Hari ini, headline media cetak dan online rata-rata diramaikan oleh berita tentang kenaikan harga BBM. Temanya mungkin sama, tapi dengan angle yang berbeda-beda. Saya tertarik untuk menyoroti beberapa berita yang mengambil angle wartawan dan demonstran yang luka kena tembak. Ada yang menulis judul besar dengan redaksi begini: "Mahasiswa dan Wartawan Ditembak" atau, "Wartawan Ditembak Polisi, Timur Pradopo Sesali Tanpa Minta Maaf". Pertanyaannya, sudah betulkah penulisan diksi "ditembak" pada kalimat judul tersebut? Masing-masing judul itu, menjelaskan berita tentang wartawan yang meliput demonstrasi, dan mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi menolak kenaikan BBM. Dalam berita "Mahasiswa dan Wartawan Ditembak", misalnya, salah satu paragrafnya berbunyi seperti ini: Seperti dituturkan M Arif Ramadhani, Koordinator Aksi Demo, waktu itu Anton bersama sejumlah wartawan lain sedang meliput aksi. Mereka berada di sebelah kiri para mahasiswa. Ketika suasana memanas, para wartawan tetap berada di sebelah massa. “Waktu kami (massa aksi) berhadap-hadapan dengan polisi, dia (Anton) dan beberapa wartawan masih di sana. Tiba-tiba terdengar suara tembakan gas, lalu tiba-tiba dia kena,” kata Arif, Senin (17/6). Paragraf di atas, secara tersirat, menjelaskan tentang peluru yang "nyasar", dan mengenai korban. Melihat bahasa kalimat di atas, termasuk beberapa berita lainnya, saya rasa tidak mungkin aparat dengan sengaja membidik Anton (Wartawan Trans 7) yang jadi korban, sehingga terkena proyektil gas air mata. Karena tidak mungkin disengaja, tentu tidak tepat jika menuliskan judul dengan diksi "Wartawan Ditembak". Imbuhan "di-" pada kata kerja memang berfungsi membuat kalimat menjadi pasif (Objek-Predikat-Subjek). Namun, budaya bahasa yang saya pahami, imbuhan "di-" membuat kata kerja bermakna dilakukan secara sadar dan sengaja. Kata dipukul, ditabrak, ditendang, diajar, dipuja, diditelan, dan lain-lain, bermakna subjeknya melakukan perbuatan itu secara sadar: Anton dipukul Ayahnya. Obat ditelan Roni Ayah Anton dan Roni, tentu dipahami melakukan perbuatan itu dengan sengaja. Sedangkan imbuhan "ter-", dalam budaya bahasa kita, punya makna yang hampir sama dengan imbuhan "ke-" yang lazim digunakan orang jawa: ketembak-tertembak, ketabrak - tertabrak, dst. Ya, imbuhan "ter-" selalu dimaknai dengan perbuatan yang dilakukan secara tidak sengaja: tertembak, terlindas, tertabrak, teriris, dst. Maka, berita tentang mahasiswa yang kena tembak, atau wartawan yang terkena proyektil gas air mata, seharusnya ditulis dengan diksi: "Wartawan dan Demonstran Tertembak", seperti ini: Liput Demo BBM, Wartawan "Trans7" Tertembak Jika semua media ramai menulis dengan diksi "tertembak" itu, saya rasa aparat Polisi dan Menkopolhukam tidak akan repot-repot mengklarifikasi, bahwa anak buahnya tidak sengaja menembak, seperti dilansir dalam berita ini. Saya yakin, Menko Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto, merasa harus membantah, karena menangkap makna judul "ditembak" itu, sebagai kesengajaan yang dilakukan aparat. Maka, dia harus mengklarifikasi, bahwa anak buahnya tidak sengaja menembak. Selamat pagi.... Bulukumba, 18 Juni 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H