Mohon tunggu...
Syamsul Arifin
Syamsul Arifin Mohon Tunggu... lainnya -

Ketua Kelompok Musik Gamelan Jamus Kalimasada Lampung

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sandal Jepit di Atas Pesawat

20 Februari 2015   06:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:51 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SANDAL JEPIT DI ATAS PESAWAT

Tingginya animo masyarakat menggunakan moda transfortasi udara tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan penerbangan.

Kasus-kasus penelantaran penumpang pesawat oleh pihak maskapai terus terjadi dari tahun ketahun, sepertinya perusahaan hanya berfikir benefit. Sedangkan soal kenyamanan penumpang adalah urusan belakang.

Belum lagi hilang dari ingatan peristiwa kelam kecelakaan pesawat Asia Air, kini penumpang pesawat domestik, kembali menelan penderitaan, ditelantarkan Lion Air di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Sejumlah rute penerbangan Jakarta ke beberapa daerah tanah air mengalami delay hingga batas waktu yang intoleransi, rabu (17/2) malam.

Akibatnya kerumunan penumpang yang numpuk di terminal 1A, 1B dan terminal 3 memuncak amarahnya. Tak ayal diantara mereka ada yang nekat merusak fasilitas unit pelayanan Lion Air di Bandara Soeta. Sementara di sisi lain pihak maskapai juga menghindar dari tanggung jawab, meskipun menteri perhubungan telah turun tangan.

Pertanyaanya, apakah penumpang pesawat tidak pernah dianggap sebagai manusia, sehingga seenak udel pihak maskapai mempermainkan penumpang?

Padahal jika dihitung nilai ekonominya, kerugian yang diakibatkan oleh peristiwa semacam ini sangat besar, belum lagi dampak-dampak sosial laimya, seperti kerugian waktu, berantakannya jadwal penerbangan  maskapai lain, belum lagi beban phsikologis yang dialami penumpang.

Seharusnya, seiring dengan pesatnya arus jasa penerbangan, faktor kenyamanan dan keselamatan penumpang yang wajib diprioritaskan. Tapi kenyataannya tidaklah demikian, selalu saja penumpang yang notabene adalah rakyat, selalu saja disepelekan.

Di luar kasus penelantaran penumpang Lion Air, secara umum saya juga merasakan bahwa layanan maskapai penerbangan domestik kepada penumpang, belakangan ini justru menurun kualitasnya. Kecuali Garuda Indonesia. Saya tidak akan menyebut maskapai mana, biarkan masing-masing maskapai itu sendiri, yang jika mau jujur, mengintrospeksi dan mengevaluasi diri.

Contoh kasus sederhananya saya sebutkan. Kenapa misalnya, lananan penerbangan pergi pulangLampung - Jakarta, Jakarta - Yogyakarta, Jakarta - Semarang, dsb. Yang dulu-dulu penumpang mendapatkan snack dan minuman kemasan kotak, sekarang hal itu ditiadakan, dengan digantikan pemberian 1 bungkus kue dan 1 gelas air mineral ketengan, seperti anak-anak kita membeli jajan di warung tetangga.

Yang saya persoalkan di sini adalah, dimana letak prikemanusiaan dan rasa memanusiakan manusia, wahai kalian pengusaha maskapai penerbangan?

Apakah tidak penting bagimu menjujung martabat para penumpang? Apakah dikira bahwa sekarang, dimana naik pesawat terbang itu bukan lagi barang mewah, dimana siapapun orang hingga golongan masyarakat bawah sekalipun  sudah lumrah dan terbiasa naik pesawat, karena faktor kelas sosial mereka itu lantas kalian berlaku semena-mena dan memandang rendah harga mereka?

Faktanya, yang duduk di bangku pesawat sekarang tidak terbatas lagi orang-orang berjas berdasi, berkemeja necis, perempuan-perempuan modis berbau harum, tetapi oraang-orang kaos oblong, petani-petani ndeso, gembel bersandal jepit, mbok-mbok bakul berkeringat apek sekalipun, tak asing lagi naik pesawat. Tapi sekali lagi, pandang dan hayatilah bahwa bagaimanapun mereka bukan barang bagasi, mereka adalah manusia.

Sekiranya kalian membantah dengan dalih efisiensi karena cost biaya operasional tinggi, sehingga kalian preteli layanan fasilitas pesawat kalian, hal itu masih sangat bisa diperdebatkan. Bukankah belum pernah terjadi dan tidak mungkin bakal terjadi harga tiket pesawat akan ditawar-tawar penumpang seperti mereka menawar harga tiket angkutan pedesaan (angdes).

Barangkali terlalu naif pandangan subyektif saya ini. Tetapi betapapun maskapai penerbangan juga tidak akan bertindak bodoh ingin menangguk untung besar, malah berakibat kerugian besar, lantaran mengabaikan rasa kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun