Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tidak Mudah Mencari Jodoh Dibandingkan Mencari Pacar

20 Oktober 2010   14:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:15 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup berumahtangga selama puluhan tahun belum tentu bisa menjamin selalu rukun dan bahagia. Yang sering terjadi justru persoalan kian bertambah, namun selama persoalan itu bisa diselesaikan dengan musyawarah yang baik, akan membuahkan hasil yang baik pula. Tetapi bila tidak terjadi kesepakatan, justru persoalan semakin meruncing, tidak menutup kemungkinan rumahtangga yang sudah lama dibina pun bisa bubar berantakan tanpa setetes pertimbangan. Denis dan Diana akhirnya terlibat pertengkaran hebat, karena sang istri menuduh sang suami terlibat perselingkuhan. Semula kabar burung itu tidak digubris Diana, ia percaya sang suami masih setia, terbukti sering pulang daripada tidaknya. Sang suami juga tidak menampakkan tanda-tanda tengah melakukan perselingkuhan. Setiap pagi berangkat ke kantor dan pulangnya pun seperti biasanya. Namun sang teman menceritakan pada Diana, bahwa suaminya sering chatting dengan perempuan di FB dan sangat mesra kata-katanya. "Kalo kamu gak percaya, buka aja FB-nya!" Tandas sang teman. "Suamiku memang paling asyik kalo udah nongkrong di depan laptop atau BBnya dan aku pikir itu hal biasa, bukankah dikantornya juga melakukan demikian." DIana masih berusaha membela sang suami. "Ah laki-laki itu ular cerdik waktu di taman Eden, setelah di bumi menjadi buaya darat yang tak kalah cerdiknya untuk menipu kaum hawa, apakah kamu sudah melihat FB-nya?" "Tidak pernah, waktuku habis buat ngurusin si Monik." "Sini aku perlihatkan status-status suamimu tercinta itu." Berkata begitu sang teman menyodorkan BB-nya ke muka Diana. "Ini kan bukan nama suamiku?" "Apakah yang ini bukan Monik anakmu?" "Oh hiya ya, darimana dia dapat foto anakku?" "Hi hi hi...kamu kok bego banget, ya pasti kalo bukan suamimu mana mau pasang foto anak yang tidak dikenalnya. Nicknamenya memang KUPRET tapi di akun yang lain pake nama NIS, kadang pake nama lengkapnya DENIS SENTOTDIMEDJO. Nah yang pake nama KUPRET ini dia ngerayu cewe yang punya nama LOLA CANTIK MANJA, mesra sekali kan rayuannya he he he...." Muka Diana merah padam, tidak sampai di situ saja, sang teman pun membuatkan akun buatnya agar bisa memantau terus. Hingga pada puncaknya kemarahan itu meledak. Sebagai lelaki yang tengah mabok asmara, Denis pun tak tanggung-tanggung melawannya sampai akhirnya menjatuhkan vonis cukup berat, hingga sang istri terlonjak. "CERAI, mas Denis?" Tanya Diana tidak percaya. "Ya and yup. Cerai. Kita usahakan secepat-cepatnya," jawabnya ketus. "Tapi....bagaimana dengan anak kita?" Diana masih berusaha mempertahankan perkawinannya dengan senjata utamanya, sang anak. "Terserah pengadilan nanti!" "Tidak adakah alternatif lain, mas?" Diana mulai merajuk. "Sepertinya tidak ada!" Diana memang sudah hafal sifat keras kepala sang suami, bila sudah berkehendak tak bisa ditolak, apa boleh buat perceraian pun tinggal menunggu ketuk palu hakim. Perceraian memang selalu menyakitkan, karena selalu ada yang menjadi korban, tentu saja pihak yang lemah lah yang paling menderita. Siapa pihak yang paling lemah itu? Anak, atau bisa jadi pihak yang perempuan, karena mereka selalu menjadi korban keegoisan kaum laki-laki yang ingin menang sendiri. Pihak pengadilan yang dianggap bisa memberi keadilan pun selalu saja mengabulkan keinginan kaum lelaki, hanya keberuntungan sajakah bila kaum perempuan memenangkan pengadilan lewat hukum? Kesendirian yang menyayat mengisi hari-hari Diana, beruntung sang anak menjadi hak asuhnya, hingga masih ada hari yang berarti. Mempersoalkan salah dan benar kita sering tidak akan menemukan ujungnya. Karena setiap orang berkecenderungan membenarkan dirinya sendiri dalam setiap situasi.Kendati Diana berteriak tentang kebenaran, toh hakim sudah memutuskan perkawinannya tetap saja buyar. Namun tetap saja ada yang tertinggal dalam sudut yang paling tersembunyi, kenangannya bersama mas Denis tak bisa hilang begitu saja. Sementara Denis Sentotdimedjo meneruskan secara intensif hubungannya dengan Lola Cantik Manja hingga sampai ujung pertemuan. Namun cinta mereka kandas setelah berlangsung pertemuan yang kedua, orang tua Lola tidak setuju bila anaknya menikah dengan seorang duda, dan Lola lebih menurut kedua orangtuanya ketimbang diajak KAWIN LARI bersama si Denis. Kesepian pun kini menjerat Denis, hari-harinya diisi dengan menyibukkan diri dalam pekerjaannya. Sesekali dalam sepi sendiri, melintas tawa ceria anaknya, senyum manis istrinya, ingin rasanya menyambangi keduanya, tapi rasa bersalah membuatnya tidak berani untuk bertemu. Kesendirian itu pun berlangsung hingga 9 bulan, akhirnya ia tidak kuat untuk hidup sendiri, banyak wanita yang dikenalnya terasa tidak cocok di hati. Ah ternyata tidak mudah mencari jodoh itu ketimbang mencari pacar, keluh Denis suatu kali. Akhirnya ia memberanikan diri masuk dalam komputer yang bisa untuk mencarikan jodoh. Puluhan, ratusan, bahkan ribuan wanita sebagai calon jodohnya tidak ada yang pas juga sampai detik ini, hingga pada malam minggu yang cerah ada jawaban dari komputer tentang jodohnya yang  PALING PAS, namanya DIANA, setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata itu nama bekas istrinya!  Ya, mantan istrinya. Waduh, gimana nih, perang batin Denis gelisah. Apa boleh buat, akhirnya mereka pun berjanji untuk menikah lagi!  Ah, komputer ternyata menjadi temannya yang paling setia sampai  akhirnya menemukan cintanya yang hilang, kebersamaan itu terjalin kembali dengan lebih mesra. Sang anak pun merangkul papanya yang lama dirindukannya. Denis memeluk erat, menciuminya, tak terasa ada airmata yang menetes begitu saja. "Papa tidak akan meninggalkanmu lagi nak," bisiknya lirih. "Maafkan papa sayang," mereka berangkulan, seolah tak ingin lepas lagi. Illustrasi : Jap Gwan Siu,  muslimdaily.net, chrisna.blogdetik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun