Latar Belakang
Bashar al-Assad lahir pada 11 September 1965 di Damaskus, Suriah. Bashar adalah anak ketiga dari Hafez al-Assad, seorang perwira militer Suriah yang menjadi presiden melalui kudeta pada tahun 1971. Pada tahun 2024, setelah 13 tahun perang saudara, Bashar al-Assad digulingkan oleh serangan pemberontak yang berhasil menguasai Damaskus. Bashar kemudian melarikan diri ke Rusia. Bashar awalnya tidak dipersiapkan untuk menjadi presiden, Bashar belajar kedokteran dan menjadi dokter mata di London sebelum kembali ke Suriah setelah kematian kakaknya, Basil, pada tahun 1994. Setelah kematian ayahnya pada tahun 2000, Bashar diangkat menjadi presiden Suriah. Pada awal masa jabatannya, Bashar diharapkan membawa reformasi demokratis dan kebangkitan ekonomi dengan menerapkan Pernyataan 99 dan 1000 yaitu 99 intelektual Suriah menandatangani petisi yang menyerukan reformasi politik. Kemudian, 1000 intelektual lainnya menandatangani petisi yang lebih rinci. Akan tetapi Bashar melanjutkan metode otoriter ayahnya. Bashar al-Asad telah mengubah retorika pemerintah Suriah terkait "terorisme" dari pandangan yang menganggapnya sebagai konsep Barat atau Israel menjadi alat untuk melegitimasi kebijakan kontra-pemberontakan selama konflik saat ini. Perubahan ini terlihat jelas dalam cara rezim menangani berbagai pemberontakan di Suriah, terutama setelah peristiwa 9/11 (Lee,2024). Asad berusaha untuk memodernisasi otoritarianisme dengan mengintegrasikan Suriah ke dalam pasar kapitalis global sambil mempertahankan legitimasi nasionalis. Namun, perubahan ini, termasuk pergeseran basis sosial rezim ke kelas kapitalis kroni baru, menimbulkan kerentanan yang akhirnya memicu protes Arab Spring pada tahun 2011 dengan kekerasan menyebabkan perang saudara yang berkepanjangan di Suriah. Pada Maret 2011, protes damai menuntut reformasi politik dan kebebasan sipil. Pemerintah merespons dengan tindakan keras, yang memicu pemberontakan bersenjata. Kelompok-kelompok seperti Free Syrian Army (FSA) mulai terbentuk untuk melawan pasukan pemerintah. Seiring berjalannya waktu, perang saudara melibatkan banyak faksi, termasuk Free Syrian Army (FSA), kelompok Islamis seperti Hayat Tahrir al-Sham (HTS), dan kelompok Kurdi seperti Pasukan Demokratik Suriah (SDF). Konflik ini juga menarik perhatian internasional, dengan negara-negara seperti Rusia dan Iran memberikan dukungan kepada rezim Assad, sementara negara-negara Barat dan Turki mendukung kelompok oposisi. Perang saudara di Suriah telah mengakibatkan lebih dari 500.000 kematian dan jutaan orang terpaksa mengungsi baik secara internal maupun ke negara-negara tetangga. Kota-kota besar seperti Aleppo dan Homs mengalami kerusakan parah akibat pertempuran yang berkepanjangan. Selain itu, konflik ini juga menciptakan krisis kemanusiaan yang mendalam, dengan jutaan orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Setelah lebih dari satu dekade konflik, pada 8 Desember 2024, rezim Assad yang telah berkuasa selama lebih dari 24 tahun akhirnya tumbang setelah serangan besar-besaran oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan faksi-faksi pemberontak lainnya yang berhasil merebut Damaskus. Kejatuhan ini menandai akhir dari kekuasaan keluarga Assad yang telah berlangsung selama lebih dari lima dekade. Bashar al-Assad melarikan diri ke Rusia setelah ibu kota Suriah, Damaskus jatuh ke tangan pemberontak.
Kerangka Konseptual
Pada penulisan ini, digunakan empat teori konseptual dalam upaya menemukan jawaban dari permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, yakni:
1.Teori Realisme adalah salah satu teori utama dalam hubungan internasional yang fokus pada kekuatan dan kepentingan negara sebagai elemen utama dalam interaksi antar negara. Prinsip dasar dari teori Realisme yaitu menekankan pentingnya kekuatan militer sebagai alat utama untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan.
2.Teori Realisme Klasik menyatakan bahwa memang sudah sifat manusia untuk memaksa negara dan individu mengutamakan kepentingan di atas ideologi. Realisme klasik adalah ideologi yang memandang bahwa "pencarian kekuasaan dan niat untuk mendominasi adalah aspek mendasar sifat manusia" (Baylis, Smith, & Owens, 2020).
3.Teori Civil Society sering didefinisikan sebagai kumpulan organisasi yang bersifat non-pemerintah, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok komunitas, organisasi keagamaan, serikat pekerja, dan gerakan sosial. Organisasi-organisasi ini beroperasi di luar kontrol langsung pemerintah dan berfungsi untuk memperjuangkan kepentingan publik, meningkatkan partisipasi politik, serta mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan (Asrida, Marta, & Hadi, 2021, p. 26).
4.Teori Non-State Actors dalam hubungan internasional menjelaskan peran aktor-aktor yang bukan negara dalam dinamika politik global. Non-state actors (NSA) mencakup berbagai entitas seperti organisasi internasional, perusahaan multinasional, organisasi non-pemerintah (NGO), kelompok teroris, dan bahkan individu berpengaruh.
Pembahasan
Awal Kepemimpinan Bashar Al-Assad
Semenjak Bashar Al-Assad diangkat menjadi presiden Suriah pada tahun 2000 menggantikan ayahnya, Hafez al-Assad, Bashar dianggap sebagai potensial reformer yang mungkin akan membawa perubahan positif di Suriah. Namun, pemerintahannya dengan cepat berubah menjadi rezim otoriter yang keras. Lantaran terjadi periode yang dikenal sebagai Damascus Spring yang di mana terdapat upaya untuk meningkatkan transparansi dan demokrasi. Akan tetapi ini berakhir dengan penindasan keras oleh pemerintah. Dikaitakan dengan materi Hubungan Internasional di perkulihan, peristiwa tersebut dapat dikaitkan dengan teori realisme yang dimana pada prinsip dasar teori realisme mengacu pada kekuatan militer sebagai alat utama untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan seperti yang dilakukan oleh rezim Bashar Al-Assad yaitu melakukan penindasan.