Mohon tunggu...
M. Taufiqurrahman
M. Taufiqurrahman Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Mahasiswa Doktor Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha

Menulis dan meneliti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Meja Belajar, Pendidikan Sebagai Pemantik Kesadaran

4 Desember 2024   23:02 Diperbarui: 4 Desember 2024   23:31 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suana kegiatan belajar (Sumber: PMI Dea Malela)

Pendidikan bukanlah sekadar soal mempelajari rumus, memahami teori, atau mengejar nilai tinggi dalam ujian. Lebih dari itu, pendidikan memiliki potensi luar biasa sebagai sebuah kekuatan yang dapat membangun kesadaran, memperluas wawasan, dan menjadi alat efektif melawan berbagai bentuk ketidakadilan. Sepanjang sejarah peradaban manusia, pendidikan telah menjadi motor penggerak dalam menciptakan individu dan masyarakat yang sadar akan hak-haknya serta tanggung jawab sosial yang mereka emban. Ketika dijalankan dengan tepat, pendidikan mampu mengubah cara pandang seseorang terhadap dunia dan posisi mereka di dalam masyarakat. Namun, pertanyaan mendasar yang perlu kita jawab adalah, sejauh mana pendidikan mampu membentuk kesadaran sosial siswa agar memahami ketidakadilan dan menemukan cara untuk melawannya?.

Dalam banyak konteks, pendidikan sering dimanfaatkan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan. Sepanjang sejarah, kita dapat melihat bagaimana pendidikan digunakan oleh kelompok penguasa untuk menjaga struktur sosial yang tidak adil. Contoh paling nyata adalah sistem pendidikan pada era kolonialisme. Kala itu, penjajah merancang sistem pendidikan yang melayani kepentingan mereka sendiri, menanamkan nilai-nilai kolonial kepada rakyat yang terjajah. Pendidikan dijadikan alat untuk menciptakan kelas pekerja yang patuh, bukan sarana untuk membebaskan atau memberikan kesempatan yang setara bagi semua orang. Namun, pendidikan juga memiliki potensi besar sebagai sarana pembebasan. Sepanjang sejarah, para pemikir dan aktivis hak asasi manusia memahami bahwa pendidikan adalah alat yang ampuh untuk melawan penindasan. Paulo Freire, seorang tokoh pendidikan asal Brasil, dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed menekankan pentingnya pendidikan yang membebaskan. Baginya, pendidikan tidak hanya tentang mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi juga mendorong siswa untuk berpikir kritis dan mempertanyakan realitas sosial di sekitarnya. Pendidikan yang membebaskan ini tidak hanya memberikan keterampilan dan pengetahuan, tetapi juga membangun kesadaran akan ketidakadilan dan memotivasi siswa untuk mengambil tindakan nyata.

Meja belajar, meski sederhana, adalah tempat di mana perubahan besar dapat dimulai. Di sinilah siswa menerima informasi dan mulai membangun cara pandang terhadap dunia. Pendidikan formal sering menjadi wadah pertama bagi individu untuk memahami nilai-nilai sosial, ideologi, serta sejarah perjuangan manusia. Namun, kesadaran yang muncul dari proses pendidikan bukanlah kesadaran pasif. Sebaliknya, ini adalah kesadaran yang mendorong siswa untuk bertanya lebih dalam dan berpikir secara kritis. Ketika mereka mempelajari sejarah, misalnya, siswa tidak hanya mencatat fakta, tetapi juga memahami bagaimana kekuasaan memengaruhi peristiwa-peristiwa penting. Dari situ, mereka mulai menghubungkan pelajaran sejarah dengan realitas sosial di sekitar mereka, mempertanyakan hal-hal seperti, "Apakah masyarakat kita sudah adil?" atau "Bagaimana kita menghadapi ketidakadilan yang terjadi?". Kesadaran semacam ini sering kali memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam perubahan sosial. Pendidikan yang efektif tidak hanya menanamkan rasa ingin tahu, tetapi juga membangun pola pikir kritis yang membuat siswa mampu menghubungkan apa yang mereka pelajari di kelas dengan kehidupan nyata.

Ketika pendidikan mampu membangkitkan kesadaran, dampaknya tidak hanya berhenti pada pemahaman tentang konsep-konsep seperti keadilan dan kebebasan, tetapi juga mendorong individu untuk bertindak. Pendidikan yang baik bukan sekadar proses penyampaian informasi; ia membentuk pola pikir dan perilaku seseorang dalam menghadapi berbagai tantangan. Salah satu contoh yang menginspirasi adalah perjuangan Nelson Mandela melawan apartheid di Afrika Selatan. Mandela memahami bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengalahkan sistem ketidakadilan. Dengan pendidikan, ia menyadari hak-haknya sebagai manusia dan menggunakannya untuk membangkitkan kesadaran masyarakat Afrika Selatan tentang pentingnya kebebasan dan kesetaraan. Pendidikan menjadi senjata paling ampuh yang digunakan Mandela untuk melawan penindasan dan mewujudkan perubahan besar. Di Indonesia, peran pendidikan dalam melawan ketidakadilan juga terlihat jelas. Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional, percaya bahwa pendidikan bukan hanya alat untuk mencerdaskan bangsa, tetapi juga sarana untuk membebaskan rakyat dari belenggu penjajahan. Melalui sistem pendidikan yang dirancangnya, ia menanamkan nilai-nilai keberanian, solidaritas, dan nasionalisme, menjadikan pendidikan sebagai fondasi perjuangan kemerdekaan.

Agar pendidikan tetap berfungsi sebagai pemantik kesadaran, beberapa langkah penting perlu dilakukan antara lain, pertama kurikulum harus dirancang untuk mendorong pengembangan kemampuan berpikir kritis dan memberikan pemahaman mendalam tentang isu-isu sosial global maupun lokal. Pendidikan juga perlu mengintegrasikan nilai-nilai toleransi, keadilan, dan solidaritas sebagai bagian dari pembelajaran sehari-hari. Kedua guru tidak hanya bertugas mentransfer pengetahuan, tetapi juga berperan sebagai inspirator yang mendorong siswa untuk bertanya, merenung, dan mencari solusi terhadap masalah di sekitar mereka. Proses pembelajaran yang interaktif dan relevan dengan kehidupan nyata dapat membangun kesadaran siswa secara efektif. Ketiga teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk memperluas akses terhadap pengetahuan. Namun, penggunaannya harus bijaksana. Penting bagi siswa untuk dibekali keterampilan literasi digital agar mereka mampu memilah informasi yang benar dan bermanfaat, serta terhindar dari manipulasi informasi atau konsumerisme digital. Pendidikan yang dirancang dengan strategi ini tidak hanya menghasilkan individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kesadaran sosial yang kuat. Dengan begitu, pendidikan dapat menjadi pendorong utama dalam menciptakan masyarakat yang adil, setara, dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun