Sebuah grup musik Santana yang dimotori oleh Carlos Augusto Alves Santana (Carlos Santana), lahir 20 Juli 1947 merupakan seorang gitaris yang dilahirkan di Meksiko. Santana semakin digemari hingga kini ketika mampu menorehkan prestasi bergengsinya dalam musik dunia dengan memenangkan 10 Grammy Awards dan 3 Latin Grammy Awards. Keberhasilan dalam prestasi tersebut merupakan hasil perjalanan panjang dari seorang Carlos Santana yang begitu konsisten dalam bermusik yang bermula dari penampilannya di Woodstock, 1969. Terlahir dari seorang ayah yang seorang pemain biola mariachi, dan Carlos belajar bermain biola pada usia lima dan gitar pada usia delapan. Kemampuan bermusiknya semakin terasah ketika keluarganya ‘hijrah’ ke San Fransisco. Di San Francisco, ia mendapat kesempatan untuk melihat beberapa idolanya, terutama BB King, tampil langsung. Dia juga diperkenalkan dengan berbagai pengaruh musik baru, termasuk jazz dan musik rakyat, dan menyaksikan gerakan hippie berkembang berpusat di San Francisco pada 1960-an. Dalam pagelaran musik bertaraf international di Indonesia yang saat ini tengah berlangsung, Santana masuk dalam daftar salah satu grup musik yang tampil dalam Java Jazz Festival (JJF) 2011. Santana, mendapat dua kali kesempatan tampil di depan penggemarnya di Indonesia, Jumat malam dan Sabtu malam (4-5 Maret 2011) di JJF 2011, Arena PRJ/Jakarta International Expo, Kemayoran. Santana menjadi salah satu ‘Bintang’ pada perhelatan akbar ini, Bintang-bintang lainnya ialah Roy Hargrove Quintet, George Benson dan Corrine Bailey Rae, Joey De Francesco, sampai Fourplay. Tentu saja JJF'2011 juga diramaikan dengan musisi nasional yang memiliki reputasi yang tak diragukan seperti The Groove, Glenn Fredly, Jopie Item, Tompi, Dwiki Dharmawan dan sederet musisi dan lainnya. Beberapa jam sebelum pintu hall tempat tampilnya Santana, selalu sudah dipenuhi dan dijejali antrian panjang para penggemarnya. Tak ayal pula antrian manusia itu terlihat dari 2 atau bahkan 3 generasi. Merekalah yang sempat menjadi remaja ketika di decade-dekade ’70, 80’ atau hingga generasi di ‘2000-an berkumpul menjadi satu, kurang lebih 8.000 orang. (Kompas, 6/3). Bagaimana tidak, Santana telah merilis album kurang lebih sebanyak 25 album sejak tahun 1969, album pertamanya “Santana' hingga yang baru saja dirilis adalah “Guitar Heaven” (September 2010). Penampilan Santana dalam JJF 2011 ini ternyata juga tak lepas dari Promo Tour Album terbarunya itu di wilayah Asia Pasifik yang dimulai dari Bangkok, Thailand (1/3), Indonesia (4-5/3), Singapore (7/3), Korea Selatan (9/7), Australia (13/3), New Zealand (20/3), Autralia akan tampil di 3 tempat ; Brisbane (24/3), Sydney (25/3), Hunter Valley (26/3) dan berakhir di Taipei, Taiwan (30/3). (Sumber : http://www.santana.com/Tour/DrawBandConcerts.aspx?TourID=94) Dari sekian banyak album yang dirilis sepanjang karir musiknya, album Santana “Supernatural” (1999) kiranya yang mampu ‘menghadirkan’kembali Santana dipanggung pentas musik dunia. Sebut saja beberapa lagu dalam album tersebut seperti Maria, Smooth, Corazon Espinado ataupun tembang-tembang lawasnya seperti Black Magic Woman, Jingo, Europa begitu dibawakan dalam arena JJF 2011, Jumat (4/3) semua penggemar hanyut dalam lagu-lagu tersebut. Mereka bernyanyi bersama, menggerakkan tubuhnya, bergoyang ataupun berteriak dan bertepuk riuh. Tapi kadang terdiam menyimak instrument melodi-melodinya. Corak warna musik Santana yang juga diperkuat dengan salah satu alat musik perkusi menjadikan Santana sering dinilai sebagai pengusung irama latin rock. Namun pada perjalanannya selama ini Santana juga banyak dipengaruhi oleh musik blues seperti di saat awal-awal bermusiknya di era 60’an. Bagi Carlos Santana sendiri, ia tidak pernah mempermasalahkan tentang penyebutan jenis musik yang dimainkannya. Begitu pula ketika ia pernah masuk dalam peringkat lima belas dar100 Gitaris Terbesar Sepanjang Masa tahun 2003 yang dirilis oleh Majalah Rolling Stones. Ada sebuah pertanyaan yang saya temukan dalam wawancara sebuah majalah Down Beat, edisiFebruari 1988. Satu diantara pertanyaan itu adalah “Bisa anda katakan siapa saja pemusik yang memberi pengaruh pada awal-awal karir anda?” Ketika saya tiba di Amerika pada tahun 1966, saya berkesempatan menyaksikan BB King. Itu adalah pertama kali saya melihat BB. Saya melihat tone diwajahnya, sebelum ia memainkan satu nadapun, ia nampak memiliki cara untuk diekspresikan lewat wajahnya sebelum ia memainkan suatu nada yang akan ia mainkan. Belakangan pada tahun 1969, adalah tahun dimana saya mulai berkenalan dengan musik John Coltrane. Dari situlah semuanya berubah. Namun sebelum sampai pada John Coltrane, saya juga menyukai Mike Bloomfield dan Eric Clapton. Saya juga menyukai ketiga King, BB King, Freddie King dan Albert King. Kemudian saya juga mendengar Gabor Zabo kemudian West Montgomery. Sejak itu rasanya saya sedang dalam perjalanan untuk menemukan jati diri permainan saya. Singkatnya untuk urusan bermain gitar orang-orang yang saya sebut di atas adalah orang-orang yang memberi pengaruh penting pada permainan saya. Namun jika bicara musik sebagai filosofi kehidupan, John Coltranelah orangnya. Karena tonenya dan apa yang ia katakan dan bagaimana cara ia berkata membuat saya tersadarkan bahwa saya bukanlah musisi akhir pekan. Saya bukanlah tipe musisi penghibur—bermain musik bukanlah pekerjaan. Dengan kata lain bermain musik seperti jalan kehidupan. Ia mengajarkan pada saya bagaimana membuat perkembangan spiritual. Itu akan segera bisa terlihat dalam alat musik kita, dalam vocabulary kita, dalam tone kita. Ia membuat saya tertarik pad filosofi Timur seperti halnya juga pada agama Kristen, dimana kita tidak mempunyai jarak lagi. Hanya kamu dan Aku. Oleh karena itu saya pikir John Coltrane—dan Aretha Franklin dengan album Amazing Grace nya-mengajarkan pada saya bahwa ada sesuatu daripada sekedar bermain musik. Musik bukanlah main-main—musik adalah vocabulary yang sangat serius—bahasa yang sangat serius, bahasa yang universal. Sekarang saya berada dalam satu titik dimana saya sangat berkeinginan untuk belajar lebih banyak tentang bebop—theory maupun perubahan-perubahannya (changes). Mengapa (Thelious) Monk memainkan hal-hal tertentu dengan cara ini, sedangkan Bill Evans bermainke arah lain. Bagaimana bisa secara tiba-tiba ketika kita mendengar suatu chord, jari-jari tangan kita seperti sudah tahu harus pergi kemana. Sepertinya jari-jari tangan kita mempunyai, seperti kata Shirley McLaine “otot-otot yang memiliki ingatan tersendiri”. Einsten pernah berkata : “Imaginasi adalah hal yang paling penting, jauh lebih penting dari pengetahuan.” Saya kira ini membuat kita balik ke blues lagi. Itulah sebabnya mengapa saya mencintai blues dan musik reggae. Begitu kita mendengar musik reggae, dalam pikiran kita segera terlintas- saya berada di To bego, Montego Bay, atau tempat-tempat lain seperti itu dan saya merasa ada di sana. Ketika saya mendengar blues saya merasa ada di rumah, apakah itu dimainkan oleh John Coltrane atau Herbie Hancock atau siapapun. Blues bagi saya adalah sesuatu yang tak akan pernah usang. Cara memainkan blues sesungguhnya adalah makin lambat makin berjiwa. Jika kita bisa memainkan blues dengan lambat dan berjiwa, itu artinya kita bisa bermain blues. Jika tidak, well kita sedang memamerkan keahlian kita berakrobat. Kita punya begitu banyak riff dan lick yang bagus, juga trick dan hal-hal lain, namun itu tak ubahnya seperti botol kosong, tak ada apa-apa didalamnya. Bagi saya itulah kriteria penjiwaan, ketika seseorang bermain lambat dan lembut. Hal seperti inilah yang membuat saya angkat topi daripada mendengar jutaan nada yang dimainkan oleh seseorang. Charlie Parker dan John Coltrane melakukan hal itu. Keduanya memang berada dalam wilayah yang berbeda. Namun keduanya melakukan hal yang sama. Ini seperti halnya petinju. Ketika seseorang memukul kita dengan 20000 pukulan tapi sangat cepat pulang perginya, dampaknya tidak akan kita rasakan. Namun jika orang tersebut memukul kita sekali tapi dengan penuh perasaan dan kesungguhan, ia hanya perlu satu kali untuk membuat kita jatuh. Teorinya kurang lebih seperti itu. Seberapa dalam kita bisa masuk dalam jiwa kita ketika kita memainkan suatu nada. Bagi saya, saya sangat berhasrat untuk belajar makin banyak skala (learn about different kinds of scale). Vocabularylah yang saya gunakan, maka saya harus menguasai sebanyak-banyaknya. Jika tidak, maka sama saja halnya dengan orang yang pergi ke kolam renang dan meloncat dengan cara yang sama setiap saat. Membosankan tentunya.Mengapa saya memakai perumpamaan kolam renang? Maksudnya adalah , bagaimana kita bisa menyelam dan menjadi basah secara berbeda setiap saat dan membawa dan membawa siapa saja yang mendengar kita bersama kita. Oleh karenanya bagi saya semua hal yang saya katakan tadi adalah penting. Banyak mendengarkan karya Wayne (Shorter), dan band barunya, saya merasa seperti anak berusia dua tahun, sepertinya saya tak tahu apa-apa. Kenudian Miles (Davis) datang dengan membawa rekaman audio (tape) dari pertunjukan yang ia lakukan di Boston sekitar enam atau tujuh hari sebelumnya, dan sungguh luar biasa melihat bagaimana melihat orang-orang seperti mereka terus berkembang. Mereka sepertinya berkembang tiap detik. Suatu hal yang menarik, karena disatu sisi ini bisa dikatakan natural namun disisi lain ini nampak seperti tak berperasaan, karena sepertinya mereka tak akan sempat menengok ke belakang dan mengkaji apa yang pernah terjadi. Mereka terus bergerak ke depan, sehingga mereka sama sekali tak memiliki waktu untuk sekali-kali mengkaji segala sesuatu sampai suatu saat ada orang yang berkata “Hey ini adalah kaset rekaman pertunjukan yang kamu lakukan tiga bulan yang lalu. Kamu harus mendengarkannya” Saya tahu hal seperti terjadi pada banyak musisi, namun ini adalah suatu masalah yang utama untuk membuat pembaharuan. Itulah yang selalu diingatkan oleh Wayne, Miles dan Herbie pada kita. Sebagai musisi kita tak boleh stagnan. Meskipun ada yang menganugerahi kita piringan platinum, itu tetaplah hanya sekedar piringan, sebuah benda, kita harus mengabaikan itu. Itulah keindahannya. Seperti halnya saat kita bermain musik bersama Faboulous Thunderbirds, John Coltrane atau John Lee Hooker kita akan menyadari bahwa, permainan kita yang dimainkan bersama si A belum tentu cocok jika dimainkan dengan si B. Bahasa musik begitu indah.*) Dan ada pernyataan yang tak kalah menarik disampaikan Carlos Santana ketika ditanya oleh seorang wartawan beberapa saat menjelang tampil di JJF 2011 lalu. Pertanyaan itu, “Apa yang Anda rasakan saat tampil di atas panggung, di depan ribuan penonton?" Carlos pun menjawab dengan lugas. It is a natural high. Satu hal yang penting diketahui oleh para musisi, semakin kita tidak memikirkan diri sendiri, semakin kita terdengar seperti diri kita sendiri. Banyak musisi yang saat Anda dengar, Anda tak tahu siapa itu. Terdengar seperti Jeff Beck, tapi bukan Jeff Beck.Terdengar seperti Eric Clapton, tapi bukan Eric. Kita harus mendapatkan nada sendiri, menciptakan identitas sendiri, sehingga kita bisa jadi 'transparan' dan membiarkan roh suci bermain musik melalui tubuh kita. Barulah saat itu kita terdengar seperti diri kita sendiri. Terdengar agak gila, memang. Tapi sebenarnya tidak. Hal terbaik dari dirimu adalah saat kamu menyingkirkan egomu. Saat itulah bagian terbaik dirimu itu muncul. **) Begitu menarik jawaban dari Carlos, kita tidak pernah membayangkan sebelumnya jika seorang musisi begitu saja bisa menjadi dirinya sendiri seperti yang sekarang kita lihat seperti dalam sosok Carlos Santana. Meskipun ia berkolaborasi dengan musisi-musisi lainnya dari berbagai jenis aliran musik. Coba simak beberapa lagu Santana, yang dikolaborasikan dengan musisi kawakan ataupun musisi muda lainnya. Pastilah kita segera tahu, bahwa suara gitar yang terdengar adalah dari gitar yang dimainkan oleh Carlos. Itulah mengapa saya menuliskan judul diatas. Santana menemukan bahwa bermain musik adalah semacam jalan hidup. Ia bergaul dan bekerja sama dengan banyak musisi dari berbagai macam genre dan berbagai negara. Menunjukan bahwa dia adalah seorang open minded musicians. Bermain musik dengan siapapun dan dimanapun Santana selalu turut menghadirkan jiwanya, bagi dirinya dan juga bagi orang lain. Berbahagialah dengan musik. Bersukacitalah dengan bermain musik. Bersyukurlah dengan mendengarkan musik Saya berada dalam kalimat terakhir itu ketika jumat malam (4/3) di tengah 8.000-an penggemar Santana di D2 Hall JJF 2011 dan saat merangkaikan kata-kata ini sambil mendengarkan Samba Pa Ti (1970), melalui http://www.youtube.com/watch?v=WzSayxVM_E0&feature=related. Sebuah lagu instrumen yang indah dan penuh harmonisasi, seraya merasa bersyukur bisa menikmatinya indahnya dunia. *** Diolah dari berbagai sumber, antara lain : *) http://catatanmusik.wordpress.com/carlos-santana-bicara/. **) http://id.omg.yahoo.com/blogs/carlos-santana-wanita-adalah-inspirasiku-blog_editor-77.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H