Mohon tunggu...
wahyu alatas sitompul
wahyu alatas sitompul Mohon Tunggu... -

saya suka dengan mengarang cerita yang nyata maupun yang fiksi belaka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Cerita dari Hatiku

2 Mei 2013   20:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:13 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kemudian tiba tiba datang seorang dokter yang selalu menangani sakit ku. Dia membawakan berita gembira kepada kami kalau kanker ku yang tadinya stadium 4 sudah turun menjadi stadium 1 dan kemungkinan aku akan sembuh kata nya.

aku bahagia namun aku sedih,aku tidak sanggup tersenyum, seandainya ummi masih ada pasti ummi akan menjadi ibu yang paling bahagia di dunia yang melihat buah hatinya sembuh dari sakit mematikan.

Tapi itu tidak mungkin ummisudah pergi meninggalkan aku dan ayah tepat di hari ulang tahunnya yang ke 40. Selamat jalan ummi aku dan ayah sayangummi.Syifa janji gak akan kecewakan ummi syifa juga akan jaga ayah ummi,” kata ku.

Besok nya kami kembali ke rumah untuk mengurus jasad ummi agar di kebumikan. Semua kawan ku datang begitu juga kawan kantor ayah dan ummi, guru-guru ku dan dokter yang yang selalu mengurusi sakit ku juga datang. Aku tidak sanggup melihat ummi tebaring di tempat ummi di baringkan, spontan aku langsung pergi ke kamar ummi.

“ummi syifa ingin ummi baring di tempat tidur ummi dan syifa sedang memeluk ummi,” kata ku

Aku tidak sanggup untuk mendapat kan ini, masih terasa pelukan ummi yang berbekas di tubuh ku, hati ku bagaikan es yang membeku, tubuh ku dingin memikirkan ummi.

“nak sedang apa di sini sayang,” kata ayah

“AYAH.......,” kata ku

Aku langsung memeluk ayah erat-erat, aku menangis di pelukannya, ayah pun langsung menggendong ku. Air mata ku menetes di bajunya, di bahunya.

“ayah, ummi ayah, ummi ayah, ummi ayah,” kata ku

Ayah hanya terdiam dan mencium kepala ku, mengelus punggung ku

“ayah syifa ingin ummi hidup ayah, syifa kangen dengan ummi, syifa mau ummi tau kalau syifa sudah akan sembuh ayah, pasti ummi akan bahagia ayah, ummi pasti akan tersenyum yah,” kata ku kepada ayah

“sayang, ummi......, sudah sayang ummi juga kangen sama syifa, ummi pasti sudah tau sayang bahwa syifa akan sembuh, ummi pasti akan tersenyum, seperti syifa melihat ummi tersenyum, seperti itu lah ummi akan tersenyum bahagia melihat syifa,” jawab ayah kepada ku

Aku hanya mengangguk kepada ayah, aku masih tetap di pelukan ayah. Ayah pun membawa ku ke depan tempat jasad ummi di baringkan.

“sayang turun yuk sayang,”kata ayah

“iya ayah,” kata ku

air mata ku masih tetap mengalir, terseduh-seduh sesekali melihat ummi.

“sabar ya syifa, syifa harus kuat,” kata salah satu teman ku

“iya,” kata ku

Keluarga ku semua datang dari ayah dan ummi, mereka sedih melihat ummi ku pergi tapi mereka juga senang aku sudah akan sembuh, namun di hatiku aku merasa masih tetap saja sedih, “buat apa sembuh kalau ummi ku pergi meninggalkan ku, itu sama saja aku kehilangan bahagian tubuh ku, aku ingin ummi ku, ya Allah engkau maha pengasih lagi maha menyayang dengar kan lah pinta ku ini ya Allah,” kata ku di dalam hati.

“syifa mau cium kening ummi,” kata ayah

“mau ayah,” kata ku

“iya sayang, tapi jangan pakai nangis ya sayang, syifa harus senyum,” kata ayah

“iya ayah,” kata ku

Ku cium kening ummi untuk terakhir kalinya, wajah ummi bersih sekali, bibir ummi tersenyum, sungguh cantik sekali ummi ku ini. Setelah aku cium kening ummi, ayah pun mencium ummi kening ummi dan pipi ummi.

Jasad ummi pun di urus. Setelah jasad ummi di kebumikan, kami semua kembali ke rumah, di saat pulang aku digendong ayah.

Semua telah berakhir seminggu telah lewat, di rumah hanya aku dan ayah. Kami yang mengurus rumah bersama-sama, penyakit ku semakin hari semakin membaik. Ayah yang mengurus keperluan ku semua, ayah merangkap menjadi ayah dan ummi, memasak, menyuci, semua pekerjaan ummi dulu ayah yang kerjakan. Aku hanya membantu ayah, aku selalu bertanya kepada ayah, “ada yang bisa di bantu ayah”, itu yang selalu aku katakan.

Kini aku sudah bisa masuk sekolah dengan baik, setiap hari ayah mengantar ku seperti biasa, namun kata “hati-hati ya ayah bawa mobil ayah, syifa hati-hati ya sayang, baik-baik di sekolah, rajin belajar ya anak ummi”, dari ummi kini tidak ada terdengar hanya dengungan di telinga yang terbesit. Kecupan ayah dan ummi kini hanya ayah saja namun ayah selalu cium dua kali kata ayah itu dari ummi dan ayah.

Kami berdua selalu melihat ke teras rumah sebelum melanjutkan perjalanan, kami membayangkan ummi melambaikan tangan kepada kami, sambil mengucapkan “hati-hati”,.

Ayah sekarang tidak sibuk lagi untuk keluar rumah, apalagi ayah arsitek yang sukses yang selalu di perlukan pemikirannya. Bila ayah mau ke kantor ayah selalu membawaku, bila aku pulang sekolah ayah sudah membawakan makan siang ku di dalam mobil. Ayah sudah sama seperti ummi kalau keluar rumah tidak beli makanan tapi di bawa dari rumah.

Pekerjaan ayah tidak terganggu dengan keadaan ini karena ayah minta izin untuk bekerja di rumah saja, ayah ingin selalu siap siaga di rumah bila aku memerlukan sesuatu. Aku salut dengan ayah, ayah adalah ayah yang baik sekali syifa sayang, cinta ayah. Ummi syifa cinta, sayang ummi. Syifa akan membanggakan ayah dan ummi. MMMMUUUUUAAAAAACCCCHHHH UNTUK AYAH DAN UMMI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun