"Wei, Kau cobalah adopsi anak, ambil dari Panti Asuhan, kupikir itu ide bagus." Kata sahabatmu Dam beberapa bulan lalu, tapi kau abaikan.
April 2003. Mereka meninggalkanmu sendirian di rumah itu, melepas setiap mimpi agar kau sadari bahwa keadaanmu tidak bisa diharapkan dalam segi apapun. Baik itu sebagai Istri, Ibu, sekaligus pemberi keturunan buat mereka, keluarga kecil suamimu.
Enam tahun pernikahan itu berjalan cukup menyenangkan buatmu dan Koilo, tapi tidak dengan keluarganya. Sampai seorang wanita biasa datang dalam kehidupan mereka dan menawarkan cinta berbeda dari yang sejauh ini kau suguhkan untuk Koilo.
Ester. Seorang wanita berusia sekitar 27 tahun, lebih muda empat tahun darimu, memiliki rambut lurus dengan mata setajam elang. Kulit kuning langsat, dagu berbelah pinang, juga lesung pipi di sebelah kiri.
"Sempurna." Mami Koilo menanggapi pilihan kedua putranya itu dengan mata berbinar. 'Pilihan kedua yang bukan kehendaknya.' Karena Koilo memang sangat mencintaimu, sama sepertimu.
"Sepasang. Lelaki dan perempuan, sesudah itu ceraikan dia," Papinya menimpali dengan sikap dingin. Berbeda dengan Mami yang kelihatan begitu bahagia.
"Sepasang, Oh--itu membahagiakan sekali, Papi." Kecup tipis Wanita setengah baya itu hinggap di pipi suaminya. Sedang Koilo hanya diam, menunduk, memikirkanmu.
Juni
Masih di tahun yang sama. Kau memakai Kebaya berwarna kuning jahe yang dipesan oleh Mami mertuamu dari perancang busana ternama di kotamu. Dua orang perias sedang mematutmu, melukis alis dan bibirmu yang penuh. Menyanggul rambut juga beberapa patutan yang memang diperlukan untuk acara penyakralan.
Kau terlihat anggun malam itu, terlihat lain dari biasanya ketika berseragam hitam putih dan duduk di belakang meja sebagai Hakim. Memutuskan setiap perkara-perkara yang ada di depanmu. Memutuskan apa-apa yang memang selayaknya kau putuskan. Termasuk mengizinkan Suamimu menikah lagi dengan Ester, meskipun terpaksa.
***