Mohon tunggu...
Ronald Reagen
Ronald Reagen Mohon Tunggu... Freelancer - Ayah dari 2 orang anak

memiliki tinggi 170 cm. berat badan 67 kilogram..mata sipit, hidung gede, mulut lebar plus tebal,kulit putih bersih

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kata Murka

20 Oktober 2013   01:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:17 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

saya merasa saya ini sedang dikrangkeng, dilarang untuk mengulurkan tangan sepanjang mungkin demi berjabat tangan. saya berpikir bahwa saya kesulitan tertawa, ini karena saya sudah terlalu kaku melihat dunia ini, melihat bagaimana layar 14 inci menjadi hidup dan mengatur ritme hidup. saya merasa juga bahwa hati saya ini sedang bernanah, terinfeksi oleh sisi yang dibanggakan oleh kebanyakan para mayat hidup yang bertetangga dengan rumahku!

bagaimana rupa ini sekarang, bagaimana ketegangan serumpun urat-urat ini menegang, memberikan efek gila, menyuruh untuk melakukan hal yang sama, menyembah pada berhala, mengencingi tuhan, dan menyepak pantat malaikat! durhaka!

aduch..sekian lama hidup, ini saja yang didapat, segenggam air yang terus-terus menetes dari genggaman, akhirnya mengering dalam genggaman, menyegarkan dahaga pun dia tiada mampu. lantas bagaimana simpul-simpul nyawa ini menjadi begitu penting, bagaimana simpul-simpul otak ini menjadi bernilai? siapa yang akan menyambung nyawa yang terputus? menunggu tuhan? aduch saya benar-benar sedang terpuruk!

saya benar-benar menjadi terkutuk, sekian lama dikrangkeng, menjadi batu, kadang menjadi rerumputan, kadang menjadi seekor harimau, tapi tetap lah ini adalah setan. sesuatu yang sangat disenangi oleh iblis! mati didalam mazhab kelam. hanya monyet saja yang mengerti, mungkin karena satu bahasa ibu!

dijalanan, bagaimana langkah-langkah meneruskan sepakannya, menelusur dan menuju titik tuhan baru? ketika bos di dalam petak kardus di ujung sana, menjadi sumber ketakutan? menjadi sumber perintah! saya benar-benar tidak mengerti bagaimana hidup itu sebenarnya!

kata murka.!!!!begitu besar, pekerjaan, dunia menarik kita, saya dan seluruh ketubuhan kita, menyeretnya, membawa hingga terbunuh kedalam satu tempat yang bernama kemunafikan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun