Mohon tunggu...
edhy wiryanto
edhy wiryanto Mohon Tunggu... -

Mendidik sepenuh hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menanam Nilai Budi Pekerti Menggunakan Media Boneka Wayang

12 Oktober 2013   10:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:38 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

MENANAM NILAI BUDI PEKERI MENGGUNAKAN MEDIA BONEKA WAYANG

Pendidikan merupakan proses mendewasakan peserta didik yang bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi kehidupan sosial. Peserta didik adalah anak-anak yang masih memerlukan didikan dari orang-orang yang lebih dewasa yang  memahami apa yang disebut pembelajaran. Sedangkan pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. (Syaiful Sagala, 2007). Nilai-nilai pendidikan tersebut dapat dikatakan sebagai nilai-nilai positif yang bisa dikatakan sebagai budi pekerti.

Budi pekerti dapat dikatakan sebagai induk dari segala etika, tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Bahwa nilai-nilai budi pekerti itu ditanamkan oleh orang tua dan keluarga sejak anak-anak itu masih bayi bahkan sejak anak masih dalam kandungan sang ibu, kemudian disekolah yang dilakukan oleh bapak/ibu guru sebagai penganti orang tua di sekolah, dan tentu saja oleh masyarakat yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi berbagai segi kehidupan anak saat ini terguncang, karena terjadinya penurunan akan moral yang terjadi. Anak-anak mengenal rokok, narkoba, kehidupan bebas, dan hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai berbudi pekerti.

Budi pekerti tentu masih sangat relevan dan dapat diandalkan sebagai benteng supaya masa anak-anak itu tidak terjerumus pada kehidupan yang menyimpang. Bahwa Budi pekerti yang mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu: perbuatan (pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh pikiran yang jernih dan baik (budi) bisa ditanamkan melalui pendidikan disekolah. Menurut Edi Sedyawati (dalam Fauzan A Mahanani, 2010) sikap dan perilaku budi pekerti mengandung lima jangkauan. Pertama, sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan, yaitu setiap manusia Indonesia harus kenal, ingat, berdo’a dan bertawakal kepada Tuhannya, dalam rangka pembentukan budi pekerti yang didasarkan pada keagamaan.Kedua, sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri, yaitu setiap manusia Indonesia harus mempunyai jati diri, agar seseorang akan mampu menghargai dirinya sendiri karena mempunyai konsep diri yang positip. Ketiga, sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga, yaitu seseorang tidak mungkin hidup tanpa lingkungan sosial yang terdekat yang mendukung perkembangannya, yaitu keluarga. Untuk itu perlu suatu penyesuaian diri diantara nilai yang diyakini dengan nilai yang berlaku dalam keluarga. Keempat, sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa, yaitu sikap dan perilaku ini merupakan sikap penyesuaian diri yang diperlukan terhadap lingkungan yang lebih luas, tempat ia dapat lebih mengekspresikan dirinya secara lebih luas setelah ia dewasa. Kelima, sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar, yaitu seseorang tidak bertahan hidup tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai, serasi dan tepat seperti yang dibutuhkannya. Untuk itulah terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi demi menjaga kelestarian dan keserasian antara hubungan manusia dan alam sekitar.

Di sekolah, seorang guru harus menanamkan budi pekerti yang baik bagi siswa, walau tidak ada secara spesifik kurikulum pendidikan budi pekerti, seyogianya seorang guru harus kreatif dan inovatif bagaimana caranya untuk menanamkan akan nilai-nilai dan norma-norma budi pekerti dalam mata pelajaran yang disampaikan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, anak didik tidak hanya dibekali dengan keilmuan, tapi juga budi pekerti. Guru menampakkan tauladan budi pekerti yang baik dalam bersikap, bertingkah laku, berbahasa, dan lain-lain. Bila hal ini dilakukan, maka potensi munculnya perilaku menyimpang pada anak-anak akan dapat teratasi.

Banyak cara menerapkan ilmu budi pekerti di sekolah. Cara tersebut dapat direalisasikan dengan pendekatan-pendekatan yang bisa membuat anak didik selalu berinteraksi dengan baik di sekolah, baik itu dengan guru maupun teman-temannya. Anak diajarkan secara langsung tentang pentingnya mental berkompetisi yang harus menjunjung tinggi kreativitas dan sportifitas. Salah  satunya menanamkan nilai budi pekerti dengan mengunakan alat peraga.

Penggunaan alat peraga yang menarik perhatian dan dekat dengan lingkungan anak akan meningkatkan minat dan gairah anak untuk belajar khusunya di area kemampuan berbahasa. Alat peraga/alat bermain adalah kelengkapan penting dalam penyelenggaraan pendidikan anak-anak. Alat peraga/alat bermain adalah semua benda dan alat yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang digunakan untuk menunjang kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, bermain dan bekerja di sekolah, agar dapat berlangsung dengan teratur, efektif dan efisien sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.

Potensi Boneka  sebagai Media Pendidikan Budi Pekerti

Zaman sekarang generasi muda tidak mengetahui cerita rakyat dan pewayangan, mereka lebih menyukai cerita dan kebudayaan-kebudayaan luar negeri. Dengan demikian, kebudayaan dalam negeri sering terlupakan atau diabaikan. Untuk mengenalkan kebudayaan dalam negeri perlu menggunakan media yang sudah melekat dengan dunia anak-anak saat ini. Salah satu medianaya yaitu cerita yang disampaikan melalui boneka.

Boneka ini dapat digunakan untuk mengenalkan cerita dan dunia pewayangan untuk anak-anak. Dengan boneka yang desain sesuai boneka-boneka masa sekarang, generasi muda khususnya anak-anak akan lebih mudah untuk mengenal kebudayaan serta akan lebih menyukai bentuk boneka ini yang unik dan menarik. Boneka ini sangat bagus untuk dijadikan media pembelajaran cerita yang sarat akan nilai-nilai budi pekerti, serta bisa juga dijadikan sebagai koleksi karena begitu banyak karakter dalam boneka ini. Boneka ini sangat berbeda dengan bentuk pada umumya yang biasanya dalam proses pembelajaran hanya berwujud gambar. Boneka dengan bentuk yang lebih sederhana, didukung dengan warna-warna yang menarik, sehingga mudah untuk diingat karena model dari karakter setiap tokoh tanpa mengurangi makna.

Pembelajaran menggunakan media dalam hal ini boneka langsung dapat mengoptimalkan fungsi seluruh panca indra siswa sehingga meningkatkan efektivitas siswa belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan menggunakan pikirannya secara logis dan realistis. Pelajaran tidak sekedar menerawang pada wilayah abstrak, melainkan sebagai proses empirik yang konkrit yang realistik serta menjadi bagian dari hidup yang tidak mudah dilupakan bagi anak-anak. Tujuan penggunaan media langsung dalam hal ini boneka adalah untuk mendemonstrasikan konsep yang abstrak ke dalam bentuk visual. Dalam proses pembelajaran alat peraga berfungsi: (1) memecah rangkaian pembelajaran ceramah yang monoton, (2) memperkuat minat siswa belajar, (3) pembelajaran menjadi tidak membosankan, (4) memfokuskan perhatian siswa pada materi pelajaran secara kongkrit, dan (5) melibatkan siswa dalam proses belajar sebagai rangkaian pengalaman nyata.

Implementasi Boneka Wayang dalam Pendidikan Budi Pekerti

Potensi dalam proses belajar mengajar tidak hanya pada salah satu mata pelajaran, karena pendidikan budi pekerti hampir ada dalam setiap mata pelajaran dalam tingkat anak-anak.

Menurut Mary D. Salmon dan Diane M. Sainato (2005), beberapa saran penggunaan boneka yaitu Pertama, memilih boneka kesukaan anak-anak, kedua, mengenalkan boneka yang menggunakan kacamata, topi, sarung tanggan, atau memegang payung selama sesuai dengan suasana, ketiga, membacakan cerita, bernyanyi, dengan boneka favorit yang dipilih siswa,keempat, menggunakan boneka sebagai sarana membunyikan lonceng dalam suatu kegiatan, kelima, menggunakan boneka untuk menarik perhatian siswa yang sibuk atau berisik dan mengajak mereka pada kegiatan selanjutnya, keenam, menggunakan boneka sebagai contoh berperilaku yang baik, ketujuh, menggunakan boneka memimpin kelas ke perpustakaan, lapangan olahraga, atau kelas musik untuk menarik perhatian kelompok, kedelapan, membiarkan anak-anak untuk mengambil bagian menggunakan sebuah boneka untuk menyiapkan kelas dengan aktifitas khusus seperti waktu untuk ke perpustakaan, musik, atau seni, kesembilan, mengabungkan cerita favorit dengan boneka yang sesuai untuk mengajarkan keterampilan sosial yang tepat, kesepuluh, membuat sebuah boneka untuk mengajar peraturan atau prosedur dalam kelas.

Pemanfaatan boneka sebagai media pembelajaran diharapkan para siswa dapat mengenal akan cerita-cerita yang adiluhung serta dapat memberikan pendidikan budi pekerti, yang diharapkan dapat bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga bangsa dan negara. Pada akhirnya tidak hanya cerita-cerita saja yang dapat sejalan dengan perkembangan jaman, tetapi kondisi pendidikan di Indonesia dapat mencapai perkembangan yang setara dengan negara-negara lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun