Mohon tunggu...
Lia Susanto
Lia Susanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Untuk Istri Kekasihku

7 Oktober 2017   21:49 Diperbarui: 7 Oktober 2017   22:48 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ve, sejujurnya aku tidak pernah berniat untuk menyakitimu, aku cukup tau apa rasanya dikhianati, dan atas nama nya aku ikut memintakan maaf. Tapi sebenarnya yang terjadi tidak seperti apa yang kau pikirkan, karena sesungguhnya bukan aku yang mengambil ia darimu, tapi sebaliknya kau yang mengambil dariku, hanya saja kau tidak pernah melihat bagaimana aku terluka, karena kau memang tidak pernah mengetahui bagaimana aku mencintainya, dan bahkan akupun baru tau bagaimana ia mencintaiku.

Ve, memang menyakitkan dan aku bisa membayangkan luka yang kini tertoreh dalam di hatimu, luka yang tersayat tipis dan dalam tanpa bisa kau dapatkan jawabannya mengapa. Karena jawabannya tidak akan pernah kau dapatkan dari bibirnya. Tidak akan pernah Ve...

Aku ingin ikut menjelaskan, tapi itu justru akan menambah luka baik bagi ku dan terlebih buatmu, rasanya aku tidak akan sanggup mengatakan padamu. Jika kita bertanya dimana salahnya, tidak akan ada jawaban yang pas untuk menjelaskannya, hanya saja saat itu kau datang disaat yang tepat. Mungkin Tuhan yang telah mengaturnya, sementara saat tepat itu tidak Tuhan atur untukku, aku menyesal Ve, kenapa kau datang lebih dulu, kenapa bukan aku.

Taukah kamu Ve, aku sudah jatuh cinta sejak lama, jauh sebelum kau mengenal dia. Dan taukah kamu Ve, bertahun tahun aku memimpikannya, menginginkannya dan aku hanya bisa menyimpannya. Buatku dia terlalu indah, terlalu tak mungkin untuk kudapatkan, terlalu jauh untuk bisa kumiliki. Dan bertahun tahun, rasa cintaku seperti menjadi obsesi buatku, bahkan tanpa kusadari bagaimana aku bersikap, bagaimana aku belajar, jurusan yang aku pilih, hingga pekerjaan yang aku ambil semua karena aku ingin bersamanya. Kesalahannku hanya sedikit, dan kemudian aku kehilangan dia.. dan kini untuk selamanya.

Aku mulai merajut harapanku ketika kami mulai mengerjakan proyek bersama, itupun setelah lebih dari 3 tahun aku selalu meredam detak rasaku tanpa ia tau bagaimana aku menekan gelombangnya. Proyek pekerjaan yang aku pilih pun karena dia Ve, hanya itu alasan logis kenapa aku mau mengambilnya, hanya karena aku ingin bersama nya. Dan aku memang berhasil bersamanya sebagai partner, tanpa dia tau atau mungkin pura pura tidak tau, atau mungkin tidak mau tau. Aku hanya berusaha, dan berharap. Kami memang tidak pernah bicara hal pribadi dan aku masih terlalu malu untuk berkata, " Raffa, aku memujamu...".

Aku terlalu takut ia mengetahuinya, aku takut kehilangan masa indah itu. Seandainya pun hanya itu yang bisa aku jalani, rasanya aku rela untuk tetap seperti itu tanpa harus mengganti alurnya, asalkan dia tetap seperti itu. Tetap menjadi partner ku, selalu ada di depanku, selalu tertawa bersamaku. Tapi ternyata hati tidak bisa dibiarkan mengalir begitu saja, ada tuntutan lain dalam kekosongannya yang menuntut untuk diisi. Aku merasa inilah kesalahan terbesar dalam hidupku.

Setelah proyek selesai dan aku mendapat proyek baru di lain kota, aku merasa kehilangan yang menekan dadaku , aku menahannya hampir setahun. Hingga suatu hari aku mencoba kembali berbasa basi, komunikasipun terjalin kembali. Harapanku ingin kuulang kembali, setelah lama bersendagurau dalam chat, dengan tangan gemetar, aku beranikan diri menuliskan pesan, "Raffa, I hope you always find a reason to smile and I hope I can always be that reason.. ", dan sent to Raffa. Entah kekuatan dari mana ku bisa menuliskan setelah lebih dari 5 tahun aku  memendamnya. Semenit, 15 menit, satu jam, satu hari... pesan ku tidak terbalas. Aku mengutuk kebodohannku, oh Tuhan... aku tidak percaya apa yang aku lakukan, dan lebih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Kemudian aku mengunci diri di kamar Ve, tak ada selera makanku, sampai maagh ku kambuh. Tapi rasa luka di lambungku tidak seberapa di banding melihat layar poselku bersih tanpa notifikasi. Padahal sebelumnya selalu ada meski hanya say hello.

Ve, sejak itu aku tak berani lagi menghubunginya, aku takut harapanku melukaiku, aku hanya terdiam menjalani hari hariku, sungguh Ve.. aku terluka....Yang aku inginkan saat itu hanya menghilang, pergi entah kemana, hingga tak satu orangpun yang akan melihatku dan mengenaliku, aku benci diriku, kebodohanku!

Dan suatu hari, sebuah kartu undangan datang di meja kerjaku, aku hanya mampu melihatnya dalam diamku, menangis? Tidak Ve... luka itu terlalu dalam hingga tak sanggup mengalirkan air mataku. Aku tau, jika aku mencintainya, aku ikhlas melepasnya bahagia. Itulah mencintai...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun