Mohon tunggu...
Nadjwa Ayrish Nandini Putri
Nadjwa Ayrish Nandini Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Airlangga

kepribadian yang cukup tenang dan mudah beradaptasi. hobi membaca dan mencoba hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kucing dan Sterilisasi: Perubahan Perilaku dan Mengurangi Overpopulasi

6 Desember 2024   17:15 Diperbarui: 6 Desember 2024   20:18 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kucing merupakan hewan yang sangat populer di kalangan masyarakat. Penampilan yang menggemaskan dan perilaku yang lucu, membuat banyak orang menyukainya. Salah satu aspek unik dari kucing adalah siklus reproduksinya. Kucing dapat melakukan perkawinan hingga tiga kali dalam setahun. Tanda bahwa kucing sedang birahi berbeda antara jantan dan betina, kucing jantan akan mengeluarkan suara yang tidak biasa, sementara kucing betina akan menggeliat di lantai atau di rerumputan. Namun, kecepatan pertumbuhan populasi kucing yang tidak terkontrol dapat menyebabkan overpopulasi. Overpopulasi ini dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti masalah penyebaran penyakit dan ketidak seimbangan ekosistem. Untuk menghadapi tantangan ini, program sterilisasi kucing muncul sebagai solusi yang menjanjikan. 

Sterilisasi merupakan prosedur pembedahan untuk mengangkat organ reproduksi pada hewan peliharaan, sehingga mereka tidak dapat melakukan reproduksi lagi. Pada hewan jantan disebut dengan kastrasi / orchiectomy, sedangkan pada betina disebut ovariohysterectomy (OH). Sterilisasi bertujuan untuk mengendalikan populasi kucing dengan mencegah reproduksi yang tidak terkendali.  Umumnya, dokter hewan menyarankan agar kucing disteril pada usia enam bulan atau lebih, semakin muda umurnya, semakin mudah operasi yang dilakukan dan semakin cepat penyembuhannya.

Salah satu dampak paling mencolok dari sterilisasi adalah perubahan pada siklus hormon kucing, dimana kucing tidak lagi menghasilkan hormon seksual. Proses ini dapat membuat kucing menjadi lebih tenang, serta mencegah kebiasaan spraying. Untuk kucing betina, sterilisasi biasanya membuatnya menjadi lebih jinak dan tidak lagi memiliki dorongan untuk mencari pasangan. Selain itu, perubahan terlihat juga pada berat badan kucing, yang dimana kucing cenderung menjadi kurang aktif dan menyebabkan peningkatan berat badan akibat berkurangnya aktivitas fisik.

Gerakan sterilisasi kucing telah menjadi praktik umum di banyak negara, tetapi di Indonesia, banyak orang juga ragu untuk melakukan sterilisasi karena khawatir akan biayanya. Meskipun prosedur ini mungkin tampak mahal di awal, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, banyak klinik dan komunitas pecinta hewan kini menawarkan layanan sterilisasi dengan harga yang lebih terjangkau.   

Dalam upaya menjaga perilaku dan populasi kucing, sterilisasi menjadi langkah yang harus dipertimbangkan oleh setiap pemilik kucing. Dengan pelayanan sterilisasi yang mulai terjangkau, keputusan untuk melakukan sterilisasi bisa dilakukan setelah memahami manfaat dan dampaknya. Dengan memberikan perhatian yang tepat dan perawatan pasca-operasi yang baik, kita dapat memastikan kucing hidup sehat dan bahagia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun