Mohon tunggu...
Kiara Vie
Kiara Vie Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Bilur

29 September 2016   14:44 Diperbarui: 30 September 2016   02:32 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.muhaphotos.com

Perihal jejak yang sambat, Bang. Kau tahu apa tentang bilur? Bahkan ketika ungu tidak lagi menjadi hal tabu. Aku masih berusaha baik-baik saja, melubangi kenang, berharap ia rembas dan kering dari ingatan.
Lalu menyesap sepi setara kopi yang dalam aromanya telah kau beri mantra penggugur untuk rindu jika kelak ia lahir.

Kuakui, Aku bukan pendoa yang baik, bahkan dalam bilang dupa, hampir tak pernah tuntas setiap batang itu kusebut namamu.
Bukan enggan, lebih kepada sebuah kemungkinan, aku tak ingin melupakanmu. Membawa cinta pergi sejauh mungkin, lalu menikmati kesendirian yang tunggal.

Ini perihal cinta, Bang. Di mana debar semakin senyap dari bait-bait matamu yang hitam. Meninggalkan seonggok sepi serupa pesan, "bahagialah kau di sana."
Lantas, kau pikir semudah itu menggapai tawa? Kukira kau lupa membaca retak dadaku yang pasi akibat janji tempo hari. Semisal penyasalan, itu yang kurasakan.

Demi menepati sebuah putih dari bilang hitam di jantungku, aku mengalah. Tapi jangan sekalipun kau selip ucap bahagia di bahuku. Karena kau tahu kemana muara rindu ini tertuju.

Kiara 20 september 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun