik (epics). e. Cerita tutur (ballads). f. Memori (memorates). 2. Bahan yang bercorak bukan cerita : a. Ungkapan (folk speech). b. Nyanyian (songs). c. Peribahasa (proverb). d. Teka-teki (riddles). e. Puisi lisan ( rhymes). f. Nyanyian sedih pemakaman (dirge). g. Undang-undang atau peraturan adat (law). 3. Bahan yang bercorak tingkah laku (drama) : a. Drama panggung. b. Drama arena. Dongeng Doel Sumbang Demikian sekedar berbagi sedikit dari referensi yang saya baca tentang dongeng atau sastra lisan itu. Selebihnya ada dongeng menarik yang sebenarnya sudah populer namun jarang kita dengarkan, dengan kocaknya Doel Sumbang menyanyikannya dengan irama rock yang cukup menghentak, judulnya "dongeng di dongeng-dongeng", sayang belum di unggah ke you tube jadi saya tuliskan saja ceritanya, begini ceritanya : Zaman dahulu kala, ada seorang raja. Mempunyai dua putera. Sang raja bercerita pada kedua puteranya. Begini ceritanya : Zaman dahulu kala Ada seorang Raja Mempunyai dua putera Sang Raja bercerita Pada kedua puteranya Begini ceritanya : Zaman dahulu kala ada seorang raja, mempunyai dua putera. Sang raja bercerita pada kedua puteranya, begini ceritanya : Zaman dahulu kala ada seorang raja mempunyai dua putera sang raja bercerita pada kedua puteranya beginilah ceritanya : Raja pingsan kecapean Puteranya cape ketiduran Dongeng di dongeng-dongeng. Begitulah dongeng sebagai sastra lisan sangat luas jangkauannya, berbagai hal dapat masuk ke dalam dongeng, tidak hanya dari aspek makna dan fungsinya dari sudut pandang emik maupun etik. Dan dongeng dengan berbagai penafsirannya dapat kita peroleh pesan, makna, dan fungsinya dari lapis-lapis karya dongeng tersebut. Artinya dongeng tergolong karya yang terbuka terhadap penafsiran, tafsiran boleh bebas, yang penting mampu mengungkap makna simbolik di balik dongeng itu. Yang jelas dongeng juga memiliki NILAI HISTORIS dan TRADISI yang penting bagi generasi mendatang, dari dongeng banyak hal yang bisa diungkap dengan gamblang. (Tulisan ini untuk ikut menyambut Festival Parade Dongeng Anak Nusantara ( PARADOKS) pada tanggal 23-24 April 2011 yang diselenggarakan para Bloggernya di Kompasiana ini).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H