Mohon tunggu...
Rizki Zulfitri
Rizki Zulfitri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sarjana Pendidikan Olah Raga | Atlet Sepak Bola Amatir | Blogger: http://rizkizulfitri-kiena.blogspot.com/ | Tertarik dengan jurnalistik dan masih belajar menjadi penulis yang baik dan benar

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bukan Cinta yang Semestinya

29 Maret 2014   00:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:20 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

What is in a name? That witch we call a rose

By any other name would smell as sweet

(Apalah arti sebuah nama? Kita menyebutnya bunga mawar.

Dengan nama papun ia akan tetap harum semerbak.)

(Shakespeare)

***

Ewi, begitu biasa kau disapa. Gadis manis berkulit kuning langsat yang baru beberapa waktu lalu ku kenal. Aku mengenalmu lewat sebuah perkenalan yang tak pernah disengaja. Tak ada jabat tangan ataupun basa-basi, semuanya mengalir begitu saja

Tapi lucunya, hingga kini aku tak pernah tahu nama lengkapmu. Kadang aku penasaran mencoba tuk mencari tahu sendiri tapi tak pernah ku dapati. Aku tak tahu kenapa kau menutup rapat-rapat identitasmu. Apakah aku tak punya hak untuk sekedar tahu. Sehina itukah aku?

Ah, tapi itu bukan persoalan besar bagiku. Atau menjadi hal yang perlu diperdebatkan berlarut-larut. Seperti kata Shakespeare, apalah arti sebuah nama? Andai namamu adalah Siska,Rina, Rika, Cut atau apapun. Bagiku, kau tetap mawar harum semerbak yang selalu ku kagumi.

Ewi, tahukah kau? Aku langsung jatuh hati ketika pertama kali melihatmu. Aku tak bisa menutupi rasa kagumku akan keindahan parasmu. Sesekali aku curi-curi pandang hanya tuk sekedar memandangi wajahmu. Rasanya aku tak pernah bosan.

Aku seakan hanyut saat ku lihat tingkah manjamu. Jantungku seakan berhenti berdetak saat aku didekatmu. Bayanganmu selalu menghantui kemanapun aku pergi. Aku tak bisa sedikit saja membuangmu dari pikiranku. Aku tak tahu kenapa.

Love at the first sight,” Ya, ini adalah cinta pada pandangan pertama. Sebelumnya aku adalah orang yang tidak pernah percaya pada cinta semacam ini, tapi kau adalah pengecualian.

Semakin lama ku mengenalmu, aku tahu ini bukan perasaan biasa, Ada perasaan yang sangat kuat yang tak pernah bisa ku ungkapkan dengan kata-kata dan hanya aku yang tahu.

Aku tak berani bercerita kepada siapa-siapa. Karena ini bukanlah cinta yang semestinya. Bukan juga seperti sebuah drama percintaan Romeo dan Juliet atau pun mungkin kisah Siti Nurbaya dan Samsul Bahri. Ini tidak sesederhana itu.

Orang bilang cinta itu tak mesti memiliki. Menurutku itu omong kosong belaka. Saat rasa sayang ini tumbuh dan berkembang, aku tahu ada kehendak untuk memiliki hatimu. Tapi aku tak kuasa untuk menggapainya. Aku sadar, aku tak punya tempat di hatimu. Kalaupun ada, itu hanyalah kepingan kecil yang bisa saja hilang, terhapus oleh jalannya waktu.

Ada orang lain yang pasti akan marah saat ada orang “asing” seperti aku yang mencoba mengganggu kekuasaannya atas hatimu. Dia itu kekasihmu. Dia punya hak untuk menjagamu, melindungimu, sedang aku ini siapa?

Aku tak mungkin memaksamu agar memberi perasaan sayang yang lebih padaku. Kita bukan siapa-siapa, tak ada tali pengikat antara kita. Tak ada hitam di atas putih yang harus kita sepakati.

Hubungan ini hanyalah kisah cinta tanpa status yang tanpa kita tahu akan berakhir di mana. Kita hanya bisa menikmatinya dan tak usah berpikir sampai di mana nanti. Biarlah waktu yang menjawab semua.

Aku ingin menjadi orang yang menyayangimu tanpa pamrih, yang tak pernah memintamu membalas tiap cuil kasih sayang yang aku berikan. Biarlah aku seperti ini, aku hanya seorang lelaki dewasa yang menyayangimu dengan tulus, hingga suatu saat nanti kau tahu tak ada orang yang pernah mencintaimu segila ini.

Ku harap kau membalas kasih sayangku bukan karena iba. Bukan juga karena kasihan melihatku yang bak seorang fakir cinta. Dengan ku rangkaikan kata-kata ini aku bisa sedikit menguringi beban di hati dan kepalaku. Ingin rasanya ku teriak dan bilang:

“Aku sayang kamu, Ewi…!,”

=====

Disclaimer: tulisan ini bukan berasal dari pengalaman pribadi penulis. Nama dan cerita dalam tulisan ini hanya hasil adaptasi dari pengalaman seorang teman yang penulis jaga identitasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun